Makalah Teknologi Pengolalahan Lateks (Pengertian, Jenis-Jenis, Syarat Mutu, Pengolahan)


MAKALAH MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN 
 KOMODITI PERKEBUNAN HULU 

PRODUK LATEKS (CREPE) 

Disusun oleh: 

Kelompok 11/THP B 

   1. Astrie Oktavia Sektiningtyas (171710101042)
2. Galih Tiara Zulfika  (171710101063) 
3. M. Irsyad Haznim  (171710101086)
4. Sindy Nur Afita   (171710101117) 


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN 
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 
UNIVERSITAS JEMBER 2018  

BAB 1. PENDAHULUAN 


1.1 Latar Belakang 

Lateks alam merupakan subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon yang mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, dan bahan organik lainnya (Kohjiya, 2014). Lateks alam maupun lateks sintetis merupakan polimer yang memiliki sifat keliatan, kelekatan, elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi (Simpson, 2002). Lateks alam banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai industri, seperti industri ban, busa, peralatan medis, dan sebagainya karena memiliki sifat yang menguntungkan. Selain memiliki kelebihan, lateks alam juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sifatnya tidak konsisten, tidak tahan terhadap cuaca, panas, pelarut hidrokarbon, dan ozon, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan baku barang jadi dari karet, terutama untuk barang yang tahan minyak, panas, dan oksidasi (Declet-Perez, 2015). 

Pada bidang industry lateks, terdapat beberapa proses pengolahan lateks segar di samping berbagai kegunaan lateks secara umum. Pengolahan tersebut meliputi beberapa tahapan pengolahan agar dihasilkan produk berupa lembaran (sheet) dengan kualitas yang baik. Produk akan berbentuk lembaran-lembaran yang mempunyai lebar, panjang dan tebal tertentu. Lembaran-lembaran yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan dikeringkan. Lembaran- lembaran yang dihasilkan dari pengolahan lateks salah satunya adalah crepe. Crepe merupakan produk lain yang dihasilkan dalam pengolahan karet alam. Bila menggunakan bahan baku lateks, pelaksanaan pungutan lateks atau penyadapan di kebun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh krep yang baik kualitasnya (Safitri, 2010). Berdasarkan uraian di atas, melalui makalah ini penulis akan mendeskripsikan beberapa tahapan pengolahan crepe mulai dari penerimaan  bahan baku dalam hal ini lateks segar dari kebun karet hasil penyadapan sampai  pengemasan.  

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. 

1. Mendeskripsikan pengertian crepe. 

2. Mendeskripsikan syarat mutu jenis-jenis crepe. 

3. Mendeskripsikan proses pengolahan lateks segar menjadi crepe.   

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 

2.1 Tanaman Karet 

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1864. Tanaman karet awalnya tumbuh di kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi sebelum menjadi tanaman perkebunan komersial. Tinggi pohon karet mencapai 15 meter hingga 25 meter dengan batang lurus keatas dan tingkat percabangannya tinggi. Kandungan getah yang dimiliki pohon karet disebut lateks dan dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri (Setiawan dan Andoko, 2005). Klasifikasi tanaman karet sebagai berikut. Divisi  : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas  : Dicotyledonae Ordo  : Euphorbiales Famili  : Euphorbiaceae Genus  : Hevea Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg. (Setyamidjaja, 1993).  

2.2 Lateks 

Lateks adalah cairan getah yang didapatkan dari pohon karet pada bagian yang disadap. Lateks pada umumnya berwarna putih mirip seperti susu, getah lateks belum mengalami penggumpalan meskipun tanpa bahan pemantap (zat anti penggumpal). Lateks diperoleh diperoleh dengan cara menyadap bagian pohon antara kambium dan kulit pohon namun tidak sampai mengenai kambium (Mili Purbaya. dkk, 2017). Lateks pekat tidak stabil dan mudah menggumpal karena koloid yang ada tidak mengalami flokulasi selama proses penyimpanan. Pada proses penggumpalan lateks harus menghindari suhu yang tinggi sehingga waktu penggumpulan tidak melebihi 3 – 4 jam untuk menghindari prokoagulasi (BSN, 2002). 

Lateks atau karet alam biasanya diolah menjadi karet (sit angin, slab tipis, dan lump segar) lateks pekat, karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepe, pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe, pure blanket crepe, dan off crepe), karet bongkah (block rubber), karet spesifikasi teknis (crumb rubber), karet siap olah (try rubber), karet reklim (reclaimed rubber) (Utomo dkk., 2012). 

Salah satu produk yang dihasilkan dalam pengolahan karet alam disebut krepe (crepe). Pada saat pelaksanaan penyadapan lateks di kebun harus sesuai dengan syarat-syarat tertentu untuk memperoleh krep yang berkualitas. Awal pengolahan krep, saat pengangkutan lateks dari kebun menuju pabrik, jika terlalu jauh dan terdapat resiko kerusakan maka dapat dilakukan pembekuan lateks pada saat di kebun sehingga koagulum yang siap untuk digiling pada mesin-mesin gilingan krep. Proses pembuatan krep dengan bahan baku lateks umumnya berlangsung dengan urutan pengolahan penyaringan, pencampuran, pengenceran lateks, pembekuan, penggilingan, pengeringan, sortasi, dan pembungkusan (Djoehana, 1993).  

2.3 Jenis dan Syarat Mutu Crepe 

Krep (crepe) merupakan produk yang diolah dari karet alam. Karet alam yang digunakan harus mempunyai viskositas rendah, tahan terhadap oksidasi tinggi, tingkat kematangan cukup cepat dan adanya zat tambahan/kotoran harus rendah (Safitri, 2010). Terdapat berbagai jenis crepe yang disesuaikan dengan standar kualitas crepe dan pengolahannya. Berikut adalah beberapa jenis crepe (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2008): 

a. White crepe dan pale crepe 

Krep (crepe) ini warnanya putih atau muda. Terdapat krep yang tipis dan tebal, kelas dan standar mutu dari white crepe dan pale crepe sebagai berikut. 

1. No. 1 X thin white crepe Krep ini harus dalam keadaan kering, kokok, penyebaran warnanya merata, dan putih bersih. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur.  

2. No. 1 X thick dan X thin pale crepe Krep harus dalam keadaan kering, kokok, warnanya muda dan tersebar merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. 

3. No. 1 thin white crepe Krep harus dalam keadaan kering, kokok, warnanya muda dan tersebar merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Tingkat toleran terhadap perubahan warna sangat kecil. 

4. No. 1 thick dan thin pale crepe Krep harus dalam keadaan kering, kokok, warnanya muda dan tersebar merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Tingkat toleran terhadap perubahan warna sangat kecil. 

5. No. 2 thick dan thin pale crepe Krep dalam kondisi kering dan warnanya lebih tua dibandingkan dengan no.1. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Perubahan warna yang diperbolehkan hanya sedikit dan adanya karet belang-belang diperbolehkan apabila tidak lebih dari 10% dari bandela. 

6. No. 3 thick dan thin pale crepe Krep (crepe) kondisinya harus kering, kokoh dan warnanya kekuningan. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Perubahan warna menjadi lebih tua dan karet belang tidak boleh lebih dari 20%. 

b. Estate brown crepe       

Krep (crepe) berwarna coklat dan paling banyak dihasilkan oleh perkebunan besar. Disebut estate brown crepe karena banyak dihasilkan oleh perkebunan besar atau estate. Kekurangan dari jenis ini adalah dibuat dari bahan yang kurang baik seperti digunakan untuk pembuatan off crepe serta dari sisa lateks, lump, atau koagulum yang berasal dari prakoagulasi, dan scrap atau lateks kebun yang sudah kering di atas bidang penyadapan. 

