Pengolahan Hilir Kakao: Laporan Praktikum

  
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya industri hilir dapat menjadi penggerak roda ekonomi termasuk juga industri hilir komoditas kakao. Kakao merupakan komoditas ekspor dari sektor perkebunan yang termasuk dalam komoditas unggul nasional. Namun perlu diketahui bahwa sebagian besar diekspor dalam bentuk komoditas primer yaitu biji kakao kering sehingga nilai harga jualnya lebih rendah (Pusdatin, 2010).
Jumlah kakao yang dihasilkan sebanyak 535.236 ton ekspor, sedangkan sebanyak 439.305 ton atau lebih dari 82 persen diekspor dalam bentuk biji. Selebihnya kakao diekspor dalam bentuk pasta, butter, tepung dan produk pangan yang mengandung coklat (Ditjenbun, 2010).
Data-data tersebut menunjukkan bahwa pentingnya kebijakan untuk mendorong perkembangan industry hilir kakao. Industri hilir kakao masih memiliki potensi yang besar jika dilihat dari melimpahnya hasil dari industri hulu kakao. Berkembangnya industri hilir kakao dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai jual dari produk hilir kakao sehingga produk hilir kakao dapat berkompetisi dalam pasar internasional.
Berkembangnya industri hilir kakao tentu saja diikuti dengan berkembangnya sumber daya manusia dalam kemampuan mengolah produk hilir kakao. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman terhadap industri hilir kakao, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat diperoleh produk hilir kakao dengan kualitas tinggi serta dapat memperoleh pasar internasional.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.      Mahasiswa memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian
2.      Mahasiswa mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji
3.      Mahasiswa mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta komersial.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kakao
Kakao merupakan tanaman dari genus Theobroma dari familia Sterculliaceae. Kakao (Theobroma cacao L.) asalnya dari hutan tropis Amerika Tengah yaitu Guatemala, Honduras, dan Yucatan. Pada tahun 1519 kako mulai diperkenalkan ke seluruh dunia (Siregar et al., 2010). Taksonomi tanaman kakao dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rahardjo, 2011).
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Sub division    : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledeneae
Sub kelas         : Dialypetalae
Ordo                : Malvales
Famili              : Sterliculiaceae
Genus              : Theobroma
Species            : Theobroma cacao L.
Tanaman kakao membutuhkan lingkungan dengan kelembapan tinggi dan yaitu diatas 80 %. Kelembapan tinggi dapat menyeimbangkan proses evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang rendah. Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh tingkat ketersediaan air sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah curah hujannya relatif rendah namun merata sepanjang tahun (Siregar et al, 2010).
Daging buah pulpa terlindungi oleh biji kakao berwarna putih. Ketebalan daging buah bervariasi, mulai dari yang tebal hingga yang tipis. Rasa buah kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan. Disebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan embrio axis (Wahyudi et al., 2009).
2.2 Jenis – Jenis Kakao
Kakao memiliki 22 jenis marga Theobroma, famili Sterculiaceae yang di usahakan secara komersial. Berikut adalah jenis tanaman kakao yang terkenal yaitu (Sunarti, 2012):
2.2.1 Kakao Criollo
Kakao Criollo, merupakan kakao yang berasal dari benua amerika. Biji kakao criollo memiliki mutu yang sangat baik dan dikenal sebagai coklat mulia, fine dan flavour cocoa, edel coco, choiced cocoa. Buahnya berwarna merah, dengan kulitnya tipis serta berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah.
2.2.2 Kakao Forastero
Kakao Forastero adalah kakao dengan biji coklat yang mutunya sedang (bulk cocoa) atau juga sebagai ordinary cocoa (lindak cacao). Warna Kakao Forastero hijau dan kulitnya tebal. Biji buahnya tipis dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.
2.2.3 Kakao Trinitario
Kakao Trinitario adalah kakao campuran atau hybrida jenis dari jenis Criollo dengan jenis Forastero dengan proses secara alami. Kakao trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa.
2.3 Komposisi Kimia Kakao
Biji kakao mengandung berbagai komponen kimia, zat gizi, serta senyawa bioaktif. Komposisi kimia ini bervariasi mengalami proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia biji kakao sebelum mengalami proses pengolahan menjadi produk terdapat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
      
Tabel 2.1 Komposisi biji kakao.

