Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Hulu Lateks
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia termasuk
dalam negara penghasil komoditas karet alam terbesar di dunia. Oleh karena itu,
lateks yang merupakan getah kental yang dihasilkan alam, harus dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin, dan dilakukan proses pengolahannya yang benar.
Supaya nantinya dapat dimanfaatkan pada industri karet.
Pada tahun 2015,
konsumsi global karet alam mencapai 12,35 juta ton. Yang dimanfaatkan untuk
berbagai industri seperti contohnya industri pembuatan ban (Muslich, 2018). Hal
ini menunjukkan bahwa industri yang berhubungan dengan karet merupakan sektor
yang sangat penting. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai pengolahan
lateks supaya memaksimal sektor industri karet.
Selain memahami tentang
pengolahan lateks, juga perlu diharapkan kedepannya dapat mengembangkan produk
karet alami yang lebih resisten. Pengembangan produk karet alam perlu dilakukan
karena karet alam mengandung sekitar 98% ikatan karbon tak jenuh yang
mengakibatkan mudah terdeteriorasi karena terpapar oleh ozen, oksigen, dan
sinar matahari (Muslich, 2018). Oleh karena itu, perlu pemahaman mengenai
pengolahan dan pengembangan lateks agar dapat memajukan industri karet alam dan
meningkatkan ekonomi.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari
praktikum pengolahan lateks adalah sebagai berikut:
1. Memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor
proses, pengendalian proses dan mutu yang dihasilkan.
2. Praktikan dapat menjelaskan beberapa macam proses
pengolahan karet alam yaitu karet sheet, crepe, lateks pekat dan crumb rubber.
3. Praktikan menjelaskan pengaruh kualitas bahan
dasar terhadap kualitas karet yang dihasilkan.
4. Praktikan
dapat menjelaskan cara-cara pengawasan mutu karet.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Karet
Tanaman karet adalah
tanaman yang berupa pohon tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon
dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman umumnya tumbuh lurus dan memiliki percabangan tinggi atas, meskipun
juga terdapat beberapa pohon karet yang tumbuh sedikit miring. Batang tanaman
ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari
tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm,
panjang tangkai daun anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat
kelenjar (Setyamidjaja, 1993).
Terdapat juga biji
karet dalam setiap ruang buah. Jumlah biji sebanyak tiga hingga enam sesuai
dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat
kehitaman terdapat bercak-bercak berpola yang khas (Aidi dan Daslin, 1995)
Selain itu juga terdapat bunga pada tajuk yang memiliki mahkota bunga
pada setiap bagian bunga yang tumbuh. Bunga tersebut berwarna putih, rontok
bila sudah membuahi beserta tangkainya. Dan tentu saja pada bunga tersebut
terdapat serbuk sari dan putik (Maryadi, 2005).
Lateks adalah cairan
getah yang didapatkan dari pohon karet pada bagian yang disadap. Lateks pada
umumnya berwarna putih mirip seperti susu, getah lateks belum mengalami
penggumpalan meskipun tanpa bahan pemantap (zat anti penggumpal). Lateks
diperoleh dengan cara menyadap bagian pohon antara kambium dan kulit pohon
namun tidak sampai mengenai kambium (Mili Purbaya, 2011).
2.2
Pengertian Lateks Segar dan Pekat
Lateks segar dan lateks
pekat merupakan dua jenis lateks yang berbeda. Lateks segar merupakan lateks
yang langsung hasil dari panen pohon karet (Suhendry dan Tumpal, 2013).
Sedangkan, lateks pekat adalah lateks yang mengalami proses pengolahan lebih
lanjut (Didit dan Agus, 2008).
2.2.1 Lateks Segar
Lateks segar adalah
lateks yang merupakan hasil dari panen pohon karet dan belum dilakukan
pengolahan. Berbeda dengan lateks pekat, lateks segar memiliki persentase
kandungan karet yang lebih kecil yaitu 25-40%, protein dan senyawa nitrogen
1-1,5%; asam nukleat dan nukleotida 1-1,5%; karbohidrat dan inositol 1-2%;
senyawa organik 0,5-1% serta komponen air yaitu 60-70% dengan pH 6,8. Komposisi
seperti inilah yang membuat lateks segar mudah membeku menjadi koagulum ketika
terkontaminasi udara, mikroorganisme, atau gangguan lainnya. Mikroorganisme
menyebabkan protein dan karbohidrat terurai menjadi asam-asam yang berantai
molekul pendek. Bila penurunan pH mencapai 4,5-5,5 maka terjadi kagulasi
(penggumpalan) (Suhendry dan Tumpal, 2013).
2.2.2 Lateks Pekat
Lateks pekat adalah
lateks yang mengalami proses pengolahan berdasarkan prinsip perbedaan berat
jenis antara partikel karet dengan serum. Serum memiliki berat jenis lebih
besar dari partikel karet, berat jenis serum 1,024 sedangkan partikel karet
hanya 0,04. Akibatnya partikel karet naik ke permukaan dan serum akan terkumpul
di lapisan bawah pada proses pengolahan lateks.
Terdapat dua macam
lateks yang biasa dijual di pasaran. Yang pertama adalah creamed latex atau
dikenal sebagai lateks dadih. Sedangkan yang kedua disebut centrifuged latex atau disebut lateks pusingan.
Bila menginginkan
pengolahan lateks yang bermutu tinggi, dibutuhkan bahan baku lateks yang
berkualitas dan pengawasan mulai dari penyadapan hingga pengolahan lebih lanjut
(Suhendry dan Tumpal, 2013).
Pada tahap awal zat
anti koagulan ditambahkan pada wadah tempat pengumpulan lateks dikebun, hal ini
berfungsi untuk mempertahankan kesegaran lateks yang akan dibuat lateks pekat.
Bila terjadi prakoagulasi pada lateks maka bahan ini sudah tidak bagus untuk
diolah menjadi lateks pekat. Contoh dari zat antikoagulan adalah zat amonia,
dosis pemakaiannya adalah 10 ml larutan amonia 7,5% untuk pada setiap liter
lateks. Umumnya setiap mangkuk diberi 3-5 tetes amonia. Kedua macam lateks
pekat yaitu creamed lateks dan lateks pusingan, diolah dengan proses tersendiri
(Suhendry dan Tumpal, 2013).
2.3
Sifat Fisik Kimia Lateks Segar dan Pekat
Pada lateks segar dan
lateks pekat, tentunya memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Berikut
adalah sifat fisik dan kimia lateks segar dan pekat.
2.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Lateks Segar
a. Sifat Fisik
Sifat fisik dari lateks
segar yaitu lateks mempunyai sifat kenyal yang berhubungan erat dengan
viskositas atau plastisitas karet.
Lateks sendiri dapat mengalami koagulasi pada suhu kisaran 32 F. Lateks
segar mirip seperti susu murni, partikel karet lam pada lateks diselaputi oleh
suatu lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik (Goutara dkk,
1985).
Lateks segar tidak
tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon dan juga minyak karena karet alam memiliki
kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karet alam (Ramadhan et al., 2005). Lateks segar memiliki
sifat elastisitas baik, kuat tarik dan kepegasan yang tinggi pula (Alfa, 2003).
b. Sifat Kimia
Sifat kimia lateks
segar yaitu memiliki persentase kandungan karet yang lebih kecil yaitu 25-40%,
protein dan senyawa nitrogen 1-1,5%; asam nukleat dan nukleotida 1-1,5%;
karbohidrat dan inositol 1-2%; senyawa organik 0,5-1% serta komponen air yaitu
60-70% dengan pH 6,8. Komposisi seperti inilah yang membuat lateks segar mudah
membeku menjadi koagulum ketika terkontaminasi udara, mikroorganisme, atau
gangguan lainnya. Mikroorganisme menyebabkan protein dan karbohidrat terurai
menjadi asam-asam yang berantai molekul pendek. Bila penurunan pH mencapai
4,5-5,5 maka terjadi kagulasi (penggumpalan) secara alami (Suhendry dan Tumpal,
2013).
2.3.2 Sifat Fisik dan Kimia Lateks Pekat
a. Sifat Fisik
Sifat fisik lateks
pekat yaitu lateks pekat tampak lebih kental dari pada lateks segar, karena
lateks pekat telah mengalami beberapa proses yang membuatnya memiliki kandungan
kering karet (KKK) lebih tinggi sehingga lateks pekat tampak lebih pekat.
Kandungan kering karet (KKK) lateks pekat minimum mencapai 60%, jauh berbeda
dengan lateks segar yang hanya 25-40%. Terdapat tiga teknik proses pengolahan
lateks pekat, yaitu pemusingan, pendadihan dan penguapan (Suhendry dan Tumpal,
2013).
b. Sifat Kimia
Sifat kimia lateks
pekat yaitu bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks yaitu terdapat kecenderungan
setiap partikel karet berinteraksi dengan serum, terdapat interaksi antara
partikel-partikel itu sendiri, selain itu faktor lainnya adalah adanya muatan
listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak-menolak
antara dua atau lebih partikel karet tersebut (Ompusunggu, 1989).
Pada lateks pekat serum
memiliki berat jenis lebih besar dari partikel karet, berat jenis serum 1,024
sedangkan partikel karet hanya 0,04. Akibatnya partikel karet naik ke permukaan
dan serum akan terkumpul di lapisan bawah pada proses pengolahan lateks (Suhendry
dan Tumpal, 2013).
2.4
Bahan-Bahan yang Ditambahkan
Pada pengolahan lateks,
terdapat beberapa bahan yang ditambahkan yaitu asam asetat, asam format dan
amonia.
2.4.1 Asam Asetat
Asam merupakan senyawa
yang dapat memberikan proton kepada senyawa lain. Salah satu contoh asam yaitu
asam asetat, termasuk dalam asam lemah. Jika asam asetat dilarutkan pada dalam
air maka disosiasi semua gugus karboksil asam asetat tidak sempurna (Philip dan
Gregory, 2006). Asam asetat juga disebut sebagai asam semut yang memiliki rumus
kimia CH3COOH berbentuk cair banyak digunakan dalam industri
pengolahan karet sebagai penggumpal
lateks. Sifat asam dan pH rendah inilah, yang memicu Asam asetat merupakan asam karboksilat yang
paling sederhana, secara alami terdapat pada sengat lebah dan semut, oleh
karena itu secara awam disebut sebagai asam semut (Ganif dan Okta, 2014).
2.4.2 Asam Format
Asam format (asam
formiat) adalah suku pertama pada deret alkanoat yang bereaksi positif dengan
pereaksi Fehling dan pereaksi Tollens. Selain memiliki gugus karboksilat, asam
format juga memiliki gugus aldehida.
Asam format berupa cairan jernih, berbau rangsang, dan jika kena kulit
menyebabkan luka bakar. Asam format sering digunakan dalam industri, seperti
industri plastik, industri tekstil dan industri karet yang dapat menggumpalkan
lateks (Sura Kitti, 2010).
2.4.3. Amonia
Amonia adalah senyawa
kimia dengan rumus NH3 terdiri dari 3 atom hidrogen dan 1 atom
nitrogen (N). Amonia merupakan gas yang tidak berwarna dan memiliki bau yang
sangat merangsang, sehingga gas ini mudah dikenali baunya. Gas amonia tidak
mudah terbakar, tetapi jika terjadi campuran udara dan amonia dengan kadar
13-27%, maka akan mudah terjadi ledakan dan terbakar (Tri Cahyono, 2017).
Amonia dapat menjadi korosif bila terkena
tembaga dan timah, mudah larut dalam air, mudah mencair dan merupakan gas
higroskopis mudah menyerap air dan mempunyai kelarutan terhadap air pada semua
komposisi Gas amonia merupakan salah satu gas pencemar udara dihasilkan dari
penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme contohnya seperti dalam sampah
yang membusuk, proses pembuatan kompos, dan pengolahan sampah kota (Tri
Cahyono, 2017).
Pada industri karet,
amonia digunakan sebagai bahan yang dapat mencegah terjadinya prakoagulasi.