1. No. 1 X thick dan X thin brown 

crepe Kondisi krep kering, kokoh dan warnanya cokelat muda. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik- bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. 

2. No. 2 X thick dan thin brown Crepe 

Kondisi krep kering, bersih dan warnanya cokelat sedang. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik- bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. 

3. No. 3 X thick dan thin brown crepe 

Kondisi krep harus kering, bersih dan warna cokelat tua lebih merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Noda yang diperbolehkan berupa noda kulit karet. 

c. Compo crepe 

Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari scrap pohon, bahan dari lump, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Pada pembuatan compo crepes, scrab tanah tidak diperbolehkan untuk digunakan. 

1. No. 1 compo 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat muda merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Masih terdapat toleransi tentang karet yang belang. 

2. No. 2 compo 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Masih terdapat toleransi tentang karet yang belang. 

3. No. 3 compo

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat tua merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Masih terdapat toleransi tentang karet yang belang. Adanya belang dan noda kulit masih diperkenankan. 

d. Thin brown crepe remills 

Crepe jenis ini merupakan crepe cokelat yang tipis karena digiling ulang. Bahan pembuatnya sama seperti brown crepe lain, tetapi dilakukan gilingan lagi untuk menghasilkan crepe yang ketebalannya sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Umumnya karet tebal (thick) atau yang lebih sedikit tebal dari thin brown crepe yang diolah lagi menjadi thin brown crepe remills. 

1. No. 1 thin brown crepe remills 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat muda merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Adanya belang masih diperbolehkan dalam jumlah yang sangat kecil. 

2. No. 2 thin brown crepe remills 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat muda hingga sedang merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Adanya belang dalam jumlah yang sedikit masih diperbolehkan. 

3. No. 3 thin brown crepe remills 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat sedang hingga tua sedang merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Adanya belang dalam jumlah yang masih sesuai dengan batasan diperbolehkan. 

4. No. 4 thin brown crepe remills 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat tua sedang hingga cokelat tua merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Adanya belang dalam jumlah tertentu masih diperbolehkan. 

e.  Thick blanket crepes ambers 

Crepe ini merupakan crepe blanket yang tebal dan berwarna cokelat. Umumnya dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan, dan lump serta scrab dari perkebunan atau kebun rakyat yang mutunya baik. Hal yang perlu dipahami adalah scrap tanah tidak boleh digunakan. Jika ingin menggunakan scrap, kulit pohon terkait harus dibersihkan terlebih dahulu. 

1. No. 2 thick blanket crepes ambers 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat muda merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. 

2. No. 3 thick blanket crepes ambers

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat sedang hingga cokelat merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. Jumlah belang yang diperkenankan ada batasan tertentu. 

3. No. 4 thick blanket crepes ambers 

Kondisi krep harus kering, bersih, dan penyebaran warna cokelat hingga cokelat tua merata. Krep ini harus terbebas dari noda, debu, pasir, benda asing, bau asam, minyak, bintik-bintik lain, bekas oksidasi/panas dan tidak boleh luntur. 

f. Flat bark crepe

Karet ini tergolong jenis rubber atau crepe yang dihasilkan dari scrap yang belum dilakukan pengolahan. Standar mutunya yaitu karetnya harus kering, kokoh, berwarna cokelat tua hingga hitam, tekstur sedang sampai lembek. Tidak deperkenankan adanya luntur, bekas panas, lumpur, kapas, pasir, pengepakan kotor, dan benda asing. Jenis olahan karet ini termasuk yang mudah mengalami kerusakan. Terdapat hard flat bark crepes yaitu jenis flat bark crepe yang kondisinya kering, berwarna cokelat tua hingga hitaam, kokoh, tebal dan agak liat. 

g. Pure smoked blanket crepe 

Crepe ini berasal dari penggilingan karet yang telah diasap terlebih dahulu yang diperoleh dari ribbed smoked sheet, block sheet, dan sisaa dari ribbed smoked sheet. Karet ini tidak dipergunakan untuk standar. Mutunya meliputi kondisi karet harus kering, bersih dari kotoran, kokoh, liat dan terdapat aroma asap. Warnanya cokelat hingga cokelat tua. Tidak deperkenankan adanya luntur, bekas panas, lumpur, kapas, pasir, pengepakan kotor, dan benda asing. 

h. Off crepe 

Off Crepe adalah crepe yang tidak termasuk dalam bentuk baku atau tidak sesuai standar. Umumnya tidak dibuat melalui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang tergolong segar, melainkan dari contoh-contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran ribbed smoked sheet yang tidak bagus penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang mengandung lateks, serta bahan-bahan lain yang kurang berkualitas. Karena terbuat dari bahan yang kurang bermutu, maka off crepe memiliki nilai mutu dan kegunaan yang rendah. Umumnya pembeli crepe jenis ini tidak peduli pada standar karena jenis ini tidak memenuhi kriteria.         

BAB 3. PEMBAHASAN 

3.1 Pengolahan Crepe 

Prinsip pengolahan crepe adalah mengubah lateks segar dari kebun menjadi lembaran crepe melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan dan pengeringan. Perbedaannya dengan pengolahan sheet terletak pada tahap penggelingan dan pengeringan crepe. Berikut merupakan proses pengolahan crepe: 

1. Penyaringan dan pengenceran lateks 

Untuk dibuat menjadi karet crepe, lateks segar yang telah dikumpulkan dari kebun terlebih dahulu disaring ditempat pengolahan. Penyaringan dilakukan bebeberapa kali untuk mendapatkan lateks yang baik dan bersih sebgai bahan baku. Sebelum dilakukan pengenceran dilakukan pencampuran. Percampuran harus dilakukan lebih teliti dengan menggunakan tiga buah saringan. Busa atau buih yang timbul pada permukaan larutan segera dibuang. Pembuangan busa yang kurang baik dapat menimbulkan garis-garis pada crepe kering. Busa yang dihilangkan dapat diolah kembali menjadi off crepe. Pada saat dilakukan pengenceran air yang digunakan KKK 20% (Setyamidjaja, 1993). 

2. Pembekuan lateks 

Lateks encer kemudian dibekukan dengan menggunakan natrium bisulfit. Safitri (2010) menyatakan bahwa pengenceran dilakukan dengan natrium bisulfit yang juga merupakan bahan pemutih. Menurut Setyamidjaja (1993) pembekuan (koagulasi) dilakukan dalam bak koagulasi tetapi dapat juga dalam bak pencamuran. Karet crepe yang dibekukan dalam tangki/bak koagulasi harus ditutup agar crepe tidak tercampur kotoran. Untuk mencegah proses oksidasi yang menyebabkan warna ungu pada crepe, ditambahkan air bersih atau larutan natrium bisulfit 1% hingga airnya melebihi pemukaan lateks. Pemberian bisulfit juga dapat menghindari atau mengurangi warna kuning pada lateks.  

3. Penggilingan  

Lateks beku dengan ukuran yang besar kemudian dipotong telebih dahulu agar mudah digiling. Lateks beku digilng dengan menggunakan 3 sampai 4 gilingan crepe yang masing-masing memiliki 2 roda. Setiap alat penggiling yang digunakan memiliki kecepatan yang tidak sama. Selama berlangsungnya penggilingan air harus selalu tersedia. Setelah penggilingan selesai. pada proses penggilingan karet crepe itu rata tidak berpatron, kasar tidak licin. Saat proses pengeringan karet crepe tidak dilakukan pengasapan karena karet crepe harus berwarna putih. Berlangsungnya prose penggilingan adalah sebagai berikut: Koagulum dimasukkan kedalam gilingan pertama. Oleh gilingan pertama koagulum ditekan sambil digilas menjadi lembaran yang koyak-koyak, berlubang- lubang, dan masih belum rata ketebalannya. 

Lembaran-lembaran ini kemudian dilipatdua dan digiling kembali pada gilingan pertama. Setelah keluar dari gilingan pertama, lembaran dilipat dua lalu dimasukkan ke gilingan tengah ke-1 atau tussenwerker 1. Lembaran yang keluar dari gilingan tengah ke-1 sudah lebih tipis tetapi masih berlubang-lubang. Lembaran ini terus dimasukkan dalam gilingan tengah ke-2 atau tussenwerker 2 yang setelah rodanya lebih sempit. Lembaran yang keluar dari gilingan tengah ke-2 digulung dengan gulungan kayu atau bambu. Kemudian digiling pada gilingan akhir atau finisher dengan tujuan untuk meratakan permukaan lembaran kreb tersebut. Selama berlangsung proses penggilingan lembaran-lembaran kreb, rol gilingan harus selalu dibasahi dengan air. 

Maksud pemberian air ini bukan saja sebagai pencuci serum yang keluar dari koagulum yang digiling, tetapi juga untuk menghindari karet lengket pada rol dan untuk mendinginkan rol tiap-tiap gilingan yang bekerja. Kebutuhan air pencuci dan pendingin adalah 25 liter tiap kadar karet kering. Crepe yang keluar dari gilingan akhir berupa lembaran yang panjangnya 6-7 meter, lebar 40-45 cm, dan tebal 1-2 mm. Lembarang crepe permukaannya tidak licin dan berpori-pori halus. Sekeluarnya dari gilingan akhir lembaran yang panjang itu digulung atau dilipat-lipat. Gulungan-gulungan ini diletakkan tegak agar airnya menetes selama 1-2 jam. Sebelum lembaran-lembaran dibawa kerumah pengeringan biasanya ditimbang dahulu untuk mengetahui berat basah kreb tersebut. Setelah dikeringkan, bobotnya akan susut sekitar 12-20% (Setyamidjaja, 1993). 

4. Pengeringan  

Setelah penggilingan selesai, lembaran crepe digantung agar sisa-sisa air menetes dan dibantu pengeringannya oleh angin (Safitri, 2010). Bentuk dan konstruksi rumah pengeringan kreb berbeda dengan rumah asapsit. Karena kreb tidak diasap dan lembaran-lembarannya panjang-panjang. Ukuran rumah pengeringan kreb panjangnya 15 meter dengn lebar 7,5 meter serta tingginya dari lantai ke atap 10 meter. Di dalam rumah pengeringan initerdapat bilah-blah penggantungan yang dibuat dari bahan kayu jati. Tebal bilah adalah 4-5 cm. 

Bilah-bilah yang terbuat dari kayu jati penggunaannya akan tahan lama dan cukup kuat diinjak oleh pekerja yang menggantung-gantungkan kreb yang akan dikeringan. Bagian atas bilah penggantungan ini dibulatkan untuk menjaga agar permukaan kreb menjadi rata. Kerapatan bilah-bilah diruangan pengeringan dengan panas buatan adalah 8-12 cm, sedangkan pada rumah-rumah pengeringan alami (dengan udara biasa) lebih jarang yaitu sekitar 15-20 cm (Setyamidjaja, 1993). Cara pengeringan crepe ada dua macam yaitu dengan panas udara biasa (pengeringan alami) dan dengan udara yang dipanaskan (pemanasan buatan). 

Pada pengeringan secara alami, pengeringan memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu bulan tergantung dari keadaan cuaca atau iklim. Pada pengeringan dengan panas buatan suhu udara dalam ruangan pengeringan yang dibutuhkan adalah sekitar 33-34°C. Setelah mengalami pengeringan, lembaran-lembaran kreb umumnya telah mencapai tingkat kering yang diharapkan. Tanda-tanda kreb yang tengah kering adalah tidak terdapat bintik-bintik keputih-putihan dan bila dites kadar airnya telah mencapai rata-rata 0,6% (0,35-1,00%) (Setyamidjaja, 1993). 

5. Sortasi 

Crepe yang telah selesai dikeringkan di ruang pengeringan kemudian diangkut ke ruang sortasi. Untuk memudahkan sortasi, lembaran crepe yang panjang di gulung dengan bilah kayu. Ruangan sortasi harus kering dan bersih, penerangan atau keadaan cahaya harus cukup, biasanya dengan cahaya baur yang dapat diperoleh dengan melalui jendela-jendela kaca susu. Noda-noda kotoran yang terdapat pada lembarang digunting dan bekas guntingan dirapatkan kembali (Setyamidjaja, 1993). 

Menurut Setyamidjaja (1993) beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sortasi krep yaitu warna, noda-noda kotoran, tanda-tanda oksidasi, dan belang- belang serta bintik-bintik atau garis-garis.  6. Pembungkusan Pembungkusan dilakukan dengan menjadikan lembaran-lembaran menjadi bandela-bandela (bal-bal) berbentuk kubus 52cm x 52 cm x 52cm dengan berat 80 kg. Pembungkusan harus sungguh-sungguh rapat, dibalut dengan menggunakan lembaran-lembaran krep pembalut yang sejenis atau berkualitas sama. Bagian luar bal diberi warna memakai larutan coating talk (dilabur) kemudian diberi merk dan cap kiriman (Setyamidjaja, 1993).  
  
BAB 4. PENUTUP 

4.1 Kesimpulan 

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa. 

1. Lateks adalah cairan getah yang didapatkan dari pohon karet pada bagian yang disadap. Lateks pada umumnya berwarna putih mirip seperti susu, getah lateks belum mengalami penggumpalan meskipun tanpa bahan pemantap (zat anti penggumpal) 

2. Syarat mutu crepe secara keseluruhan sama yaitu kering, kokoh, bersih, tidak luntur, tidak ada bekas panas, tidak ada oksidasi, tidak ada benda asing, tidak ada noda, dan pengepakan harus bersih. Pembedanya hanya ada pada warna, warna menentukan mutu dan kualitas dari crepe. 

3. Pengolahan lateks menjadi crepe melalui tahapan penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengeringan, sortasi, dan pembungkusan.  

4.2 Saran 

Berdasarkan pemahaman diatas sebaiknya ketika telah memperoleh lateks segar maka sesegera mungkin harus segera diolah supaya lateks tersebut tidak rusak dan terkoagulasi sebelum waktunya. 
  

DAFTAR PUSTAKA 


Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2002. SNI 06-2047-2002 : Bahan Olah Karet. Jakarta.  

Declet-Perez, C. 2015. Deformation Processes In Block Copolymer Toughened Epoxies. Macromolecules 48:3672–3684.  

Kohjiya, S. 2014. Chemistry, Manufacture and Applications of Natural Rubber. Woodhead, Oxford, pp 353–370.  

Mili Purbaya, dkk. 2011. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks Dan Hubungannya Dengan Susut Bobot, Kadar Karet Kering Dan Plastisitas. Jurnal Prosiding Seminar Nasional AvoER ke-3.  

Safitri, K. 2010. Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet. Skripsi. Medan: Sumatera Utara. 

Setiawan dan Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Agromedia Pustaka.  

Setyamidjaja, Djoehana. 1993. Seri Budaya Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanius.  

Simpson, R. B. 2002. Rubber basics. Rapra Technology Limited, Shawbury, U.K., pp 151–153.  

Tim Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Bogor: Penebar Swadaya.  


Utomo, T.P., E. Suroso., U. Hasanudin. 2012. Agroindustri Karet Indonesia. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.  

0 Response to "Makalah Teknologi Pengolalahan Lateks (Pengertian, Jenis-Jenis, Syarat Mutu, Pengolahan)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel