Laporan Teknologi Pengolahan Teh Hitam


BAB 1. PENDAHULUAN



 1.1 Latar Belakang



Ekspor komoditas perkebunan Indonesia sebagian besar masih merupakan hasil komoditas primer. Termasuk juga hasil komoditas perkebunan teh. Volume ekspor teh mencapai 95,6 persen yang masih dalam bentuk teh curah. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas perkebunan merupakan salah satu penghasil devisa bagi negara (Suprihatini, dkk. 2017). Oleh karena itu, diperlukan pengolahan hulu teh yang tepat supaya diperoleh hasil pengolahan hulu teh yang sesuai dengan persyaratan mutu terbaik.Teh merupakan hasil perkebunan yang mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan sehingga teh banyak dikonsumsi oleh masyarakat, bukan hanya oleh masyarakat Indonesia, namun juga masyarakat dunia termasuk juga orang-orang Eropa.Diantara beberapa senyawa kimia yang paling besar peranannya dalam pembentukan cita rasa dan berbagai khasiat istimewa teh adalah katekin. Multi khasiat senyawa katekin membuat peluang pasar baru sehingga teh dapat dimanfaatkan lebih luas, bukan hanya sekedar minuman pemberi rasa nikmat. Manfaat dari senyawa katekitan bagi ilmu kesehatan antara lain untuk melawan penyakit-penyakit pada era modern, seperti gangguan pembuluh darah, kolestrol, mencegah tumor dan kanker (Syah, 2006).




1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari kunjungan lapang Kebun Teh Purwosari adalah sebagai berikut:
  1. Mahasiswa mengetahui dan memahami proses pengolahan teh hitam di Kebun Teh                     Wonosari.
  1. Mahasiswa dapat membandingkan antara proses pengolahan teh hitam di Kebun teh                   Wonosari dengan proses pengolahan teh sesuai literatur.
1.3 Luaran



Adapun luaran yang diperoleh dari kunjungan lapang ini yaitu

  1. Mahasiswa menjadi paham dan mengerti proses pengolahan teh hitam di Pabrik Teh                   Wonosari.
  1. Mahasiswa memiliki pandangan tentang seluk beluk teh
  1. Mahasiswa dapat membandingkan proses produksi teh yang didapatkan saat perkuliahan           dengan proses produksi teh di Pabrik Teh Wonosari.