Contohnya pada pembuatan lateks pusingan, ditambahkan 2-3 gram gas amonia untuk
setiap liter lateks. Lateks yang diberi gas amonia dibawa ke pabrik atau tempat
pengolahan dan penambahan 2-3 gram amonia memungkinkan lateks tahan selama 24
jam tanpa terjadi prakoagulasi (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2008).
2.5
Mekanisme Penambahan Asam Format, Asam Asetat dan Amonia
2.5.1 Penambahan Asam Format dan Asam
Asetat
Penambahan asam format
dan asam asetat pada lateks menyebabkan penggumpalan pada lateks. Asam format
dan asam asetat merupakan asam organik yang memiliki gugus karboksil –COOH.
Mekanisme penambahan asam format dan asam asetat adalah sejalan dengan
penurunan pH. Penurunan pH ini yang menyebabkan stabilitas lateks terganggu
disebabkan selubung protein lateks pada bagian luar yang bermuatan negatif
seimbang dengan muatan positif lateks (titik isolistrik), menyebabkan
terjadinya penggumpalan (Hani, 2013).
2.5.2 Penambahan Amonia
Penambahan amonia pada
lateks memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya prakoagulasi atau sebagai anti
koagulan pada saat panen lateks segar. Amonia bukan hanya dimanfaatkan pada
industri karet, tetapi juga dimanfaatkan pada industri lain yang umumnya
dimanfaatkan sebagai bahan pengawet (Tri Cahyono, 2017). Mekanismenya amonia
yang ditambahkan pada lateks, amonia dapat larut pada serum karena amonia sifat
mudah larut dalam air, termasuk serum. Selain itu amonia juga bersifat basa,
sehingga dapat menstabilkan pH lateks. Hal inilah yang dapat mencegah
terjadinya denaturasi protein dan juga membuat lateks tidak mengalami koagulasi
(Nasrudin, 2014).
BAB
3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Oven
- Gelas Ukur
- Timbangan
- Penggilingan Laboratorium
- Saringan mesh 40
- Beaker Glass
- Lateks segar
- Asam format 1%
- Asam asetat 1%
- Amoniak
- Dadik amonium ulginat 1%
- Air
3.2
Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 . Perhitungan KKK Lateks segar
Skema Kerja Perhitungan KKK Segar |
Langkah pertama adalah
pengambil karet segar sebanyak 100 ml kemudian masukkan ke dalam mangkok.
Setalah itu penambahan asam format 1% dan asam asetat 1% masing-masing sebanyak
20 ml, disertai dengan pengadukan hingga menggumpal dan dilanjutkan dengan
pengepresan caranya digiling dengan gilingan laboratorium (tangan) sampai
diperoleh lembaran karet tipis. Kemudian dikeringkan lembaran karet dengan
diangin-anginkan sampai bagian luarnya kering.
Langkah selanjutnya,
timbang misal beratnya (a) gram, kemudian lembaran karet basah tersebut (a)
gram dikeringkan dalam oven sampai kering dan ditimbang lagi misal dalam (b)
gram. Setelah itu tentukan faktor pengering dan kadar keringnya.
3.2.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan
Langkah
pertama adalah pengambilan lateks segar sebanyak 100 ml, kemudian disaring
dengan alat penyaringan dengan diamater 2 mm dan 1 mm. Sebelum diencerkan
tentukan terlebih dahulu KKKnya sesuai acara pertama. Setelah itu langkah
terakhir penambahan air ke dalam lateks segar sesuai hasil perhitungan rumus pengenceran.
3.2.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama
Pemisahan terhadap Mutu Lateks
Langkah pertama adalah
mengambil contoh lateks segar sebanyak 250 ml, kemudian disaring dengan alat
penyaring dan dilakukan penambahan amonia sebanyak 1,25 ml masing-masing.
Setelah itu dilakukan penambahan asam asetat sebanyak masing-masing 50 ml, 60
ml dan 70 ml. Kemudian dilakukan pengadukan dan didiamkan selama 4, 5, 6 hari.
Setelah itu dilakukan pengamatan warna, bau, viskositas, total solid dan KKK
pada setiap hari ke 4, 5 dan 6 hari.
BAB
4. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1
Data Pengamatan
4.1.1 Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
Penggumpal
|
Ulangan
|
Berat Basah (g)
|
Berat Kering (g)
|
Asam Format 1%, 20mL
|
1
|
31,07
|
30,04
|
2
|
32,15
|
31,34
|
|
Asam Asetat 1%, 20 mL
|
1
|
14,63
|
13,96
|
4.1.2 Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Crepe dan Sheet
Jenis
|
Volume Lateks Segar (mL)
|
KKK (%)
|
KE (%)
|
Karet Sheet
|
100
|
30,042
|
15
|
Karet Sheet
|
100
|
31,34
|
15
|
Karet Crepe
|
100
|
30,042
|
20
|
Karet Crepe
|
100
|
31,34
|
20
|
4.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama
Pemisahan Terhadap Mutu Lateks
Pengamatan
|
Perlakuan Penambahan
|
Parameter yang Diamati
|
|
Hari Ke
|
Asam Asetat (ml)
|
Aroma
|
Warna
|
50
|
++
|
++
|
|
4
|
60
|
+++
|
+++
|
70
|
+++
|
+++
|
|
50
|
++++
|
++++
|
|
5
|
60
|
++++
|
++++
|
70
|
++++
|
++++
|
|
50
|
+++++
|
+++++
|
|
6
|
60
|
+++++
|
+++++
|
70
|
+++++
|
+++++
|
Keterangan :
1.
Aroma :
semakin banyak (+), aromanya semakin menyengat
2.
Warna :
semakin banyak (+), semakin banyak bercak kuning
4.2
Hasil Perhitungan
4.2.1
Perhitungan kadar karet kering (KKK) lateks
segar
Penggumpal
|
Ulangan
|
FP (%)
|
KKK (%)
|
Asam Format 1%, 20mL
|
1
|
3,31
|
30,04
|
2
|
2,52
|
31,34
|
|
Asam Asetat 1%, 20 mL
|
1
|
4,58
|
13,96
|
2
|
7,42
|
14,23
|
4.2.2
Pengenceran lateks pada pembuatan karet crepe dan sheet
Jenis
|
AT (ml)
|
Karet Sheet
|
100,26
|
108,9
|
|
Karet Crepe
|
50,21
|
56,7
|
5.1 Perhitungan Kadar
Karet Kering Lateks Segar
Terlihat pada data
pengamatan, dapat diketahui bahwa penambahan asam, baik asam format maupun asam
asetat menyebabkan penggumpalan pada lateks sehingga dapat dibuat lembaran-lembaran
karet. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa, asam format dan asam asetat
merupakan bahan penggumpal lateks dengan mekanisme kerjanya sejalan dengan
penurunan pH yang menyebabkan stabilitas lateks terganggu disebabkan selubung
protein lateks pada bagian luar yang bermuatan negatif seimbang dengan muatan
positif lateks (kodisi titik isolistrik), sehingga menyebabkan penggumpalan
(Hani, 2013).
Diagram 1. Data
Perhitungan KKK Lateks Segar
Meskipun sama-sama
menyebabkan penggumpalan, namun dari data tersebut dapat diketahui lembaran
karet dengan penambahan asam format memiliki berat basah maupun kering yang
lebih besar dibanding dengan asam asetat. Hal ini disebabkan karena proses
penggilingan yang kualitasnya berbeda, karena penggilingan menggunakan tenaga
tangan, maka berat lembaran tersebut juga berdasarkan penggilingan yang
dilakukan. Hal ini berbeda jika digunakan khusus alat penggiling, maka
kemungkinan besar akan dihasilkan lembaran lateks yang sesuai harapan karena
alat penggiling tenaga atau mekanisme kerjanya tidak akan berubah (Setyamidjaja, 1993).
5.2 Pengenceran Lateks
pada Pembuatan Karet crepe dan sheet
Pengenceran lateks pada pembuatan karet crepe dan sheet dengan volume lateks segar yang sama yaitu 100 ml dan kadar kering
karet yang sama, tetapi kadar kering karet yang dikehendaki berbeda (KE)
ternyata jumlah air yang dibutuhkan juga berbeda. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa jumlah air yang dibutuhkan, berbanding terbalik dengan nilai
kadar kering karet yang diinginkan (KE). Data dersebut sesuai dengan teori
bahwa semakin kecil kadar kering karet yang diinginkan, semakin besar jumlah
air yang ditambahkan (Agus Andoko dan Didit Heru, 2008).
Diagram 2. Data Pengencera Lateks Pada
Pembuatan Karet crepe dan sheet
Maka dari itu, pada
proses pengenceran lateks disesuaikan dengan kadar kering karet yang dinginkan,
semakin besar kadar kering karet yang diinginkan, maka semakin kecil jumlah air
yang ditambahkan. Selain nilai kadar kering karet awal (KKK) juga sangat
menentukan. Nilai kadar kering karet awal berbanding lurus dengan jumlah air
yang ditambahkan, semakin besar nilai kadar kering karet awal, maka semakin
besar jumlah air yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan teori dan rumus bahwa
nilai kadar kering karet awal (KKK) berbanding lurus dengan jumlah air yang
ditambahkan (Agus
Andoko dan Didit Heru, 2008).
5.3
Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Mutu Lateks
Dari data yang
diperoleh pada pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap
mutu lateks, dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pemisahan dan semakin
banyak penambahan asam asetat sebagai bahan pendadih, maka sampel tersebut
semakin beraroma menyengat dan berwarna bercak kuning. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan bahan pendadih mampu memisahkan partikel karet. Sesuai dengan
teori bahwa penambahan bahan pendadih dalam lateks kebun menyebabkan adanya
aglomerasi atau bergabungnya partikel karet menjadi berukuran lebih besar dan
terpisah dengan serum (Henry dkk, 2014). Tetapi dari data tersebut juga ditemui
beberapa partikel yang berwarna abu-abu karena kontaminasi mikroorganisme. Hal
ini disebabkan bahwa lateks segar mirip seperti susu murni, partikel karet lam
pada lateks diseliputi oleh suatu lapisan protein sehingga partikel karet
bermuatan listrik dan dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme (Goutara
dkk, 1985).
Lateks segar tidak
tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon dan juga minyak karet alam memiliki ikatan
tidak jenuh dalam struktur molekul karet alam (Ramadhan et al., 2005). Karena mempunyai lapisan protein seperti susu, dan
tidak tahan terhadap reaksi oksidasi hal inilah yang membuat resiko kontaminasi
dari mikroorganisme ditambah juga dengan pengikatannya yang tidak erat.
Meskipun metode
pendadihan tidak memerlukan biaya investasi besar dibandingkan dengan metode
sentrifugasi, karena hanya memerlukan bahan pendadih dan peralatan sederhana.
Namun metode pendadih memerlukan waktu yang cukup lama untuk memisahkan fase
air dari hidrokarbon karet. Selain itu mutunya juga belum baik, karena banyak
mengandung campuran bahan pendadih dan resiko kontaminasi mikroogansime (Henry
dkk, 2014).
BAB 6. PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Dari
praktikum yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Kualitas bahan dasar lateks
kebun sangat berpengaruh terhadap kualitas mutu karet yang dihasilkan. Semakin
sedikit yang mengalami koagulasi pada lateks segar, semakin besar pula
kemungkinan nilai kandungan kering karet (KKK);
2. Terdapat berbagai proses pengolahan yang
tidak sama persis pada setiap macam karet alam mulai dari karet sheet, crepe, lateks dan crumb
rubber;
3. Setiap macam karet memiliki pengawasan mutu
yang berbeda, mutu kualitas karet juga tergantung dengan proses pengolahannya.
Jika proses pengolahannya dilakukan dengan baik dan benar, maka kualitas karet
yang dihasilkan juga tinggi.
6.2
Saran
Praktikum teknologi
pengolahan lateks dapat berjalan dengan baik dan lancar. Namun terdapat
kekurangan yang sebaiknya dibenahi, yaitu alangkah baiknya pada satu kelompok
anggotanya dibagi untuk melakukan berbagai acara teknologi pengolahan lateks.
Sehingga nantinya dalam satu kelompok setiap anggota dapat menjelaskan ke
anggota yang lain dengan lebih paham, mengenai acaranya masing-masing.
Pembagian acara pada setiap anggota kelompok seperti ini, kenungkinan akan
lebih efektif dan efisien.
DAFTAR
PUSTAKA
Aidi
dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian
Karet. Palembang: Balai Penelitian Sembawa.
Alfa, A.A, I. Sailah, dan Y. Syamsu. 2003.
Pengaruh Perlakuan Lateks Alam dengan H2O2–NaOCl Terhadap Karakter Lateks dan
Kelarutan Karet Siklo Dari Lateks. Jakarta : Simposium Nasional Polimer IV
Andoko, Agus dan Didit Heru S. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Jakarta: PT AgroMedika Pustaka
Cahyono, Tri. 2017. Penyehatan Udara. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Goutara, B. Djatmiko, W. Tjiptadi. 1985. Dasar
Pengolahan Karet. Bogor: IPB.
Handayani, Hani. 2013. Pengaruh Berbagai Jenis Penggumpal Padat Terhadap
Mutu Koagulum dan Vulkanisat Karet Alam. Jurnal
Penelitian Karet, 32 (1) : 74-80.
Henry Prastanto, dkk. 2014. Pemekatan Lateks Kebun Secara Cepat Dengan
Proses Sentrifugasi Putaran Rendah. Jurnal
Penelitian Karet, 32 (2) : 181-188.
Kitti, Sura. 2010. Kimia Itu Asyik
XII. Tangerang: PT Kandel.
Kuchel, Philip W dan Gregory B. 2006. Schauma’s
Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mili, Purbaya, dkk. 2011. Pengaruh Beberapa Jenis
Bahan Penggumpal Lateks Dan Hubungannya Dengan Susut Bobot, Kadar Kering Dan
Plastisitas. Jurnal Prosiding Seminar
Nasional AvoER KE-3.
Muslich, dkk. 2018. Evaluasi Jenis Bahan Penstabil
Dan Koagulan Lateks Pada Sistem Reaksi Hidrogenasi Katalitik Lateks Karet Alam
Skala Semi Pilot. Jurrnal Penelitian
Karet, 36 (1) : 89-100.
Nasrudin. 2014. Technology Latex Powder Processing
With Counter Current Hot Air Flow In Tubes Cylinder. Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta.
Ompusunggu, M dan Darussamin, A. 1989. Pengolahan
Umum Lateks. Sungei Putih: Balai Penelitian Perkebunan
Ramadhan, A., H.
Prastanto., dan A.A. Alfa. 2005. Pengaruh Waktu Reaksi depolimerisasi
Terhadap Viskositas Mooney Karet Mentah Pada Proses Pembuatan Karet Alam Cair
Sistem Redoks. Prosiding Aplikasi Kimia Dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. Yogyakarta : Yayasan Media Utama
Setiawan, Didit Heru dan Agus Andoko. 2008. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet.
Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
Setyamidjaja, Djoehana.
1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta : Kanisius.
Suhendry, Irwan dan Tumpal Siregar. 2013. Budi Daya & Teknologi Karet.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Setyamidjaja, D. 1993. Karet, Budidaya, dan Pengolahan. Yogyakarta:
Kanisius.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 2008. Panduan Lengkap Karet. Bogor: Penebar
Swadaya.
Wulandra, Okta dan Ganif Hidayako. 2014. Pengaruh
Penggunaan Jenis Bahan Penggumpal Lateks Terhadap Mutu SIR 20. Jurnal AGRITEPA Vol. 1, No. 1, Juni.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Acara
Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
1.
Ulangan 1 Asam Format 1%; 20
ml
a.
b.
2.
Ulangan 2 Asam Format 1%; 20
ml
a.
b.
3.
Ulangan 1 Asam Asetat 1%; 20
ml
a.
b.
4.
Ulangan 1 Asam Asetat 1%; 20
ml
a.
b.
Acara Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Crepe Dan Sheet
1.
Ulangan 1 Karet Sheet
2.
Ulangan 2 Karet Sheet
3.
Ulangan 1 Karet Crepe
4.
Ulangan 2 Karet Crepe
0 Response to "Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Hulu Lateks"
Post a Comment