Laporan Praktikum Analisis Mutu Pangan (Air, Debu, Vitamin C, Glukosa, Kadar Lemak, Protein)
LAPORAN
PRAKTIKUM
ANALISA
MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
Disusun Oleh
Nama : Muhammad Irsyad
Haznim
NIM :
171710101086
Kelompok/Kelas : 7/ THP B
Asisten : 1. Sayyidah Nilatul Fauziyah
2. Afina
Desi Wulandari
3. Mulyati
Rahmawati
4. Annisafitri
5. Alifia
Rachmawati
6. Dian Pelita Damayanti
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan
kebutuhan pokok manusia dalam rutinitas sehari-hari. Pangan merupakan sarana
penting untuk menyediakan energi dalam menunjang kemampuna tubuh menjalani
rutinitas setiap hari. Tetapi pangan yang memiliki kualitas mutu rendah, tidak
dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi tubuh (Andjar, 2017).
Mutu pangan adalah
integritas dan kualitas produk yang dihasilkan produsen dan berhak didapatkan
oleh konsumen. Mutu pangan juga merupakan karakteristik menyeluruh dari suatu
wujud pangan produk, kegiatan, proses, dan kandungan gizi (Titis Sari K.dkk,
2017). Oleh karena itu, analisis mutu pangan merupakan analisis yang penting
untuk mengetahui kualitas mutu pangan tersebut dilihat dari kandungan gizi dan
perhitungannya.
Pada
era sekarang industri pangan terus berkembang, oleh karena itu analisis mutu
pangan sangatlah penting untuk mengidentifikasi dan mengembangkan kualitas mutu
pangan tersebut sehingga dapat menghasilkan produk yang dapat diterima dan diminati
masyarakat.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Analisa
2.1.1 Kadar Air
Prinsip analisis kadar
air adalah merupakan penentuan kadar air metode oven (gravimetri) dengan cara
pemanasan bahan pada titik didih air sehingga air menguap. Pengukuran kadar air
dinilai dari pengurangan berat sebelum pemanasan dengan sesudah pemanasan.
Prinsip analisis lainnya yaitu menggunakan metode destilasi berkelanjutan
menggunakan pelarut immicible. Air
terkumpul pada tabung pertama, volume air yang terkumpul dapat diketahui.
Posisi air berada di bawah pelarut, dan pelarut akan kembali ke labu didih
(Tejasari, 2005).
2.1.2 Kadar Abu
Prinsip analisis kadar
abu yaitu perhitungan jumlah mineral atau abu yang merupakan sisa pembakaran
bahan-bahan organik maupun anorganik pada saat proses pengabuan dalam dua
tahap. Pengabuan kering (dry asing)
dilakukan pada semua jenis mineral kecuali Fe dan As, pada suhu yang
disesuaikan dengan jenis mineral berkisar 450-480 C. Pada pengabuan basah (wet digestion), ditujukan pada mineral
As, Cu, Pb, Sn, dan Zn, dengan suhu tidak melebihi titik didih senyawa supaya
kandungan mineral tidak banyak hilang (Tejasari, 2005).
2.1.3 Kadar Protein
Prinsip analisis kadar
rotein adalah mengukur kadar nitrogen di dalamnya. Prinsip analisis kadar
protein menurut metode Kjeldahl adalah oksidasi senyawa organik oleh senyawa
asam sulfat menjadi karbon dioksida, air, nitrogen. Nitrogen dilepas dalam
bentuk amonia (amonium sulfat), sedangkan karbon dioksida dan air terpisah
disebabkan proses destilasi.
Terjadi reaksi
kelebihan asam pada amonia membentuk amonium sulfat. Larutan tersebut dibuat
basa dan amonia diuapkan sambil diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen pada
larutan ditentukan dengan jumlah asam HCI 0,02 N pada tahap titrasi. Kadar
protein dihitung dari jumlah gram nitrogen dikali dengan faktor konversi pada
perhitungan bahan pangan (Tejasari, 2005).
2.1.4 Kadar Lemak
Prinsip
analisis lemak/minyak berdasarkan ekstraksi soxhlet, lemak atau minyak
diekstraksi dengan pelarut lemak atau minyak (seperti ptroleum benzen,
petroleum ether, dan lain-lain). Setelah pelarutnya diuapkan, lemak atau minyak
ditimbang dan dilakukan perhitungan persentasenya (Tejasari, 2005).
2.1.5 Kadar Gula Reduksi
Prinsip kadar gula
reduksi berdasarkan Nelson-Somogy, adalah perhitungan kadar amilosa. Terdapat
beberapa prosedur yang digunakan, yaitu prosedur persiapan sampel cair, prosedur
persiapan sampel padat, perisiapan kurva standar, dan prosedur penentuan
kandungan total gula (Tejasari, 2005).
2.1.6 Kadar Vitamin C
Prinsip analisis kadar
vitamin C adalah mengukur dan menetapkan kadar vitamin C dengan metode titrasi
Jod. Sampel yang telah ditambahkan larutan amilum 1% sebanyak 2ml dan dititrasi
menggunakan iodine sampai berubah warna menjadi biru pekat. Selain itu juga
terdapat senyawa pereksi yang berfungsi membantu proses titrasi untuk dapat
mengetahui kadar vitamin C. Setelah proses titrasi, maka dapat dilakukan
perhitungan untuk mengetahui kadar vitamin C produk pangan tersebut (Tejasari,
2005).
2.2
Komposisi Kimia Bahan Pangan yang Digunakan
2.2.1 Tahu
Tahu adalah salah satu
jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai
dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya,
dengan atau tanpa penambahan unsur-unsur lain yang telah diizinkan oleh pihak
yang memiliki otoritas. Tahu adalah pekatan protein kedelai dalam keadaan
basah. Komponen terbesarnya terdiri dari protein dan air (Suprapti, 2005).
Pada komposisi tahu,
terdapat syarat kualitas yang harus dipenuhi oleh industri pengolahan tahu.
Komponen-komponen yang harus dipenuhi pada tahu yaitu air, yang termasuk dalam
komponen terbesar hingga 80%-85%, namun air tidak ditetapkan sebagai
karakteristik dalam penentuan kualitas tahu. Kemudianterdapat protein dengan
kadar minimal 9% dari berat tahu, abu dengan kadar maksimal 1%, serat kasar
dengan maksimal kadar 0,1% dan komponen lainnya.
No.
|
Karakteristik
|
Ketentuan
lain
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Protein
Abu
Serat
Kasar
Logam
Berbahaya (As,Pb,Mg,..)
Zat
warna
Bau
dan rasa
Kondisi
Zat
Pengawet
Bakteri
E.coli
|
Minimal 9%
Maksimal 1%
Maksimal 0,1%
Negatif
Perwarna
khusus untuk makanan
Normal
untuk tahu
Normal,
tidak berjamur, tidak berlendir
Jenis
dan jumlah diizinkan:
a.
natrium benzoat (0,1%)
b.
nipagin (0,08%)
c.
asam propionat (0,3%)
Negatif
|
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tahu
Sumber:
Standar Kualitas Tahu Berdasarkan SII No. 0270-80 (2005).
2.2.2
Kedelai
Kedelai adalah bahan
pangan yang berasal dari tanaman berupa semak-semak yang dapat tumbuh tegak.
Kedelai jenis ini disebut Glycine
ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai jenis kedelai contoh
yang kita kenal sekarang ini, Glycine max
(L.) Merril. Buah kedelai disebut “polong”, yang tersusun dalam rangkaian
buah. Biji kedelai umumnya berbentuk bulat atau bulat-pipih sampai
bulat-lonjong. Warna kulit biji bervariasi antara lain kuning, hijau, coklat
atau hitam. Ukuran biji berkisar antara 6-30 gram/100 biji (Rahmad dan Yuyun,
2010).
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kedelai
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
381
|
Protein
|
40.40
|
Lemak
|
16.70
|
Karbohidrat
|
24.90
|
Kalsium
|
222.00
|
Fosfor
|
682
|
Besi
|
10.00
|
Vitamin A
|
0
|
Vitamin B1
|
0.52
|
Vitamin C
|
121.7
|
Food Edible
|
100
|
Food Weight
|
100
|
Sumber: Daftar Komposisi Bahan
Makanan (2005)
2.2.3 Beras
Beras adalah kumpulan
butiran padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) menjadi dedak kasar.
Beras adalah gabah yang kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan
disosoh. Penggunaannya dengan alat pengupas dan penggiling serta alat penyosoh.
Bagian gabah yang dapat dikonsumsi adalah kariopsis terdiri dari 75%
karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya yaitu lemak,
serat, abu dalam jumlah sedikit. Bagian gabah yang diperoleh setelah
penggilingan yang disebut beras giling, mengandung 78% karbohidrat adn
7%protein (Made dan Andreas, 2009).
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Beras
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
339
|
Protein
|
7.70
|
Lemak
|
4.40
|
Karbohidrat
|
73.00
|
Kalsium
|
22.00
|
Fosfor
|
272
|
Besi
|
3.00
|
Vitamin A
|
0.00
|
Vitamin B1
|
0.55
|
Vitamin C
|
0.00
|
Food Edible
|
100
|
Food Weight
|
100
|
Sumber: Daftar Komposisi Bahan
Makanan (2005)
2.2.4 Nasi
Mutu pada nasi sangat
ditentukan oleh beras yang dimasak, termasuk jumlah air yang ditambahkan. Mutu
pangan termasuk nasi dapat dievaluasi oleh tingkat kelezatan suaatu pangan dan
tingkat kesukaan secara individu. Mutu makan khususnya nasi umumnya berhubungan
dengan kekerasan, kelengkatan, aroma beras yang dimasak, kadar amilosa, kadar
kadar air (Sugeng Sriyanto, 2010)
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
176
|
Protein
|
3.30
|
Lemak
|
0.00
|
Karbohidrat
|
4.90
|
Kalsium
|
0
|
Fosfor
|
0.00
|
Besi
|
0
|
Vitamin A
|
0.0
|
Vitamin B1
|
0.00
|
Vitamin C
|
0.0
|
Food Edible
|
100
|
Food Weight
|
100
|
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Nasi
Sumber: Daftar Komposisi Bahan
Makanan (2005)
.
2.2.5 Apel
Apel dikenal luas
sebagai rajanya buah-buahan. Banyak peneliti yang mengungkapkan bahwa apel
memiliki kandungan yang bermanfaat. Apel juga mengandung berbagai jenis zat
yang mampu mengatasi penyakit ringan maupun berat. Mulai dari kandungan zat
flavoid yang dinilai dapat melindungi tubuh dari pengaruh radikal bebas dan
populasi lingkungan. Selain itu juga terdapat zat fitokimia yang berfungsi
sebagai antioksidan penghancur kolesterol jahat (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan kolesterol baik (High Density Lipoprotein). Kandungan zat
kimia lainnya yang bermanfaat adalah pektin, borron dan tannin. Selain
kandungan zat kimia, apel juga memiliki nilai gizi yang bermanfaat (Sufrida
dkk, 2010).
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Apel
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
58
|
Protein
|
0.30
|
Lemak
|
0.40
|
Karbohidrat
|
14.90
|
Kalsium
|
6.00
|
Fosfor
|
10
|
Besi
|
0.00
|
Vitamin A
|
90
|
Vitamin B1
|
0.04
|
Vitamin C
|
5.0
|
Food Edible
|
88
|
Food Weight
|
100
|
Sumber: Daftar Komposisi Bahan
Makanan (2005)
2.2.6 Melon
Melon adalah jenis
tanaman buah yang paling banyak disukai masyarakat, layaknya buah apel, jeruk,
anggur dan beberapa buah favorit lainnya. Masa tanam melon yang relatif cepat
dan minat pasar yang terlihat sedang mengalami peningkatan, membuat sebagian
petani tertarik untuk beralih ke melon. Melon dapat tumbuh baik pada ketinggian
sekitar 300 – 1000 mdpl, dengan curah hujan ideal 2000 – 3000 mm/tahun. Melon
membutuhkan sinar matahari yang lama untuk pertumbuhan, yaitu berkisar antara
10 – 12 jam per hari. Melon dapat tumbuh baik di tanah yang kaya bahan organik
dengan pH sekitar 6,0 – 6,8 (Redaksi AgroMedia, 2007).
Tabel 2.6 Komposisi Kimia Melon
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
34 kkal
|
Protein
|
0.84 g
|
Lemak
|
0.19 g
|
Karbohidrat
|
8.6 g
|
Serat
|
0.9 g
|
Vitamin A
|
3382 IU
|
Vitamin E
|
0.05 g
|
Vitamin C
|
36.7 mg
|
Vitamin K
|
2.5 mg
|
Sumber: USDA, National Nutrient Database for Standard Reference (2009)
2.2.7 Tomat
Buah Tomat (Lycopersicum Esculentum) adalah produk hortikultura yang berpotensi,
menyehatkan dan memiliki prospek pasar cukup baik. Tomat, baik dalam bentuk
segar maupun telah olahan, memiliki komposisi zat gizi yang menyehatkan dan
baik. Buah tomat terdiri dari 5-10% berat kering tanpa air dan 1 persen kulit
dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, glukosa dan fruktosa, sisanya asam-asam
organik, mineral, pigmen, vitamin, dan lipid (Bambang Cahyono, 2008).
Tabel 2.7 Komposisi Kimia Tomat
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
15
|
Protein
|
1.00
|
Lemak
|
0.20
|
Karbohidrat
|
3.50
|
Kalsium
|
7.00
|
Fosfor
|
15
|
Besi
|
0.00
|
Vitamin A
|
600
|
Vitamin B1
|
0.05
|
Vitamin C
|
10.0
|
Food Edible
|
100
|
Food Weight
|
100
|
Sumber:
Daftar Komposisi Bahan Makanan (2005)
2.2.8
Jeruk
Masyarakat Indonesia mengkonsumsi jeruk umum dalam
bentuk segar atau dari jeruk yang diolah menjadi suatu produk. Mengonsumsi buah
jeruk dapat dimakan secara langsung maupun diperas terlebih dahulu untuk
diambil sariny yang bermanfaat. Sebagai makanan buah segar atau makanan olahan,
kandungan vitamin C pada jeruk sangat tinggi. Tingginya kadar vitamin C pada
buah jeruk memungkinkan buah jeruk dikonsumsi sebagai pencegah maupun penyembuh
dari penyakit influenza. Buah jeruk juga mengandung zat fosfor dan zat kapur
tinggi yang sangat baik untuk pertumbuhan tulang khususnya pada anak-anak
(Rahmat Rukmana, 2003).
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Jeruk
Kandungan
|
Jumlah
|
Energi
|
45
|
Protein
|
0.90
|
Lemak
|
0.20
|
Karbohidrat
|
11.20
|
Kalsium
|
33.00
|
Fosfor
|
23
|
Besi
|
0.00
|
Vitamin A
|
190
|
Vitamin B1
|
0.08
|
Vitamin C
|
49.0
|
Food Edible
|
72
|
Food Weight
|
100
|
Sumber: Daftar Komposisi Bahan
Makanan (2005)
2.3 Fungsi Bahan Kimia yang
Digunakan
Bahan kimia yang
digunakan untuk membantu analisis mutu pangan, mulai dari analisis
protein, analisis lemak, analisis gula
reduksi dan analisis vitamin C adalah sebagai berikut:
2.3.1 Selenium
Selenium merupakan salah
satu mikronutrien esensial yang dimanfaatkan untuk kerja enzim GPX yang berguna
dalam sistem pertahanan terhadap stres oksidatif. Selenium adalah suatu trace mineral esensial tubuh manusia
dengan fungsi sebagai immunomodulator,
logam berat detoksifikasi, dan anti karsinogenik, selenium pada dijumpai di
ikan, daging, brokoli dan lain-lain. Pada metode penelitian kadar nitrogen
dengan menggunakan metode kjeldahl selenium berfungsi sebagai katalisator
proses destruksi. Selenium dapat mempercepat terjadinya proses oksidasi
sehingga mudah menaikkan titik didih dan mudah mengadakan suatu perubahan dari
valensi rendah ataupun dari valensi tinggi (Prihanto, 2017).
Asam sulfat (H2SO4)
adalah suatu kimia dengan sifat korosif,
tidak berbau, tidak berwarna, sangat reaktif, dan dapat membuat melarutkan
logam. Asam sulfat mampu larut dalam air dengan berbagai perbandingan,
mempunyai titik lebur 10,31oC dan titik didih 336,85oC
tergantung pada temperatur dan kepekatan. Pada temperatur 300oC
lebih asam sulfat dapat terdekomposisi dan menghasilkan sulfur trioksida. Pada
metode analisis penentuan kadar protein H2SO4 (asam
sulfat) ini digunakan untuk proses destruksi protein selanjutnya bereaksi
dengan nitrogen bebas yang dikandung oleh sampel yang telah dilakukan
destruksi. Nitrogen dan asam sulfat akan bereaksi membentuk amonium sulfat
dalam larutan yang sudah terdestruksi (Elda dan Effan, 2014).
2.3.3 Asam Borat
Asam borat adalah suatu
senyawa yang dikenal dengan nama lain boraks. Asam borat mengandung 99% dan
100,5% H2BO3. Kelarutan asam borat dalam air akan
bertambah seiring dengan adanya
penambahan beberapa senyawa seperti asam klorida, asam sitrat, dam asam
tartrat. Asam borat mudah menguap pada suhu 100oC dan berubah
menjadi HBO2 (asam metaborat). Asam ini bersifat lemah terhadap
garam alkali yang bersifat basa. Pada metode analisis kadar nitrogen dengan
metode kjeldahl asam borat memiliki fungsi yang penting. Asam borat menangkap
nitrogen dalam bentuk gas amonia yang telah dikondensasi pada proses distilasi.
Amonia tersebut berasal dari hasil pemecahan amonium sulfat karena adanya
reagen natrium hidroksida. Amonia yang telah terkondensasi tersebut beraksi
dengan asam borat yang berada di dalam erlenmeyer (Raymon Chang, 2004).
Metilen
Blue
adalah senyawa hidrokarbon aromatik memiliki sifat beracun dengan rumus kimia C16H18CIN3S.
Zat ini merupakan salah satu zat warna kationik yang memiliki daya adsorpsi
kuat. Pada industri Metilen Blue
dimanfaatkan untuk pewarna sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor,
kosmetik. Metilen Blue berbentuk
kristal dengan warna hijau gelap. Namun, ketika zat ini dilarutkan dalam air
dan alkohol akan membentuk larutan dengan warna biru. Titik lebur Metilen Blue adalah 105 C, berat molekul
319,86 g/mol dan daya larut 4,36x104 mg/L (Raymon, Chang, 2004).
2.3.5 NaOH
NaOH (natrium
hidroksida) merupakan salah satu jenis basa kaustik. NaOH umum ijumpain dalam
fase padat, dengan densitas 2,1 g/cm3, titik didih mencapai 1390oC,
dan meleleh pada 318oC. Larutan yang dihasilkan mempuyai sifat
sangan basa dan umum digunakan untuk reaksi asam lemah. NaOH sukar terbakar
meskipun direaksikan dengan beberapa senyawa akan menimbulkan ledakan. NaOH
juga dapat mengendapkan logam berat ntuk mengatur keasaman air. Natrium
hidroksida juga digunakan sebagai reagen dalam proses analisis kadar nitrogen
bebas dengan menggunakan metode kjeldahl. Natrim hidroksida pada metode
kjeldahl digunakan untuk proses distilasi dan berfungsi sebagai reagen ynag
memecah NH4OH (amonium sulfat) menjadi NH3 (gas amonia)
dengan cara berikatan dengan senyawa sulfat membentuk atrium sulfat. Pemecahan
ini dilangsungkan agar nitrogen dapat dibebaskan dan ditangkap oleh asam borat
(Sukandarrumidi dkk, 2018).
2.3.6 HCI
HCl (asam
klorida) termasuk asam kuat yang memisah sepenuhnya di dalam air. HCl terbentuk
oleh suatu ikatan kovalen antara ion hidrogen serta ion klorida. Salah satu
contoh pada penggunaan komersial asam ini adalah dalam produksi beberapa
obat-obatan. HCl (asam klorida) juga digunakan pada metode analisis kadar
nitrogen dengan metode kjeldahl pada proses titrasi. HCl pada proses ini
berfungsi untuk mengikat kembali nitrogen bebas pada asam borat dan membentuk
NH4Cl (amonium klorida) serta membebaskan kembali asam borat yang
sebelumnya mengikat nitrogen (Sukandarrumidi dkk, 2018).
Petroleum
benzena (petroleum benzine) tersusun dari gugus hidrokarbon petroleum yang umum
digunkana sebagai solven (pelarut). Solven memiliki sifat nonpolar dan
merupakan salah satu campuran dari hidrokarbon alfatis sederhana yang cara
mendapatkannya dilakukan dengan jalan penyulingan petroleum. Hidrokarbon ini
adalah salah satu senyawa inert dan merupakan salah satu yang terbaik untuk
digunakan sebagai pelarut non-polar yang memiliki sifat sangan mudah menguap
pada suhu dan keadaan ruang. Pada analisis kadar lemak menggunakan metode soxhlet, lemak diekstrak dari suatu
sampel dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan pada proses ini
adalah petroleum benzen (petroleum benzine) yang merupakan salah satu jenih
pelarut non-polar. Petroleum benzen digunakan karena mempunyai polaritas yang
sama dengan lemak yang diekstrak sehingga mempermudak proses ekstraksi
(Hayyuningsih dkk, 2009).
2.3.8 CaCO3
CaCO3
merupakan preparat dari kalsium yang paling umum ditemukan yang mengandung
kalsium elemental sebesar 40% CaCO3 sulit diabsorbsi oleh tubuh.
CaCO3 sebaiknya dikonsumsi bersamaan atau dikombinasikan dengan
vitamin D. Bentuk preparat dari kalsium yang paling aman dikonsumsi adalah Ca3(C6H5O7)2
(Calcium citrate) dengan kandungan
kalsium elemental sebesar 21% (Lovell et al, 2006). Konsumsi CaCO3
tidak boleh berlebihan, pemberian CaCO3 secara berlebih akan
meningkatkan kadar kalsium dalam korteks atau medulla ginjal, kondisi ini akan
menyebabkan nefrokalsinosis (Sukandarrumidi dkk, 2018).
2.3.9 Pb-Asetat
timah hitam (Pb) atau timbal adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak
bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami maupun
buatan. Timbal asetat merupakan bentuk zat terbentuk kristal warna putih dan
berbau cuka karena berikatan dengan ion asetat (CH3COO), pb asetat merupakan
garam timbal yang sangat beracun. Logam ini penyebarannya sangat luas dan
banyak digunakan di berbagai industry logam. Pb asetat dalam bentuk larutan
sering kali digunakan untuk membuat garam. Pb asetat bersifat korosif terhadap
logam seperti besi, magnet, dan seng membentuk hydrogen dan garam. Pb asetat
berfungsi untuk mengendapkan partikel gula pereduksi (Sutresna,
2007).
2.3.10 Na-Osalat
Asam Oksalat atau asam etanadioat
(HO2CCO2H) memiliki berat molekul 90,04 dalam bentuk anhydrous tidak berbau,
higroskopis dan tidak berwarna (putih). Nama lainnya adalah adalah oxalic acid sodium salt. Zat ini berbahaya
dan beresiko apabila
tertelan atau mengenai kulit. Oleh karena itu penggunaannya harus berhati-hati
jangan sampai terkena mata, kulit, atau pakaian. Na-Oksalat berfungsi untuk
mengendapkan sisa Pb-asetat sehingga membentuk Pb-Oksalat (Raymon,
Chang, 2004).
2.3.11 Glukosa Standar
Kurva standar glukosa
perlu untuk dibuat terlebih dahulu,
sebelum melakukan analisa glukosa pada hidrolisat yang diperoleh. Kurva ini digunakan dalam penentuan kadar glukosa menurut metode Nelson - Samogyi. Kurva ini menyatakan
hubungan antara absorban dengan konsentrasi glukosa.
Pada kurva ini dapat
diketahui konsentrasi larutan yang mengandung glukosa yang akan dianalisa
dengan mengukur absorbansi larutan tersebut menggunakan
alat
spektrofotometer sinar tampak (Raymon, Chang, 2004).
2.3.12 Iodin
Iodin dan senyawanya
memiliki aplikasi yang luas di bidang industri, kesehatan, sanitasi, nutrisi
dan lain. Pemakaian iodin dalam dunia kesehatan dapat memberikan dampak positif
dan negatif terhadap lingkungan pemakaiannya. Dampak negatif dari limbah iodin
salah satunya ditemukan di rumah sakit. Iodin biasanya dipakai secara berlebihan
terutama pada proses operasi sebagai obat dan antiseptik, sehingga di
lingkungan rumah sakit sering ditemukan limbah cair yang mengandung senyawa
iodin (David dkk, 2001).
2.3.13 Arsenomoblibdat (Gula
reduksi) Amilum
Penambahan reagen Arsenomonolibdat memyebabkan
terjadi reaksi dengan endapan
kuprooksida. Pada peristiwa ini kuprooksida akan mereduksi kembali
arsenomonolibdat menjadi molybdenum yang berwarna biru. Warna biru tersebut
nantinya akan diukur absorbansinya dengan spektofotometer. Berupa larutan berwarna biru.
Reagen arsenomolibdat memiliki waktu simpan yang terbatas dan sifatnya beracun,
jika tertelan akan menimbulkan rasa pusing, mual, dan sesak. (David dkk, 2001).
2.3.14 Reagon Nelson
Reagen nelson berfungsi sebagai oksidator
antara kuprooksida yang bereaksi dengan gula pereduksi membentuk endapan
berwarna merah bata,
Kalium Na-Tartat yang terkandung dalam reagen Nelson berfungsi untuk mencegah
terjadinya pengendapan kuprioksida. Dengan membandingkannya terhadap larutan
standar,
maka konsentrasi
gula dalam sampel dapat ditentukan (David dkk, 2001).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada
praktikum analisis mutu pangan dan hasil pertanian adalah sebagai berikut:
3.1.1
Alat
1. Oven
2. Penjepit
cawan
3. Cawan
porselin
4. Neraca
analitis
5. Eksikator
6. Tanur
7. Krus
porselin dengan penutup
8. Neraca
analitis
9. Penjepit
krus
10. pH-meter
11. Penangas
air
12. Kapas
13. Gelas
piala
14. Labu
ukur
15. Waring
blender
16. Kertas
Whatman
17. Alat
ekstraksi Soxhlet
18. Alat
pemanas listrik
19. Pemanas
Kjeldahl
20. Labu
Kjeldhl ukuran 30 – 50 mL
21. Alat
distilasi lengkap berpenampung 125 mL
22. Buret
mukro
23. Pipet
ukur
24. Corong
25. Beakerglass
3.1.2
Bahan
1. Selenium
2. H2SO4
3. Asam
Borat
4. Metilen
Blue
5. NaOH
6. HCL
7. Proteleum
Benzena
8. CaCO3
9. pb
Asetat
10. Na
Oksalat
11. Glukosa
Standar
12. Reagon
Nelson
13. Arsenomolibdat
14. Yodium
15. Iodin
3.2 Fungsi Perlakuan
3.2.1
Kadar Air
Pada analisis kadar air
pertama dilakukan pengeringan cawan menggunakan oven pada suhu 105 C selama 24
jam. Kemudian dilakukan pendinginan dalam eksikator selama 15 menit. Lanjutkan
dengan penimbangan cawa kosong, penambahan sampel sebanyak 2 gram. Setelah itu,
pengeringan menggunakan oven selama 3 jam, lanjutkan dengan pendinginan dalam
eksikator selama 15 menit, lanjutkan penimbangan cawan dan isi, lakukan
pengulangan sebanyak dua kali dan lakukan perhitungan.
3.2.2 Kadar Abu
Langkah
pertama dalam analisis kadar abu adalah pengeringan krus porselin selama 1 jam
dan dikuti pendinginan pada eksikator. Kemudian ditimbang bersama sampel seberat
2 gram. Setelah itu dilakukan pemanasan dalam tanur dilakukan dalam dua tahap,
tahap pertama dengan skala 30-40 yang bertujuan menghilangkan asam selama 1
jam. Tahap kedua dilakukan pemanasan pada tanur dengan skala 70 selama 4 jam.
Kemudian matikan dan diamkan selama 24 jam. Setelah itu dilakukan penimbangan
sebelum itu, krus porselin didinginkan selama 30 menit di eksikator. Tahap
terakhir dikeringkan selama 30 menit, didinginkan di eksikator dilakukan
penimbangan. Ulangi 3 langkah tersebut hingga dihasilkan berat konstan 0,05.
3.2.3
Kadar Protein
Kadar
protein dilakukan dengan metide kjeldahl.Langkah pertama penghancuran
sampel dan penimbangan sampel hingga
seberat 0,5 dan 0,1 gram. Selanjutnya penuangan pada kjeldahl dan penambahan
aquades sebanyak 0,5 ml setiap sampel. Sedangkan untuk blanko dibuat tidak
gabung dengan sampel Kemudian pennambahan selenium 0,9 gram, diikuti penambahan
H2SO4 sebanyak 5 ml, lakukan proses Kjeldahl pada skala 3,6,9 masing masing
selama 15 menit. Setelah itu, penambahan asam borat sebanyak 15 ml ditambah dua
tetes motile blue. Kemudian pemasangan labu destilator dan memasukkan sampel,
dilakukan proses destilasi diikuti penamban HCI untuk dilakukan titrasi dan
lakukan perhitungan kadar protein.
3.2.4
Analisis Gula Reduksi
Pada praktikum analisa karbohidrat ini
yaitu dengan menyiapkan tujuh tabung reaksi selanjutnya tambahkan larutan
glukosa standart sebesar 0; 0,1; 0,25; 0,5; 0,75; 1; 1,25; 1,5; dan 2 ml yang
masing - masing dimasukan ke dalam 7 tabung reaksi tersebut yang diberi label
agar tidak tertukar satu sama lain. Selanjutnya penambahan 1 ml larutan nelson pada
tiap tabung sebanyak 1 ml yang dapat mereduksi kuprioksida menjadi kuprooksida kemudian
panaskan pada air yang mendidih selama 20 menit untuk melarutkan nelson dan
mempercepat reaksi. Kemudian dinginkan larutan untuk menurunkan suhu,
selanjutnya penambahan 1 ml arsenomolybdat agar dapat bereaksi dengan endapan
kuprooksida yang akan mereduksi menjadi monolybdine blue. Kemudian dilakukan
vortex untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada reaksi arsenomolibdat
yang bereaksi dengan kuprooksida, selanjutnya tambahkan aquades sebanyak 10 ml
untuk penteraan, lakukan juga pengocokan larutan untuk homogenisasi, jika
warna menjadi biru ukur absorbansinya pada spekofotometri selanjutnya lakukan
pembuatan kurva standar dan pembuatan persamaan garis.
Tahap selanjutnya adalah menyiapkan sampel yang digunakan untuk analisa
kadar karnohidrat ini sampel yang digunakan adalah apel dan melon yang
sebelumnya dilakukan pengecilan ukuran, lalu bahan ditimbang menggunakan necara
analitik sebanyak 2 gram, kemudian tambahkan aquades sebanyak 30ml yang berfungsi
untuk melarutkan dan mengekstrak gula reduksi. Selanjutnya dilakukan pengadukan
dengan stirrer magnetik selama 15 menit berfungsi unutk menghomogenkan hingga
larutan tercampur rata. Selanjutnya tambahkan CaCO3 yang berfungsi untuk
mempertahankan gula reduksi agar tidak terjadi inversi oleh senyawa-senyawa
yang lain.
Kemudian dipanaskan kembali selama 20 menit yang bertujuan untuk
melarutkan asam- asam organik dan mempercepat reaksi larutan yang telah
dipanaskan kemudian didinginkan terlebih dahulu agar suhunya menjadi turun.
Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan filter dari filtrate
dilakukan pemanbahan Pb - Asetat 3ml dan Na – Oksalat 3ml sehingga
terbentuk endapan, Penambahan larutan Pb – Asetat berfungsi untuk
mengendapkan senyawa non gula reduksi sedangkan penambahan Na – Oksalat berfungsi
untuk mendegradasi pigmen sehingga pengukuran dengan spektofotometer di
dapatkan hasil yang akurat. Selanjutnya saring untuk mendapatkan filter dan
filtrate yang lebih akurat.
Larutan yang telah disaring, kemudian ditera
sampai 100 ml yang berfungsi untuk pengenceran sehingga kensentrasi yang di
dapatkan lebih kecil. Ambil 0,1 dan 0,25 ml dari tabung reaksi selanjutnya
ditambahkan nelson a dan b untuk mereduksi kuprioksida menjadi kuprooksida
selanjutnya dipanaskan selama 20 menit berfungsi unutk melarutkan nelson dan
mempercepat terjadinya reaksi. Selanjutnya dilakukan pendinginan untuk
menurunkan suhu, kemudian ditambahkan 1 ml arsenomolibdat agar dapat bereaksi
dengan endapan kuprooksida, selanjutnya dilakukan vortex untuk mengetahui
perubhan warna yang terjadi. Selanjutnya tera dengan menggunakan 10 ml aquades
lakukan pengocokan dan kemudian diabsorbansi.
3.2.5
Kadar Lemak
Siapkan kertas saring terlebih dahulu
untuk kemudian dioven dengan suhu 60ºC selama 15 menit. Fungsi pengeringan
tersebut untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada kertas saring. Kertas
saring tersebut kemudian didinginkan dalam desikator dan ditutup rapat selama
15 menit. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan RH karena silika gel yang terdapat dalam desikator
menyerap kelembaban dari kertas saring. Lalu, kertas saring ditimbang
menggunakan neraca analitik agar hasil yang diperoleh akurat dan presisi. Kertas saring yang sudah ditimbang kemudian
dimasukkan 2-3 gram sampel. Kemudian kertas saring berisi sampel tersebut
dibungkus dan diikat untuk mencegah keluarnya sampel dari kertas saring pada
saat ekstraksi. Selanjutnya kertas saring berisi sampel tersebut dikeringkan di
dalam oven bersuhu 60ºC selama 24 jam. Siapkan labu lemak untuk kemudian
dikeringkan dalam oven dan ditimbang mengggunakan neraca analitik. Lalu,
petroleum benzen dimasukkan ke dalam labu lemak. Penggunaan petroleum benzen
sebagai pelarut karena sifatnya yang non-polar dan dapat melarutkan lemak
sehingga kedua jenis sampel yang digunakan, baik basah maupun kering harus
dikeringkan terlebih dahulu. Jika sampel yang digunakan mengandung sedikit air,
air tersebut akan menghambat proses ekstraksi. Kemudian rangkaian soxhlet
dipasang dengan rapat dan pada bagian tengah rangkaian dimasukkan kertas saring
berisi sampel. Setelah itu, dilakukan proses ekstraksi melalui pemanasan selama
3 jam.
Setelah
3 jam diamkan labu lemak berisi ekstrak pada suhu ruang selama 15 menit untuk
menguapkan sebagian pelarut. Kemudian lakukan pengovenan kembali dengan
suhu 60ºC selama 30 menit. Hal ini
dilakukan agar sampel yang ingin dianalisa kadar lemaknya tidak mengandung zat
lain selain lemak. Lalu labu lemak didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
dengan menggunakan neraca analitik agar hasil yang diperoleh akurat dan
presisi.
3.2.6 Analisis Kadar Vitamin C
Pada praktikum analisis kadar
vitamin C digunakan 2 sampel berbeda dengan 2 kali pengulangan. Sampel yang
digunakan adalah jeruk dan tomat dengan berat masing-masing kurang lebih 2
gram. Penimbangan dilakukan menggunakan neraca analitik. Kemudian dilakukan
penghancuran menggunakan mortar dan pestil. Sampel dihancurkan sampai halus
kemudian ditambahkan aquades 30 ml dan dimasukkan kedalam beaker glass. Setelah
itu sampel yang telah larut dalam aquades di stirer selama 15 menit. Hal ini
bertujuan agar sampel benar-benar bercampur rata dan homogen. Kemudian sampel
dipindahkan dan di sentrifuse selama 10 menit. Hal ini bertujuan agar sari yang
ada pada sampel ada diatas dan ampas yang ada akan mengendap dibawah. Kemudian
dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan agar ampas
tidak terikut kedalam ekstrak. Sampel tersebut kemudian dimasukkan kedalam labu
ukur dan ditambahkan 30 ml aquades. Pengekstrakkan tersebut dilakukan dua kali
agar ekstrak yang didapatkan optimal. Setelah itu dilakukan peneraan samapi 100
ml pada labu ukur.
Untuk pengujian diperlukan blanko untuk
menetapkan standar pada pengujian. Penetapan blanko dilakukan menggunakan
aquades 25 ml tanpa sampel. Kemudian ditambahkan amilum 1% sebanyak 2 ml dan di
titrasi menggunakan iodine standar 0,01 N. Warna pada blanko biasanya berwarna
biru tua pekat dan blanko tersebut digunakan sebagai pembanding titrasi untuk
sampel nantinya.
Sampel yang telah siap kemudian diambil
25 ml untuk dilakukan pengujian. Pengujianmasing-masing sampel yaitu jeruk dan
tomat dilakukan sebanyak 2 kali. Sebelum pengujian dengan titrasi, sampel
ditambahkan amilum 1 % sebanyak 2 ml. Kemudian dilakukan titrasi menggunakan
iodine standar 0,01 N dan disamakan dengan warna blanko yaitu biru tua pekat.
Kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan seberapa banyak iodine yang
dibutuhkan pada setiap pengujiannya.
Daftar
Pustaka
Astawan,
Made dan Andreas Leomitro. 2009. Khasiat
Whole Grain. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Cahyono,
Bambang. 2008. Tomat Usaha Tani &
Penanganan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Chang,
Raymon. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep
Inti Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
David
W, dkk. 2001. Kimia Modern. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Melwita,
Elda dan Effan Kurniadi. 2014. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi H2SO4
Pada Pembuatan Asam Oksalat dari Tongkol Jagung. Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol 20, April 2014
Prasetya,
Andjar. 2017. Analisis Good Manufacturing
Practice Olahan Pangan. Jakarta: Indocamp.
Prihanto,
Asep Awaludin. 2017. Reaksi Fisiko Kimia
Produk Perikanan Tradisional. Malang: UB PRESS.
Redaksi AgroMedia.
2007. Budi Daya Melon. Jakarta:
AgroMedia Pustaka
Rukmana,
Rahmad dan Yuyun Yuniarsih. 2010. Kedelai
Budidaya Pasca Panen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rukmana,
Rahmat. 2003. Jeruk Manis. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Sriyanto, Agung. 2010. Panen Duit dari Bisnis Padi Organik.
Jakarta: AgroMedia Pustaka
Sufrida, dkk. 2010. Khasiat dan Manfaat Apel. Jakarta:
AgroMedia Pustaka
Sukandarrumidi,
dkk. 2018. Energi Terbarukan Konsep Dasar
Menuju Kemandirian Energi. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Suprapti,
Lies. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan
Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sutresna,
Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia.
Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Titis
Sari Kusuma. dkk. 2017. Pengawasan Mutu
Makanan. Malang: University Brawijaya Press.
Baca Juga: Klasifikasi, Sumber dan Sifat Lipida
Baca Juga: Klasifikasi, Sumber dan Sifat Lipida
0 Response to "Laporan Praktikum Analisis Mutu Pangan (Air, Debu, Vitamin C, Glukosa, Kadar Lemak, Protein) "
Post a Comment