Kandungan Rata-rata (%)



Air
80
- 90
Albuminoid dan Astringents
0,5
- 0,7
Glukosa
8 - 13
Sukrosa
0,4
- 1,0
Pati

-
Asam non-volatil
0,2
- 0,4
Besi oksida
0,03
Garam-garam
0,4 - 0,45



Sumber : Haryadi dan Supriyanto (2001).


Senyawa kimia biji kakao yang paling banyak adalah flavoid. Flavonoid merupakan unsur antioksidan alami yang dapat menangkap logam. Struktur kimia flavonoid terdiri dari flavonos, flavones, flavonones, isoflavones, catechin, antocianidines dan chalcones. Fungsi flavanoid adalah melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah serta manfaat lainnya dalam bidang kesehatan.
Selain itu bubuk kakao yang merupakan hasil pengolahan dari biji kakao, memiliki kandungan kimia yang berbeda dengan dengan cocoa butter dan pasta kakao. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per 100 gram adalah mengandung kalori 228,49 kKal, lemak 13,5 g, karbohidrat 53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73  mg. Senyawa bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al., 2008).

2.4 SNI Biji Kakao
Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap biji kakao yang akan di ekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2008). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), berikut adalah syarat mutu biji kakao secara umum maupun khusus:
Tabel 2.2 Penggolongan kakao.

No


Nama golongan


Berat














1


AA


Maksimum 85 biji per 100 gram

2


A


86-100 biji per 100 gram

3


B


101-110 biji per 100 gram

4


C


111-120 biji per 100 gram

5


S


> 120 biji per 100 gram










Sumber : SNI 01-2323-2008











Tabel 2.3 Persyaratan umum mutu biji kakao.




No


Jenis uji


Satuan
Persyaratan









1
Serangga hidup



Tidak ada

2
Kadar air




Maks 7,5%

3
Biji berbau asap dan atau
% fraksi massa
Tidak ada

berbau asing











4
Kadar benda asing



Tidak ada










Sumber : SNI 01-2323-2008











Tabel 2.4 Persyaratan khusus mutu biji kakao.




Kakao
Kakao
Biji
Biji   slaty
Biji
Kotoran
Biji

Mulia
lindak
berjamur
maksimal
berserangga
Maksimal
berkecambah




maksimal
(%biji/biji)
maksimal
(%biji/biji)
maksimal




(%biji/biji)


(%biji/biji)

(%biji/biji)

I F

I B
2

3
1
1,5
2



II F

II B
4

8
2
2
3



III F

III B
4

20
2
3
3



Sumber : SNI 01-2323-2008
2.5 Proses Pengolahan Kakao Hilir (Penyangraian, Winnowing, Pemastaan)
2.5.1 Penyangraian               
Penyangraian adalah proses yang menentukan kualitas kakao. Penyangraian ringan dilakukan pada suhu 115 C selama 60, penyangraian sedang dilakukan pada suhu 140 C selama 40 menit dan penyangraian berat dilakukan pada suhu 190-200 C dengan rentan waktu 15 sampai 20 menit (Supriyanto Marseno, 2010).
Penyangraian menyebabkan senyawa dalam biji kakao rusak, misalnya polifenol. Polifenol berperan sebagai pembentuk cita rasa juga berperan pada aktivitas antioksidan. Polifenol saat terpapar dengan oksigen udara pada suhu relatif tinggi akan rusak disebabkan oksidasi (Supriyanto dan Marseno, 2010).

Penyangraian bertujuan membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat dari biji kakao, serta memudahkan pengeluaran lemak dari dalam biji. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan dengan baik mengandung senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi membentuk senyawa maillard sedangkan senyawa gula non reduksi (sukrosa) akan terhidrolisis oleh air membentuk senyawa gula reduksi, setelah itu mengalami reaksi maillard. Kesempurnaan penyangraian dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar air. Proses penyangraian menyebabkan air menguap dari biji dan kulit yang menempel di permukaan inti biji terlepas, sementara inti biji menjadi cokelat dan beberapa senyawa seperti asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester akan menguap (Ruku, 2008).
 2.5.2 Pemisahan Kulit Biji
Pemisahan kulit biji (shell) menggunakan mesin penampi (winnowing machine). Dilakukan pemisahan kulit biji dan inti biji kakao (nib) menggunakan winnowing machine dengan prinsip yaitu memisahkan kulit dan nib berdasar densitasnya. Teknologi yang dipergunakan saat ini adalah dengan proses alkalisasi, biasanya menggunakan kalium karbonat (Pribadi, 2014).
Biji kakao yang telah disangrai berbentuk rapuh sehingga pemecahan biji dan kulit dari lembaga dimudahkan. Karena inti biji bersifat elastis, pecahan biji mempunyai ukuran yang relatif besar dan seragam. Sebaliknya kulit biji bersifat rapuh mempunyai tekstur yang lebih halus. Dengan perbedaan ukuran fisik yang mencolok, keduanya mudah dipisahkan. Pecahan inti biji akan lebih berat dan tertampung dibawah, sedangkan pecahan kulit yang halus dan ringan akan terhisap kedalam kantong sistem penyaring udara. Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah nib. Pemisahan secara mekanis menggunakan winnowing machine biasanya masih mengandung kulit sekitar 1,5% (Ruku, 2008).
2.5.3 Pemastaan
Pasta cokelat atau disebut kokoa massa diproses menjadi lemak atau bubuk kakao yang merupakan bahan baku pembuatan produk berbahan dasar cokelat. Nib yang dihasilkan didinginkan dan dilumatkan. Proses penghalusan dilakukan  dalam dua tingkat, pertama-tama dengan menggunakan mesin pelumat tipe silinder atau pemasta kasar, selanjutnya diikuti dengan pelumatan lanjut engan silinder berputar sampai diperoleh pasta cokelat dengan kehalusan tertentu. Saat proses pemastaan, suhu pasta dikontrol sedemikian rupa sehingga proses berlanjut dan fase cair tidak berlangsung (Ruku, 2008).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
            Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.      Roaster
2.      Pisau
3.      Neraca Analitik
4.      Tempat sampel
5.      Mesin winnowing
6.      Alat pemasta
7.      Thickness meter
8.      Tisu
3.1.2 Bahan
Adapun bahan  yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.      Biji Kakao
2.      Biji kakao sangrai
3.      Nib
4.      Pasta komersial
3.2 Fungsi Perlakuan dan Skema Kerja
3.2.1 Penyangraian
Pada tahap Penyangraian, tahap awal yang dilakukan yaitu penimbangan biji kakao sebanyak 100 g. Setelah itu, dilakukan penyangraian dengan mesin roaster pada suhu 110-115°C selama 15 menit. Penyangraian ini  bertujuan untuk mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya dari proses pemisahan kulit biji. Setelah dilakukan penyangraian kemudian dilakuka pendinginan dengan tujuan untuk menstabilkan biji kakao dan air teruap secara sempurna, serta agar kulit menjadi rapuh pada permukaan nibnya. Selanjutnya, dilakukan penimbangan yang bertujuan untuk mengetahui berat nib setelah dilakukan proses penyangraian. Setelah ditimbang, kemudian dilakukan pengamatan berdasarkan parameter tekstur, warna, dan kenampakan nib yang telah dilakukan proses penyangraian dengan nib sebelum disangrai.


3.2.2 Pemisahan Kulit

Pada tahap pemisahan kulit ini, hal pertama yang dilakukan adalah penimbangan biji hasil tahap 1 yaitu hasil penyangraian. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat awal biji kakao dari hasil tahap 1. Setelah dilkukan penimbangan, biji tersebut dimasukkan kedalam mesin winnowing. Pemasukkan biji kakao ke dalam mesin winnowing adalah dengan tujuan untuk menjaga nib agar tetap dalam potongan besar (bukan berupa serpih kecil) sehingga mudah dipisahkan dari kulit atau shell. Adanya sepotong kecil nib yang masih melekat dengan shell akan ikut terbuang. Setelah proses winnowing, selanjutnya dilakukan pemisahan kulit dari nib kakao secara manual, karena pada nib tersebut masih terdapat sedikit kulit yang terikut. Selanjutnya nib kakao yang sudah dipisahkan dari kulitnya ditimbang untuk mengetahui berat nib yang didapat. Sedangkan kulit yang dipisahkan juga ditimbang untuk mengetahui berat kulit yang sudah dipisahkan dari nib kakao.
3.2.3 Pemastaan
Proses awal dimulai dengan memasukkan Nib sebanyak 50g kedalam alat pemasta kakao. Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib menjadi ukuran tertentu (<20 mµ) sehingga dapat dihancurkan menjadi pasta cair kental. Penghancuran tersebut bertujuan juga memperbesar luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang akan diekstrak. Setelah itu, pasta yang dihasilkan ditimbang dengan tujuan untuk mengetahui berat pasta yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengukuran partikel pasta dengan thickness meter pada pasta yang dihasilkan dan juga pada pasta komersial. Selanjutnya yaitu dilakukan perbandingan antar kedua pasta tersebut.

BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1    Data Pengamatan
4.1.1   Penyangraian
Ulangan
Sebelum Penyangraian
Warna kulit
Aroma
Tekstur
Warna biji
Berat (g)
1
Coklat muda
Asam dan manis
Keras
Coklat muda
100,09
2
Coklat muda
Asam dan manis
Keras
Coklat muda
100,68
3
Coklat muda
Asam dan manis
Keras
Coklat muda
100
4
Coklat muda
Asam dan manis
Keras
Coklat muda
100,10

Ulangan
Sesudah  Penyangraian
Warna kulit
Aroma
Tekstur
Warna biji
Berat (g)
1
Coklat tua
Terbakar
Lebih rapuh
Coklat gelap
95,08
2
Coklat tua
Terbakar
Lebih rapuh
Coklat gelap
97,72
3
Coklat kehitaman
Terbakar
Lebih rapuh
Coklat gelap
102,09
4
Coklat kehitaman
Terbakar
Lebih rapuh
Coklat gelap
96,99
4.1.2   Winnowing
a.    Sampel Biji Kakao Ulangan 1
Fraksi
Berat Total (g)
Berat Nib (g)
Berat Kulit (g)
Fraksi 1
6,4
6,4
0
Fraksi 2
24,97
20,78
4,33
Fraksi 3
26,77
23, 87
2,96
Fraksi 4
6,16
3,44
2,8
b.    Sampel Biji Kakao Ulangan 2
Fraksi
Berat Total (g)
Berat Nib (g)
Berat Kulit (g)
Fraksi 1
38,64
37,25
1,66
Fraksi 2
19,99
16,26
4,03
Fraksi 3
6,63
5,71
0,92
Fraksi 4
7,72
1,16
6,72
c.    Sampel Biji Kakao Ulangan 3
Fraksi
Berat Total (g)
Berat Nib (g)
Berat Kulit (g)
Fraksi 1
35,87
34,07
1,8
Fraksi 2
24,74
20,89
3,85
Fraksi 3
27,16
23,78
3,38
Fraksi 4
7,12
2,11
5,01
d.   Sampel Biji Kakao Ulangan 4
Fraksi
Berat Total (g)
Berat Nib (g)
Berat Kulit (g)
Fraksi 1
33,14
32,10
1,04
Fraksi 2
20,74
17,04
3,66
Fraksi 3
28,18
24,51
3, 82
Fraksi 4
7,08
2, 82
4,45
4.1.3    Pemastaan
Ulangan
Berat Nib (g)
Berat Pasta (g)
Thickness (mm)
1
2
3
1
50,46
48
30,1
28,1
27,1
2
50
46,53
29,2
30,15
32,15
3
50,12
46,75
43,15
40,15
44,15
4
50,55
49,22
44,15
43,25
44,15

4.2    Hasil Perhitungan
4.2.1   Penyangraian
Perlakuan
Rata – Rata Berat (gram)
Sebelum penyangraian
100,22
Setelah penyangraian
97,97

4.2.2   Winnowing
Ulangan
Fraksi 1 (%)
Fraksi 2 (%)
Fraksi 3 (%)
Fraksi 4 (%)
Nib
Kulit
Nib
Kulit
Nib
Kulit
Nib
Kulit
1
100
0
83,22
16,78
89,17
10,83
55,84
44,16
2
96,4
3,6
81,34
18,66
86,12
13,88
15,03
84,97
3
94,98
5,02
84,44
15,56
87,56
12,44
29,63
70,37
4
96,86
3,14
82,16
17,84
86,98
13,02
39,83
60,17
Rata-rata
97,06
2,94
82,79
17,21
87,46
12,54
35,08
64,92

4.2.3   Pemastaan
Ulangan
Rendemen (%)
Rata – Rata Ukuran Partikel Pasta Kakao (mm)
1
95,12
28,43
2
93,06
30,5
3
93,28
42,48
4
97,37
43,85
Rata-rata
94,78
36,32


 




DAFTAR PUSTAKA


[BPS] Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat , 2011. Pedoman Pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2011. Jakarta Pusat. Badan Pusat Statistik.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional.2008. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 01-2323-2008. Biji Kakao. Jakarta. Dewan Standarisasi Indonesia.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan 2009 – 2011: Kakao.
Direktorat Jendral Perkebunan, Kementerian Perindustrian, Jakarta.
Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan.
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.
Manalu, Lamhot P., M. Yusuf Djafar, tri Yoga Wibawa, dan Himawan Adinegoro. 2017. Proses Pintas Pengolahan Kakao Skala UKM Studi Kasus di Luwu Sulawesi Selatan. Majalah Ilmiah Pengkajian Industri 11 (1): 51-60.
Mulato, W. 2005. Petunjuk Teknis Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember :
        Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Othman, A., A. Ismail, N.A. Ghani and I. Adenan. 2007. Antioxidant capacity and phenolic content of cocoa beans. Food Chemistry 100 : 1523-1530.
Pribadi, E. M. 2014. Evaluasi Dan Pemetaan Pemanfaatan Teknologi Pada Industri kakao. Infomatek, 16(2), 125-134.
Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2010. Outlook Komoditas Pertanian: Perkebunan. Pusat data dan Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Rahardjo, P. 2011. Menghasilkan Benih Dan Bibit Kakao Unggul. Penebar Swadaya Grup.

Rizza, RA; Liang, V., Mc. Mohan, M. and Harrison, G. 2000. Encyclopedia of Foods : A Guide to Healthy Nutrition. London. Academic Press.

Ruku, S. 2008. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Kering Menjadi Produk Olahan Setengah Jadi. Buletin Teknologi dan Informasi, Sulawesi Tenggara, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Supriyanto, S., & Marseno, D. W. Penyangraian Hancuran Nib Kakao dengan Enerji Gelombang Mikro untuk Menghasilkan Cokelat Bubuk. Agritech, 30(4).



Siregar, T. H S., Slamet., dan Laeli N., 2010. Budidaya Cokelat. Jakarta: Penebar swadaya.

Surti, K. 2012. Pemanfaatan Marka Molekuler Untuk Mendukung Perakitan Kultivar Unggul Kakao (Theobroma Cacao L.). Program Studi Agronomi. Institut Pertanian Bogor.

Susanti, Carolina Maria. 2013. Pengaruh Jumlah Pelarut Etanol dan Suhu Fraksinasi Terhadap Karakteristik Lemak Kakao Hasil Ekstraksi Non Alkalized Cocoa Powder. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Wahyudi, T., Pangabean, T. R., & Pujianto, P. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta, 364.




 

0 Response to "Pengolahan Hilir Kakao: Laporan Praktikum"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel