Teknologi Pengolahan Permen: Laporan Praktikum
1.1
Latar Belakang
Permen (candy) merupakan salah satu produk hilir
yang diminati oleh masyarakat, khususnya oleh kalangan anak-anak. Tingginya minat
terhadap produk permen, membuat adanya inovasi dalam mengembangkan produk
permen sehingga terdapat berbagai jenis permen (candy). Meskipun terdapat berbagai jenis permen, bahan utama
pembuatan permen tetaplah gula. Gula yang sering digunakan dalam pembuatan
permen adalah sukrosa, gula invert, sirup glukosa, fruktosa hingga dekstrosa yang
tingkat kemanisannya separuh dari sukrosa. Jenis permen (candy) berdasarkan strukturnya yaitu hard candy (lebih keras, lebih banyak gula, dan sedikit penambahan
flavoring dan pewarna), soft candy yang
komponennya gula dan bahan lain berupa flavoring,
pewarna dan jenis lainnya yaitu komponen ketiga yang sebagian besar komponennya
bukan gula (Wijana, Dkk. 2014).
Contoh produk dari hard candy adalah lollipop dan rock candy. Sedangkan soft candy contohnya adalah marshmallow, nougat. Serta jenis lainnya
atau komponen ketiga yang bahan utamanya bukan gula, contohnya adalah fudge, caramels, dan chocolates.
Dibandingkan dengan permen keras, permen lunak lebih beragam jenisnya. Permen
lunak terdapat yang berbentuk kristal, dan juga terdapat yang tidak memiliki
kristal. Adanya berbagai jenis candy
menunjukkan bahwa produk permen (candy)
dapat terus dikembangkan sehingga pasar untuk permen (candy) terus meluas.
Permen termasuk dalam
produk pangan yang berkalori tinggi karena konsentrasi gulanya secara umum
tinggi. Oleh karena itu permen termasuk produk pangan dengan kandungan gizi
rendah (Sri, 2009). Kandungan gizi rendah pada permen, penunjukkan bahwa
perlunya inovasi dan pengembangan untuk memperoleh permen yang bergizi dan
menyehatkan.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan praktikum
dari pengolahan permen adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui perbedaan perubahan
struktur gula yang dipanaskan pada berbagai suhu tertentu.
2. Mahasiswa mengetahui tingkat kerapuhan brittle hasil pemanasan suhu tertentu.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Permen
Permen (candy) adalah produk pangan yang umumnya berbentuk bulat, dengan
bahan utamanya dari gula atau pemanis dengan tambahan atau tidak penambahan
bahan pangan lain yang lazim dan bahan pangan yang diizinkan (Wijana, Dkk.
2014). Gula yang umum digunakan untuk pembuatan candy adalah sukrosa, gula invert, sirup glukosa, fruktosa dan juga
terdapat dekstrosa yang tingkat kemanisannya separuh dari sukrosa. Klasifikasi candy terbagi menjadi hard candy (lebih keras, lebih banyak
gula, dan sedikit penambahan flavoring dan pewarna), Soft candy yang komponennya gula dan bahan lain berupa flavoring, pewarna dan kelompok ketiga yang sebagian besar komponennya bukan
gula (Wijana, Dkk. 2014).
Contoh dari hard candy adalah lollipop, rock
candy, sedangkan soft
candy contohnya adalah marshmallow,
nougat dan komponen ketiga sebagian besar komponen utamanya bukan gula,
contohnya fudge, caramels, chocolates.
Candy umumnya dibuat dengan cara mencairkan gula di dalam air dengan metode
pemanasan. Perbedaan tingkat pemanasan mempengaruhi hasil candy yang diperoleh, suhu tinggi akan memperoleh permen keras,
suhu sedang cenderung menghasilkan permen lunak dan suhu rendah menghasilkan
permen lunak. Candy termasuk produk
pangan yang berkalori tinggi karena rasanya manis. Permen rendah kandungan
gizinya karena kandungan utamanya gula. Sedangkan komponen lainnya yang berupa flavoring dan pewarna hanya memberikan
kesan peningkatan kualitas rasa dan penampilan permen (Sri, 2009).
2.2 Macam –
Macam Permen
Berdasarkan bahan dasar pembuatan
permen (candy), permen
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hard
candy (permen keras) dan soft candy (permen
lunak). Berdasarkan SNI 3547-1-2008, hard
candy adalah produk pangan jenis selingan berbentuk padat, terbuat dari
gula atau pencampuran gula dengan bahan pemanis lainnya, bisa ditambahkan bahan
tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, dan tidak menjadi lunak
jika dikunyah. Sedangkan soft candy (permen
lunak) menurut SNI 3547-2-2008 merupakan produk pangan selingan padat, terbuat
dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, serta bisa terdapat
penambahan bahan pangan lain atau bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan
dengan tekstur lunak. Dibandingkan dengan permen keras, permen lunak lebih
beragam jenisnya. Penggolongan candy menurut
Melanie De Proff (1979: 542), candy terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Crystaline
candy
Jenis ini merupakan permen yang
mempunyai kristal banyak dan terasa lembut, candy dalam jenis crystalin yang dijual dalam usaha adalah
fondant, fudge, nougat, divinity, yupy,
bon-bon dan proline.
a. Non
Crystaline Candy
Permen ini merupakan permen jenis yang
apabila dipecahkan tidak memiliki kristal dan pada umumnya keras. Produk permen
ini dijual dalam usaha candy termasuk
ke dalam candy non crystaline contohnya
yaitu toffe, caramel, peanut, relaxa,
kopiko dan lain sebagainya.
2.3 Jenis
dan Sifat Permen
Teknologi pengolahan permen,
menghasilkan berbagai jenis permen dan sifatnya disesuaikan dengan besarnya
suhu beserta bahannya. Berikut adalah beberapa jenis permen (March, 2015):
2.3.1 Soft Ball
Permen jenis soft ball merupakan permen dengan pengolahannya dilakukan pemanasan
pada suhu 235-245 F. Permen jenis ini membentuk bola saat berada di air dingin,
namun bentuk dapat rata saat berada di suhu kamar. Contoh permen dari jenis soft ball adalah Fudge dan fondant:
a. Fudge
Fudge adalah permen (candy) yang umumnya lembut, manis dan
kaya akan gula. Fudge dibuat dengan cara mencampurkan gula, mentega, dan susu.
Fudge termasuk dalam permen (candy)
jenis kristal kecil. Pada proses pengolahannya dilakukan pemanasan pada suhu 234
F (112 C) serta dilakukan pendinginan pada suhu 110 F (43 C).
b. Fondant
Fondant adalah larutan gula yang
dipanaskan dengan suhu tertentu hingga terbentuk kristal. Karakteristiknya
berupa warna putih mengkilap, kristal besar, dan teksturnya lembut. Fondant
termasuk dalam softball, dan teksturnya soft
candy sehingga memiliki tekstur lembut.
2.3.2 Firm Ball
Merupakan pengolahan gula sirup
dibentuk bola yang stabil, tetapi kehilangan bentuk bulatnya jika ditekan. Firm ball mengalami proses pemanasan
pada suhu 245-250 F. Contoh produknya adalah caramels candies.
a. Caramels candies
Caramel candy merupakan permen yang
bahan utamanya berupa gula, air serta bahan pendukung seperti pewarna. Karamel
termasuk jenis permen non-kristal yang lunak (chewy candies), terbuat dari gula, sirup jagung, mentega, krim atau
susu yang dipanaskan pada suhu 118-121 C, kadar air sekitar 22%. Warna permen
coklat dan berflavor karamel disebabkan reaksi Maillard atau juga bisa disebut
reaksi pencoklatan non enzimatis.
2.3.3 Hard Ball
Merupakan sirup gula yang
mempertahankan bentuk bola, namun tetap lengket. Sirup gula hard ball mengalami pemanasan pada suhu
250-266 F. Contoh produk dari hard ball adalah
marshmallow.
a. Marsmallow
Marshmallow adalah produk pangan
ringan bertekstur layaknya busa yang terbuat dari campuran gula, gelatin, putih
telur, dan perasa yang dikocok hingga mengembang. Tekstur marshmallow termasuk
dalam soft candy dan tidak mempunyai
kristal (amorf). Suhu yang digunakan untuk pembuatan marshmallow adalah 121-130
C, dengan konsentrasi gula hingga 92%, membuat marshmallow rendah kadar air.
2.3.4 Soft Crack
Termasuk jenis gula yang terdapat
layaknya serat-serat benang yang kuat tetapi luntur. Contoh produk dari soft crack adalah Nougat dan taffy. Soft crack mengalami proses pemanasan
pada suhu 270-290 F.
a. Nougat
Nougat merupakan permen yang salah
satu bahannya adalah kacang panggang (kenari atau hazelnut) dan buah kering
yang dimasak dalam madu atau gula hingga terbentuk pasta. Tekstur dan warna
nougat dipengaruhi oleh bahan yang dipakai. Bahan-bahan yang dipakai yaitu
meizena, gula, putih telur dan bahan tambahan lainnya. Nougat termasuk dalam
jenis candy crystaline dan non crystaline.
2.3.5 Hard Crack
Merupakan gula yang keras, dan akan
pecah jika dicoba untuk diputuskan. Hard
crack termasuk dalam gula yang mengalami pengolahan pada suhu 300-310 F.
Contoh produknya adalah Brittles dan
lollipop.
a. Brittles
Brittle
Candy termasuk dalam permen jenis soft
candy sehingga tekstur lebih lunak serta terdapat bahan tambahan berupa
kacang-kacangan. Brittle candy termasuk
dalam permen tidak mengkristal, tekstur yang rapuh dan terbuat dari gula
(sukrosa), sirup jagung/glukosa (corn/glucose
syrup), lemak, soda kue dan lain-lain. Jenis kacang-kacang yang digunakan
yaitu almond dan kacang tanah. Brittle
candy mengalami pemanasan pada suhu 143-154 C.
b. Lollipop
Permen lollipop termasuk dalam
permen jenis hard candy dan hard crack yang memiliki warna yang
bervariasi untuk dapat meningkatkan daya tarik. Bahan dari pembuatan lollipop
adalah gula kristal, sirup glukosa, pewarna, air dan perisa. Lollipop mengalami
proses pemanasan pada suhu 140 C.
2.4
Perubahan Struktur Gula pada Suhu Pemanasan
Perubahan struktur kimia gula saat pemanasan
disebabkan oleh terjadinya glatinisasi pati yang terjadi pada gula. Glatinisasi
pati adalah reaksi yang menyebabkan berkembangnya granula pati karena adanya
air beserta energi panas yang menyebabkan perubahan struktur granula pada
komponen gula. Struktur granula mempengaruhi viskositas suspensi, sehingga
glatinisasi menyebabkan pati menyerap air dalam jumlah besar selanjutnya
menjadi pecah. Proses glatinisasi pati inilah yang dimanfaatkan untuk membuat
tekstur gula menjadi lebih kental atau bahkan lebih keras. Fenomena ini
dimanfaatkan untuk pembuatan permen (Elok. Dkk, 2017).
Perubahan struktur gula berdasarkan
perbedaan suhu pemanasan dapat dilhat pada tabel berikut:
Tabel 1.
Perubahan struktur gula berdasarkan perbedaan suhu pemanasan
Tahap
|
Suhu (˚C)
|
Produk
|
Thread
|
110 – 113
|
Syrup
|
Soft ball
|
113 – 116
|
Fondant,Fudge, Penuche
|
Firm ball
|
119 – 121
|
Caramels
|
Hard ball
|
121 – 129
|
Divinity,Marshmallows
|
Soft crack
|
132 – 143
|
Butterscotch, Taffy
|
Hard crack
|
149 – 154
|
Brittles, Glace
|
2.5
Brittle
Brittle candy adalah
jenis permen non kristal yang dilakukan pemanasan pada suhu 149 – 154 C (300 –
310 F). Brittle dapat menjadi cepat dingin saat dituangkan di atas permukaan
halus, keras dan dingin, contohnya lempengan marmer. Campuran tersebut dapat
memadat dengan cepat, sehingga tidak cukup waktu untuk terbentuk kristal.
Pengolahan brittle
dengan adanya proses pemasakan menyebabkan terjadinya karamelisasi gula,
menghasilkan warna coklat khas dan flavor mirip karamel, senyawa hasil karamelisasi
dapat berperan dalam mencegah terjadinya kristalisasi gula. Gula invert dapat
diproduksi selama pemasakan, brittle memiliki tekstur yang keras dan rapuh jika dipatahkan (Krishna, 2014).
2.6
Fungsi Bahan Pembuatan Brittle
2.6.1 Gula Kristal Putih (Sukrosa)
Sukrosa termasuk dalam
senyawa kimia golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, warna putih, bersifat
anhydrous, dan larut dalam air. Sukrosa adalah oligosakarida yang digunakan
sebagai pemanis alami pada produk pangan terutama dalam pembuatan permen.
Sukrosa juga berperan dalam terjadinya proses kristalisasi. Penggunaan sukrosa
sebagai bahan utama pembuatan permen adalah kelarutannya. Bila larutan sukrosa
80% dipanaskan hingga 109 C dan kemudian didinginkan hingga 20 C, maka 66,7%
sukrosa akan terlarut dan 13,3% terdispersi. Sukrosa yang terdispersi akan
menyebabkan proses kristalisasi. Oleh karena itu, penggunaan sukrosa harus
diatur secara tepat. Saat dipanaskan, sukrosa dapat berubah warna menjadi
coklat membuat karamel karena reaksi non-enzimatis atau reaksi meillard
(Krishna, 2014).
2.6.2 Sirup Glukosa
Sirup glukosa merupakan
cairan gula kental yang diperoleh dari pati. Sirup glukosa dalam pembuatan
permen berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari permen sehingga tidak
lengket. Penambahan sirup glukosa berfungsi untuk mencegah proses kristalisasi
pada permen atau mencegah terbentuknya kristal besar (Hikmah, 2011).
2.6.3 Air
Air termasuk bahan yang
harus ada dalam pembuatan permen, fungsi air untuk melarutkan gula, sehingga
terbentuk gula larut sempurna. Penggunaan air dengan jumlah yang tepat dapat
mempengaruhi efisensi proses pemasakan dan penggunaan energi. Proses pemasakan
dapat dilakukan dalam kondisi tekanan atmosfer atau dengan aplikasi tekanan
vakum, hal tersebut menyebabkan proses pemasakan dapat dilakukan pada suhu
rendah dalam waktu yang singkat. Fungsi utama air adalah melarutkan gula,
sehingga gula dapat larut secara sempurna. Nilai pH air penting karena jika pH
asam maka dapat menyebabkan inversi sukrosa dan warna gelap. Sedangkan jika pH
alkali (basa) dan menyebabkan berkerak (Buckle dkk, 1987).
2.6.4 Kacang-kacangan
Kacang-kacangan
dan buah-buahan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan produk
candy yang termasuk kedalam jenis candy crystaline dan non crystaline.
Buah-buahan yang dapat digunakan untuk permen yaitu buah yang dikeringkan
seperti kismis, buah yang sudah diawetkan dengan cara dimanisan seperti cherry
dan buah yang masih segar seperti strawberry. Jenis kacang yang dapat digunakan
untuk pembuatan candy yaitu diantaranya kacang kenari, hanzelnuts, peanut,
pecan, pine nuts, pistachio dan walnut (March,2015)
2.6.5 Butter (Mentega)
Butter
adalah emulsi cair dalam minyak dengan komposisi kira-kira 85% lemak susu, 13%
air, 1% protein dan 1% garam. Fungsi mentega dalam pembuatan brittle candy
adalah untuk memberi flavour yang khas dan mempercepat proses emulsi. Butter
digunakan untuk mendapatkan rasa yang khas. Tanpa adanya butter maka produk
yang dihasilkan menjadi keras, mudah melekat, dan sulit untuk menjadi kenyal
(chewy), selain itu juga berpengaruh terhadap flavor. Butter ditambahkan 2-3 ÚC
sebelum suhu akhir tercapai untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Mentega
mengandung energi sebesar 725 kilokalori, protein 0,5 gram, karbohidrat 1,4
gram, lemak 81,6 gram, kalsium 15 miligram, fosfor 16 miligram, dan zat besi 1
miligram (Ketaren, 2009).
2.7
SNI Candy
Berikut adalah syarat
mutu yang perlu dipenuhi untuk produk kembang gula atau permen:
Tabel 2. Syarat
Mutu Kembang Gula Keras
No
|
Kriteria Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1
|
Keadaan
|
||
1.1
|
Bau
|
-
|
Normal
|
1.2
|
Rasa
|
-
|
Normal
(sesuai tabel)
|
2
|
Kadar A
|
% fraksi massa
|
Maks 3,5
|
3
|
Kadar abu
|
% fraksi massa
|
Maks 2,0
|
4.
|
Gula Reduksi (dihitung sebagai gula inversi)
|
% fraksi massa
|
Maks 24
|
5
|
Sakarosa
|
% fraksi massa
|
Min 35
|
6
|
Cemaran logam
|
||
6.1
|
Timbal (Pb)
|
mg/kg
|
Maks. 2,0
|
6.2
|
Tembaga (Cu)
|
mg/kg
|
Maks. 2,0
|
6.3
|
Timah (Sn)
|
mg/kg
|
Maks 40
|
6.4
|
Raksa (Hg)
|
mg/kg
|
Maks. 0,03
|
7
|
Cemaran Arsen (As)
|
mg/kg
|
Maks. 1,0
|
8
|
Cemaran Mikroba
|
||
8.1
|
Angka lempeng total
|
Koloni/g
|
Maks. 5 x 102
|
8.2
|
Bakteri Coliform
|
APM/g
|
Maks. 20
|
8.3
|
E.coli
|
APM/g
|
<3
|
8.4
|
Staphyllococcus aureus
|
Koloni/g
|
Maks.1 x 102
|
8.5
|
Salmonella
|
-
|
Negatif/25g
|
8.6
|
Kapang/Khamir
|
Koloni/g
|
Maks. 1 x 102
|
Sumber:
(SNI, 2008)
Tabel
3. Syarat
Mutu Kembang Gula Lunak
No
|
Kriteria Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
|
Bukan jelly
|
Jelly
|
|||
1
1.1
1.2
|
Keadaan
Bau
Rasa
|
-
-
|
Normal
Normal
(sesuai tabel)
|
Normal
Normal
(sesuai tabel)
|
2
|
Kadar air
|
%fraksi massa
|
Maks. 7,5
|
Maks. 20,2
|
3
|
Kadar abu
|
%fraksi massa
|
Maks. 2,0
|
Maks. 3,0
|
4
|
Gula reduksi (dihitung sebagai gula inversi)
|
%fraksi massa
|
Maks. 20,0
|
Maks. 25,0
|
5
|
Sakarosa
|
%fraksi massa
|
Min.35,0
|
Min 27,0
|
6
6.1
6.2
6.3
6.4
|
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
|
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
|
Maks.2,0
Maks. 2,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
|
Maks. 2,0
Maks. 2,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
|
7
|
Cemaran Arsen (As)
|
mg/kg
|
Maks. 1,0
|
Maks. 1,0
|
8
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
|
Cemaran Mikroba
Angka lempeng total
Bakteri coliform
E. Coli
Staphylococcus aureus
Salmonella
Kapang/khamir
|
koloni/g
APM/g
APM/g
koloni/g
koloni/g
koloni/g
|
Maks. 5 x 102
Maks. 20
<3
Maks. 1 x 102
Negatif / 25 g
Maks.1 x 102
|
Maks. 5 x 104
Maks. 20
<3
Maks. 1 x 102
Negatif/25 g
Maks. 1 x 102
|
Sumber : (SNI, 2008)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah
3.1.1
Alat
1.
Pemanas/kompor
2.
wadah (panic/beaker glass)
3.
Pengaduk
4.
thermometer
5.
Kamera
6.
Sendok
3.1.2
Bahan
1.
Gula kristal putih
2.
Air putih
3.
Pewarna
3.2 Fungsi Perlakuan
3.2.1
Perubahan Struktur Gula
langkah awal dalam
praktikum ini adalah penimbangan gula sebanyak 200 gram dan air sebanyak 200
ml. Gula berfungsi untuk bahan utama pembuatan candy dan untuk memberikan rasa
manis pada candy, sedangkan air berfungsi untuk melarutkan kristal gula.
Kemudian dilakukan pemanasan hingga gula larut. Sebelum mendidih, dilakukan
penambahan pewarna makanan sebanyak 2 tetes. Pewarna makanan berfungsi untuk
memberikan warna pada candy agar terlihat lebih menarik. Selanjutnya dilakukan
pengambilan 1sendok sampel pada suhu 102,110,115,120,125,135 dan 145 °C.
perbedaan suhu pengambilan sampel ini bertujuan untuk mengetahui bentuk candy
yang dihasilkan pada suhu tertentu. Sampel yang telah diambil langsung
dicelupkan kedalam air selama 5 detik. Hal ini bertujuan sebagai tempering atau
pengkondisian suhu setelah pemanasan. Langkah terakhir yang dilakukan adalah
pengamatan bentuk candy.
3.2.2 Pembuatan Candy Brittle
Pada proses pembuatan brittle candy, mula mula
GKP, Sirup glukosa dan air dicampur menjadi satu. Pada pembuatan brittle,
terdapat dua perlakuan yakni pemanasan dengan suhu 120 oC dan suhu
150 oC. Perbedaan suhu ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara
perlakuan berbeda dari segi suhu. Setelah pemanasan kemudian dilakukan
penambahan mentega yang berperan dalam segi flavour, kemudian baking soda
sebagai pembentuk tekstur dan penambahan kacang tanah sangrai sebagai toping
dari brittle. Setelah dicampur kemudian adonan dituang pada loyang yang sudah
dilapisi alumunium foil dan sudah disemproti dengan minyak ataupun diolesi
dengan margarin. Setelah dituang kemudian di tempering agar brittle mengeras
lalu dilakukan pengujian kerapuhan.
BAB 4. DATA PENGAMATAN
4.1 Perubahan Struktur
Gula
Perubahan
struktur gula pada pemanasan
Suhu
|
Jenis
|
Tekstur
|
Warna
|
|
Ulangan 1
|
||||
102oC
|
-
|
Encer
|
Terang
|
|
110oC
|
Thread
|
Agak kental
|
Sedikit terang
|
|
115oC
|
Soft ball
|
Kental dan lunak
|
Terang,tidak mengkilap
|
|
120oC
|
Firm ball
|
Sedikit keras, dapat
dibentuk
|
Terang,tidak mengkilap
|
|
125oC
|
Hard ball
|
Keras
|
Terang, mengkilap
|
|
135oC
|
Soft crack
|
Keras, dan rapuh
|
Gelap, mengkilap
|
|
145oC
|
Hard crack
|
Keras,
dapat dipatahkan
|
Lebih gelap, mengkilap
|
|
Ulangan 2
|
||||
102oC
|
-
|
Encer
|
Terang
|
|
110oC
|
Thread
|
Agak kental
|
Sedikit terang
|
|
115oC
|
Soft ball
|
Kental dan lunak
|
Terang,tidak mengkilap
|
|
120oC
|
Firm ball
|
Sedikit keras, dapat
dibentuk
|
Terang,tidak mengkilap
|
|
125oC
|
Hard ball
|
Keras
|
Terang, mengkilap
|
|
135oC
|
Soft crack
|
Lebih keras, dan rapuh
|
Terang, mengkilap
|
|
145oC
|
Hard crack
|
Keras, dan lebih rapuh
|
Gelap, mengkilap
|
|
Ulangan 3
|
||||
102oC
|
-
|
Encer
|
Terang
|
|
110oC
|
Thread
|
Ditarik
dapat putus
|
Sedikit terang
|
|
115oC
|
Soft ball
|
Lunak,
bisa dipipihkan
|
Terang,tidak mengkilap
|
|
120oC
|
Firm ball
|
Bisa
ditekan, dapat
dibentuk
|
Terang,tidak mengkilap
|
|
125oC
|
Hard ball
|
Keras dan bisa dibentuk
|
Agak
gelap, mengkilap
|
|
135oC
|
Soft crack
|
Keras,
mudah patah
|
Gelap, mengkilap
|
|
145oC
|
Hard crack
|
Keras, lebih mudah patah
|
Gelap, mengkilap
|
Pengamatan
Candy Brittle
Suhu (°C)
|
Kemudahan dipatahkan
|
150
|
Belum bisa dipatahkan, masih elastis
|
120
|
Tidak bisa di patahkan bertekstur
lembek
|
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1
Perubahan Struktur Gula Pada Pemanasan
Perubahan struktur gula
pada pemanasan dilakukan 3 kali pengulangan, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Suhu yang digunakan untuk pemanasan candy
adalah 102, 110, 115, 120, 125, 135, dan 145 oC.
Pada candy yang
dipanaskan pada suhu 102 oC dari ketiga pengulangan menunjukan data
yang sama yakni tekstur gula yang masih encer, hal tersebut dikarenakan air
yang mendidih belum terevaporasi, selain itu juga, warna masih terang hal
tersebut juga dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang rendah.
Pada candy yang
dipanaskan pada suhu 110 oC dari ketiga pengulangan menunjukan dua
data yang sama yakni tekstur agak kental, sedangkan data yang lainnya
menyatakan bahwa tekstur dapat putus apabila ditarik. Warnanya sedikit terang
dikarenakan air yang digunakan untuk melarutkan gula mulai terevaporasi. Candy
yang dipanaskan pada suhu ini tergolong dalam jenis thread.
Candy yang dipanaskan
pada suhu 115 oC dari dua data menunjukan data yang sama yakni
memiliki tekstur Kental dan lunak, warnanya terang dan tidak mengkilap keduanya,
dikarenakan air yang tadinya digunakan untuk melarutkan gula mulai
terevaporasi. Candy yang dipanaskan pada suhu ini tergolong dalam jenis Soft
ball. Data satunya menyatakan bahwa candy yang dipanaskan pada suhu 115 C lunak
bisa dipipihkan, serta warnanya terang dan tidak mengkilap.
Candy
yang dipanaskan pada suhu 120 oC dari ketiga pengulangan menunjukan
data yang sama yakni memiliki tekstur yang sedikit keras dan dapat dibentuk.
Warnanya terang namun tidak mengkilap keduanya dikarenakan air yang tadinya
digunakan untuk melarutkan gula mulai terevaporasi secara optimal. Candy yang
dipanaskan pada suhu ini tergolong dalam jenis Firm ball.
Candy
yang dilakukan pemanasan pada suhu 125 oC dari kedua pengulangan
menunjukan data yang sama yakni memiliki teksturnya keras dan tidak mudah rapuh.
Warnanya terang mengkilap, hal tersebut disebabkan karena air yang tadinya
digunakan untuk melarutkan gula mulai terevaporasi secara optimal. Candy yang
dipanaskan pada suhu ini tergolong dalam jenis Hard ball. Sedangkan pengulangan
ketiga, menunjukkan data gula dengan tekstur keras, namun bisa dibentuk dan
agak mengkilap. Hal tersebut disebabkan karena proses pemanasan yang kurang
sempurna.
Permen
(candy) yang mengalami proses pemanasan pada suhu 135oC dan suhu 145
oC menunjukkan hasil yang sebagian besar teksturnya keras serta rapuh
ketika dipatahkan, dari segi warna nampak mulai gelap serta mengkilap. Candy
yang dipanaskan pada suhu ini termasuk dalam kategori soft crack (135 C) dan
hard crack (145 C). Data tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara gula yang dilakukan pemanasan pada suhu 135 C, dengan gula
yang dipanaskan pada suhu 145 C. Namun, gula yang dipanaskan pada suhu 145 C
lebih mudah rapuh gelap, karena proses pemanasan dengan suhu tinggi menyebabkan
struktur gula lebih keras.Pada dasarnya, ketiga pengulangan yang dilakukan
seharusnya menunjukan data yang sama. Perbedaan data yang diperoleh dikarenakan
adanya kesalahan praktikan yang salah mengatur suhu pemanasan. Dari kegiatan
ini menjadikan praktikan tahu perbedaan secara nyata dari pengolahan candy
dengan perbedaan suhu yang telah ditentukan (Sri, 2009).
5.2
Brittle Candy
Brittle
candy adalah permen jenis soft candy disebabkan terdapat penambahan bahan berupa
kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) serta tidak mengalami
proses kristalisasi yang disebabkan karena adanya penambahan sirup glukosa
didalamnya, namun mengalami proses karamelisasi. Brittle adalah jenis
convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras dengan penambahan kacang-kacangan didalamnya
seperti pecan, almond, atau kacang (lukas, 2011).
Data
praktikum menunjukkan bahwacandy yang dipanaskan dengan suhu 150oC
mudah patah dan memiliki tekstur yang keras. Sedangkan pada candy yang
dipanaskan dengan suhu 120oC tidak mudah patah hal ini dikarenakan
tekstur yang masih lembek.
Berdasarkan
referensi, permen brittle memiliki terkstur keras tapi rapuh. Hal ini
disebabkan perbedaan suhu perlakuan, menurut literatur De Man (1997) tekstur
keras dan rapuh dikarenakan brittle diolah pada suhu 150 oC yang merupakan suhu
pemanasan untuk jenis hard crack. Campuran gula dan air dipanaskan ke tahap
hard crack sesuai dengan suhu sekitar 300°F (149-154°C) menyebabkan permen
brittle ketika dingin dapat dengan mudah
patah menjadi kepingan-kepingan (Ramadhan, 2012). Berbeda dengan perlakuan
kedua yang hanya dipanaskan sampai suhu 120 ˚C, permen tahap firm ball (117-120˚C) dimana ketika
dipanaskan pada suhu ini, sirup gula
berbentuk bola dapat dimasukkan ke dalam air dan memiliki tekstur yang
lembut, sehingga dapat digulung diantara jari-jari (Honig, 1963). Data yang
hasil pemanasan pada suhu 120 C, tidak dikehendaki untuk permen brittle karena
diharapkan teksturnya keras dan mudah rapuh ketika dipatahkan sedangkan pada
tahap ini dihasilkan permen yang lembek. Hal tersebut disebabkan kare suhu
pemanasan yang kurang tepat. Suhu yang tepat untuk pembuatan brittle adalah
149-154 C. Sedangkan pemanasan pada suhu 120 C cocok untuk permen chewy candies
jenis firm ball (117-120 C) (Gracia, 2014).
BAB 6. PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil adalah:
Struktur larutan gula
yang dihasilkan pada pemasan suhu 102 0C seperti larutan gula, suhu
110 0C bentuk sedikit mengental dan sifatnya dapat ditarik namun
tidak terbentuk serat dan tidak dapat dibentuk, suhu 115 0C apabila
ditarik sirup akan membentuk serat yang tidak putus dan jatuh ke bawah, suhu
120 0C apabila ditekan akan berubah bentuk dengan mudah dan dapat
dibulatkan kembali, suhu 125 0C apabila ditekan akan berubah bentuk
tetapi sedikit keras dan tidak dapat dikembalikan ke bentuk bulat lagi, suhu 135
0C apabila ditarik terdapat serat yang tidak putus, dan suhu 1450C
apabila ditarik mudah patah, hal ini menunjukan perbedaan suhu yang digunakan
dapat mempengaruhi kualitas struktur gula. Pada
pengolahan brittle candy, suhu 120 tidak cocok untuk pembuatan brittle, karena
pada dasarnya suhu yang dihunakan untuk mengolah brittle candy adalah 1490C.
6.2 Saran
Praktikum
dapat terlaksana dengan baik, namun terdapat kekurangan yaitu alat praktikum
yang masih terbatas, sehingga praktikum tidak dapat dilaksanakan lebih cepat,
efektif dan efisien. Alangkah lebih baik jika peralatan praktikum tersedia
lengkap.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan
Standarisasi Nasional. 2008. Kembang gula-bagian 2: keras. SNI 3547-01 2008.
Jakarta: BSN.
Badan
Standarisasi Nasional. 2008. Kembang gula-bagian 2: lunak. SNI 3547-02-2008.
Jakarta: BSN.
Buckle,
K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press
Elok
Waziiroh, Teti. E dan Widya D. R. P. 2017. Umbi-umbian
dan Pengolahannya. Malang: Universitas Brawijaya Press.Gracia, P.M. dan
Sherrington, K.B. 2014. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi
kedua. Yogyakarta: UGM Press.
Hikmah,
Novita. 2011. Membuat Permen Jelly. Surabaya: Penerbit Trubus Agrisarana.
Krishna, S. 2014. Teknologi Pembuatan Permen. Ebookpangan.com.
Lukas, et al. 2011. Soft
Candy Dari Bahan Aktif Oleoresin Temulawak
(Curcuma Xanthorhiza Roxb.). Bogor: Pusat Audit Teknologi, Pusat Teknologi Agroindustri, Alumus Institut Pertanian Bogor.
(Curcuma Xanthorhiza Roxb.). Bogor: Pusat Audit Teknologi, Pusat Teknologi Agroindustri, Alumus Institut Pertanian Bogor.
March, L.F. 2015.
Aplication of Research to Problem of Candy Manufacture.
Advance
In Food Research. Academy Press Inc. Publ. New York.
Sri. 2009. Laporan Magang. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Wijana,
S., Mulyadi, A. F., & Septivirta, T. D. T. (2014). Pembuatan permen jelly
dari buah nanas (Ananas comosus L.) subgrade (kajian konsentrasi karagenan dan
gelatin). Jurnal. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.
0 Response to "Teknologi Pengolahan Permen: Laporan Praktikum"
Post a Comment