BAB 2. PEMBAHASAN
 2.1 Pengolahan Teh Hitam sesuai Literatur
Pada proses pengolahan teh hitam, terdapat dua jenis pengolahan. Yaitu pengolahan secara orthodox dan CTC. Pada pengolahan CTC meliputi proses Crush, Tear & Curl dimana layu diputar diantara putaran dua rol mesin dengan arah yang berbeda.  Sedangkan pada pengolahan secara orthodox mengalami proses penggulungan dan penggilingan (Setyamidjaja, 2000).
2.1.1 Pengolahan Teh Hitam Metode Orthodox
Pada pengolahan teh hitam metode orthodox, mutu teh hasil hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya berupa daun teh segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik akan mudah diperoleh apabila bahan segarnya (pucuk teh) bermutu baik. Secara fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh, segar dan berwarna kehijauan (Setyamidjaja, 2000). Berikut adalah diagram proses pengolahan teh metode orthodox.
Diagram 1. Pengolahan teh Orthodox
Pada proses pelayuan teh hitam orthodox, kegiatan pelayuan terdiri dari beberapa langkah yaitu pembeberan pucuk, pengaturan udara sekitar, kapasitas palung pelayuan, tingkat layu pucuk dan lama pelayuan. Selanjutnya pada proses penggulungan, akan membuat dinding sel rusak, sehingga sel keluar di permukaan dengan merata menyebabkan terjadinya oksidasi enzimatis (fermentasi). Penggulungan menyebabkan fisik daun mudah untuk digiling. Selanjutnya pada proses penggilingan, gulungan daun teh akan menjadi berukuran lebih kecil, cairan sel keluar semaksimal mungkin dan dihasilkan bubuk basah sebanyak-banyaknya.
Kemudian pada proses sortasi basah, bertujuan untuk memperoleh bubuk yang seragam serta memudahkan dalam proses pengeringan. Umumnya mesin yang biasa dipakai adalah Rotary Ball Breaker. Mesin ini menggunakan ayakan dengan ukuran mesh (Polli, 2001).
Setelah disortasi basah, daun teh mengalami fermentasi atau oksidasi enzimatis yang merupakan oksidasi senyawa polifenol reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim polifenol oxsidase. Fermentasi dipengaruhi beberapa faktor mulai dari kadar air daun, suhu, kelembaban, kadar enzim, jenis bahan  serta oksigen (Henry Herawati, 2008).                                                                                
Setelah daun teh mengalami fermentasi, daun teh dilakukan proses pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi yang dialami oleh senyawa polifenol pada bubuk teh. Dengan adanya pengeringan, kadar air dalam teh bubuk akan berkurang, sehingga teh tahan lama dalam penyimpanan. Teh yang dihasilkan berwarna hitam
Setelah proses fermentasi, teh dilakukan proses sortasi kering yang bertujuan untuk memisah-misahkan teh bubuk kering menjadi jenis tertentu sesuai yang dikehendaki. Tujuan sortasi kering adalah memperoleh ukuran dan warna partikel teh kering seragam sesuai dengan standar yang dinginkan konsumen (Setyamidjaja, 2000).
Teh hitam yang diperoleh dengan metode orthodox umumnya berbentuk agak pipih, citra rasa kuat, penyajian lambat, dan kebutuhan penyeduhan 400-500 cangkir/kg teh (Polli, 2001).







2.1.2 Pengolahan Teh Hitam Metode CTC
Pada pengolahan teh hitam dengan metode CTC, diperlukan pucuk halus, karena pucuk halus membantu kelancaran proses penggilingan. Oleh karena itu, bahan baku harus terdiri dari pucuk teh yang halus (minimal 60%) dan utuh. Pemetikan juga berpengaruh terhadap mutu kualitas teh yang dihasilkan. Apabila daun teh yang dipetik tua, maka teh yang dihasilkan kualitasnya rendah karena kandungan polifenol daun semakin rendah. Sedangkan, daun yang dipetik muda atau pada waktu yang tepat, mutu teh yang dihasilkan tinggi karena kandungan polifenol tinggi (Setyamidjaya, 2000).
Pada proses pengolahan teh hitam metode CTC, dimulai dari proses pelayuan, penggilingan persiapan, gilingan CTC, fermentasi, pengeringan dan sortasi. Berikut adalah diagram proses pengolahan teh hitam CTC.

Diagram 2. Pengolahan Teh Hitam Metode CTC

Pada proses pengolahan teh hitam dengan metode CTC, langkah awal dilakukan dengan proses pelayuan, pelayuan merupakan langkah awal dalam pengolahan teh hitam yang meliputi proses biokimia dan fisiologis pada jaringan daun teh yang telah dipetik. Pada proses pelayuan daun teh mengalami dua perubahan yaitu: (1) perubahan fisik, menurunnya kandungan air dalam daun, menyebabkan daun teh lemas dan menjadi lentur. (2) perubahan kimia, terjadi perubahan senyawa-senyawa kimia pada daun teh. Tujuan pelayuan untuk memekatkan cairan sel sampai kondisi optimum untuk mempermudah proses fermentasi teh tahap pengolahan selanjutnya. Umumnya proses pelayuan berlangsung selama 12-18 jam dengan suhu udara ruangan 20-26 C dan kelembapan udara 60-75%, sekitar 6 jam dilakukan pembalikan dan sesuai dengan syarat bahwa sebagian pucuk yang akan dibalik sudah mendekati kondisi layu (Setyamidjaya, 2000).
Setelah itu daun teh yang telah dilakukan proses pelayuan, dilakukan proses penggilingan persiapan, proses ini berfungsi untuk memisahkan komponen asing pada pucuk teh setelah mengalami pelayuan. Komponen asing tersebut dipisahkan dengan menggunakan ayakan yaitu Green Leaf Sifter (GLS). Penggilingan menyebabkan kontak antara enzim, senyawa polifenol dan oksigen. Setelah melewati GLS, pucuk daun teh masuk ke dalam bagian rotorvane. Tujuan dari penggilingan ini untuk memotong dan memecahkan sel daun sehingga cairan daun keluar dan terjadi kontak antara enzim, polifenol dan oksigen. Selain itu ukuran daun mengecil menyebabkan permukaan kontak enzim dengan polifenol dan oksigen memperluas.
Setelah melewati bagian rotorvane, pucuk teh menuju mesin CTC triplek pada mesin ini, pucuk daun teh mengalami proses pemotongan, pemecahan, dan penggulungan yang mengakibatkan pecahnya sel daun teh. Hal ini menyebabkan cairan sel akan keluar dengan sempurna. Polifenol yang terkandung dalam teh akan mengalami reaksi oksidasi enzimatis dikatalisis oleh enzim polifenol oksidase memungkinkan terjadinya proses oksidasi enzimatis membentuk rasa, aroma, dan warna teh khas. Selama proses penggilingan CTC suhu dan kelembaban ruangan dijaga agar tetap stabil. Suhu ruangan berkisar antara 21-25 C dan RH ruangan berkisar antara 90-95%. Hal ini berfungsi untuk mencegah menguapnya senyawa aromatik (Henry Herawati, 2008).
Setelah daun teh mengalami fermentasi, pucuk daun teh dilakukan proses pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan oksidasi enzimatis senyawa polifenol dalam teh pada saat komposisi zat-zat pendukung mutu mencapai keadaan optimal. Proses pengeringan berlangsung selama 18-20 menit, suhu udara masuk (inlet) 110-120 C dan suhu udara keluar (outlet) antara 80-90 C. Setelah keluar dari alat pengering, bubuk teh diuji organoleptik dan kadar airnya. Apabila teh memenuhi standar, maka akan masuk ke dalam proses sortasi tetapi jika tidak memenuhi standar akan dijadikan mutu lokal pada umumnya (Setyamidjaja, 2000).
Setelah itu masuk pada proses sortasi, merupakan proses pengelompokan teh berdasarkan ukuran mesh/grade tertentu sehingga diperoleh partikel teh seragam, serta memisahkan bubuk teh dari tangkai kering dan serat merah. Bubuk teh dari pengeringan tidak langsung disortasi sebab suhu tinggi pada lapisan vernis yang melapisi teh akan dapat menyebabkan pecah karena mesih sortasi. Setelah disortasi, pucuk daun teh dilakukan pengamasan dan disimpan di tempat penyimpanan (Setyamidjaja, 2000).
Hasil pengolahan teh hitam dengan metode CTC umumnya bentuk teh berupa butiran, citra rasa kurang lebih baik dibanding dengan metode orthodox, prosesnya cepat dan kebutuhan penyeduhan 800-1000 cangkir/kg teh (Polli, 2001).


2.2 Pengolahan Teh Hitam Kebun Teh Wonosari
Pada pengolahan teh hitam di Kebun Teh Wonosari PT. Perkebunan Nusantara XII, pengolahan teh hitam dilakukan dengan metode CTC (Crush, Tear, Curl). Metode tersebut tidak jauh beda prosesnya dengan metode CTC yang sesuai dengan literatur, kemungkinan sedikit berbeda hanya pada bagian controlling atau pengendalian pada prosesnya.
Pada proses awalnya, dilakukan penerimaan pucuk daun teh, daun teh ditimbang dan dianalisa kemudian dilakukan pelayuan pada suhu maksimal 27 C, dilakukan pembalikan pucuk 6 jam setelah penghamparan serta dilakukan monitoring tingkat layu setiap dua jam sekali. Lama pelayuan kurang lebih 12-18 jam dan fungsi pelayuan adalah untuk membuat daun lemas dan mengurangi kadar air antara 30-31 %..
Setelah itu dilanjutkan dengan proses penggilingan CTC dimulai dengan melalui GLS dalam kondisi bersih. Dilanjutkan penggilingan pada rotorvane pada suhu maksimal 28 C. Setelah itu dilakukan penggilingan pada CTC triplek dengan suhu maksimal 35 C dengan kelembaban udara 90% - 96%. Proses penggilingan menyebabkan keluarnya cairan sel polifenol dan cairan tersebut mengalami proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Lama oksidasi enzimatis yaitu 80-90 menit dengan kelembaban udara 90-95 % pada suhu 21-24 C. Proses fermentasi menyebabkan timbulnya aroma, warna dan rasa khas teh hitam.
Kemudian dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan oksidasi enzimatis, menurunkan kadar air menjadi 3-4%. Suhu inlet antara 125-140 C, suhu outlet 80-90 C. Proses pengeringan dilakukan selama 18-20 menit dan dilakukan juga uji indrawi.
Setelah itu daun teh hasil pengeringan dilakukan sortasi yang berfungsi untuk memindahkan teh kering sesuai dengan jenis mutu/grade. Dilakukan pengambilan sampel pada setiap kelompok teh hitam sesuai mutunya. Selanjutnya dilakukan proses pengemasan, 1 chop berkisar 1000-1300 kg, papersack diberi merk sesuai jenis mutu dan pengambilan sampel per papersack. Tahap terakhir adalah penyimpanan sesuai dengan jenis mutunya pada ruangan yang bersih dan suhu ruang 27 C, RH 70%, disimpan di atas pele dan dilakukan pengiriman berdasarkan keinginan konsumen. Alat angkut (kendaraan) harus bersih dan kering (Faliman, dkk. 2013).


BAB 3. PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kunjungan lapang di Kebun Teh Wonosari PT. Perkebunan Nusantara XII adalah sebagai berikut:
1.      Pengolahan teh hitam dibedakan menjadi dua, yaitu pengolahan teh hitam dengan metode orthodox dan metode CTC.
2.      Pengolahan teh hitam metode orthodox diperoleh teh hitam dengan citra rasa lebih kuat namun prosesnya lebih lama, sedangkan pengolahan teh hitam metode CTC citra rasa kurang kuat dibanding orthodox, namun prosesnya cepat.
3.      Kualitas mutu daun teh hasil pemetikan, mempengaruhi kualitas teh hasil pengolahan teh hitam.
4.      Pengolahan teh hitam metode CTC di Kebun Teh Wonosari, hampir sama prosesnya dengan metode CTC sesuai literatur. Hanya berbeda pada controlling atau pengendalian prosesnya.
1.2  Saran
Kegiatan kunjungan lapang di Kebun Teh Wonosari PT. Perkebunan Nusantara XII, berjalan dengan lancar dan sukses namun terdapat beberapa kendala. Kendalanya yaitu pada saat kunjungan di Pabrik Teh Wonosari untuk mengamati pengolahan teh hitam, kurang kondusif suasananya dan terpisah dengan kelompok. Alangkah lebih baik jika suasana dapat dibuat lebih kondusif dan mahasiswa tidak terpisah dengan kelompoknya.

DAFTAR PUSTAKA


Faliman, S. V., Oktaviani, S., & Lianto, P. (2013). Proses pengolahan teh hitam metode ctc di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Afd. Wonosari Malang.

Henry Herawati. 2008. Komponen Aktif Teh. Majalah Food Review.

Polli, D. 2001. Manajemen Mutu Pengolahan dan Produksi Teh. PTPN XII. Surabaya

Setyamidjaja, D. 2000. Teh, Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius

Suprihatini, dkk. 2017. Kebijakan Percepatan Pengembangan Industri Hilir Perkebunan: Kasus Teh dan Sawit. Jurnal Industri Hilir Perkebunan.

Syah, A. N. A. 2006. Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau. AgroMedia.




0 Response to "Laporan Teknologi Pengolahan Teh Hitam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel