Ekstraksi dan Pengujian Komponen Bioaktif Polifenol Sebagai Antioksidan

Sumber : pixabay.com
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat sudah mulai mengutamakan pangan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Khusus dalam menjaga fungsi fisiologis manusia. Salah satu konsep pangan yang sehat biasa dikenal sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional sendiri merupakan salah satu istilah golongan produk pangan yang mengandung bahan yang dapat meningkatkan kesehatan fisiologis tubuh serta dapat mencegah timbulnya penyakit. Istilah lain yang digunakan ialah health food yang berarti makanan sehat. Namun karena pada prinsipnya semua bahan pangan menyehatkan tubuh apabila dikonsumsi secara tepat dan benar maka istilah ini kurang tepat.
Terdapat banyak istilah yang mengandung arti sama seperti pangan fungsional, seperti FOSHU (Food for Special Dietary Uses), designer food dan pharmafoods (Tri, dkk. 2017). Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, sehingga hal ini menjadi peluang dalam memaksimalkan sumber daya alam khususnya di bidang pertanian dan pangan untuk pengembangan industri pangan fungsional.
Salah satu hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional ialah teh. Teh merupakan minuman yang kaya akan antioksidan. Kandungan yang ada di teh meliputi polifenol seperi katekin, epigallokatekin, epikatekin; mineral, seperti flour, kalium, kalsium, zat besa; berbagai vitamin, seperti C, E, K dan B2; serta komponen lainnya meliputi flavonoid, metilksantin, asam amino, klorofil dan kafein. Produk teh yang paling banyak dikonsumsi ialah teh hitam dan teh hijau. Perbedaan antara teh hitam dan teh hijau ialah bahwa teh hijau memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi karena tidak dilakukan proses fermentasi yang dapat mengurangi kadar antioksidan (Agus, 2009).
Cara untuk mengembangkan potensi pangan fungsional di Indonesia ialah dengan memahami senyawa bioaktif yang ada pada produk pangan lokal Indonesia. Contohnya seperti teh yang memiliki komponen bioaktif polifenol sebagai antioksidan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman mendalam mengenai pangan fungsional yang salah satunya mencakup tentang cara ekstraksi dan pengujian komponen bioaktif sebagai antioksidan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ekstraksi dan pengujian komponen bioaktif polifenol sebagai antioksidan adalah sebagai  berikut:
1. Mengetahui cara ekstraksi senyawa polifenol
2. Mengetahui cara analisis kandungan total polifenol
3. Mengetahui bagaimana cara pengujian antivitas antioksidan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teh
Teh atau tanaman yang dikenal sebagai Camellia sinensis merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropis, aslinya berasal dari China, Tibet dan India bagian utara. Umumnya terdapat dua jenis varietas berdaun kecil dikenal sebagai Camellia sinensis, hidup di daerah pengunungan tinggi sejuk. Sedangkan varietas berdaun lebar, dikenal sebagai Camellia assamica tumbuh di daerah beriklim tropis dan lembab.
Di Indonesia, teh pada umumnya varietas Camellia assamica. Camellia assamica merupakan teh yang lebih mirip pohon daripada semak dan dapat tumbuh 13-18 meter, daunnya lebih lebar daripada teh varian sinensis dan bisa berproduksi hingga 100 tahun. Sedangkan Camellia sinensis berdaun kecil dengan banyak cabang, sehingga menyerupai semak. Camellia sinensis dapat tumbuh sampai 3-5 meter, tahan terhadap suhu dingin dan usianya bisa sampai 100 tahun.
Daun teh berwarna hijau ketuaan, mengilat dengan bulu-bulu halus dan adanya bunga perwarna putih kecil disertai dengan lima hingga tujuh kelopak. Teh memiliki buah yang kecil menyerupai buah pala, pada pembuatan teh yang dimanfaatkan ialah daunnya. Pada pengolahan teh yang membedakan ialah proses pengolahannya setelah panen. Jenis-jenis teh tersebut ialah teh putih, teh hijau, teh oolong, teh hitam, teh putih dan teh kuning (Ratna dan Tanti, 2013).
Pertumbuhan tanaman teh sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik. Faktor-faktor tersebut meliputi iklim yang berupa curah hujan, suhu udara, tinggi tempat, sinar matahari dan angin. Kemudian juga tanah yang meliputi sifat-sifat fisik dan kimia tanah serta tipe tanah (Djoehana, 2000).
Teh termasuk juga tanaman yang kaya akan antioksidan. Antioksidan kuat di teh ialah katekin yang lebih kuat daripada vitamin E, C dan Beta karoten. Jenis-jenis katekin pada teh ialah epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), gallokatekin dan katekin (Andi, 2006).
2.1.1 Teh Hijau
Teh hijau merupakan teh berwarna hijau yang dihasilkan dengan proses pengukusan cepat untuk memperlambat terjadinya perubahan warna dan mencegah terjadinya fermentasi. Teh hijau dikenal memiliki sejuta manfaat bagi kesehatan. Beberapa contoh khasiatnya yaitu sebagai antikanker, mencegah tumor, menurunkan kolestrol, mencegah tekanan darah tinggi, antibakteri serta jamur, membunuh virus-virus influenza, dan menjaga napas dari bau busuk.
Kandungan terbesar dari teh hijau ialah senyawa epigalokatekin galat (EGCG) yang diunggulkan sebagai senyawa pencegah kanker. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa kandungan katekin pada teh memberikan efek hambatan karsinogenesis. Penggunaan 1,25% ekstrak air teh hijau (sebanding dengan kadar teh dalam meminum sehari-hari) dapat menekan pembentukan tumor yang diinduksi oleh 7,12-dimetil-benz-a-antrasena (DMBA) pada tikus hingga 82%. Kanker yang terbukti dapat dihambat pertumbuhannya oleh teh, ialah kanker kulit, kanker usur besar, kanker kelenjar, pankreas, kanker hati, kanker paru, kanker payudara, dan kanker kerongkongan.
Teh hijau memiliki kandungan EGCG lima kali lebih banyak dibandingkan teh biasa. Stuktur EGCG pada teh hijau sama dengan stuktur Methotrexate yang dikenal sebagai obat kanker yang diproduksi dari bahan sintesis. EGCG dapat membunuh sel kanker, namun EGCG tidak mengikat sekeras Methotrexate, sehingga efek samping dihasilkan tidak seberapa besar terhadap tubuh (Andi, 2006).
2.1.2  Teh Hitam
Teh hitam merupakan teh yang pada pengolahannya lebih kompleks dibandingkan dengan teh hijau. Prosesnya lebih lengkap terdiri dari pelayuan, penggulungan, fermentasi, pengeringan serta penyimpanan. Saat proses pelayuan terjadi peningkatan enzim, peruraian protein, peningkatan kandungan kafein sehingga menghasilkan bau yang sedap. Kemudian saat proses penggulungan, oksidasi menyebabkan oksidasi yang menimbulkan terbentuknya warna cokelat dan bau spesifik. Proses fermentasi menyebabkan oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oksidase, memunculkan substansi theaflavin dan thearubigin. Substansi tersebut yang akan mempengaruhi warna, aroma dan rasa teh. Sedangkan pada proses pengeringan terjadi penghentian proses oksidasi, sehingga terbentuk rasa, warna dan bau spesifik. Oleh karena itu, kandungan antioksidan pada teh hitam umum jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan teh hijau.
2.2 Polifenol  
Polifenol adalah suatu kelompok antioksidan yang banyak terkandung di sayur-sayuran dan buah-buahan. Senyawa polifenol terbagi dalam beberapa subkelas, yaitu flavon, katekin, flavanon, antosianidin, tanin dan biflavan. Turunan dari senyawa katekin seperti epikatekin, epigalo-katekin, epigalo-katekin galat dan quercetin merupakan antioksidan kuat yang banyak di temukan pada teh. Khusus epigalo-katekin galat dan quercetin adalah antioksidan yang 4-5 kali lebih kuat dibandingkan vitamin C dan E (Made, 2008)
Polifenol merupakan senyawa yang berasal dari metabolisme sekunder dan memiliki beberapa jenis aktivitas biologis, baik sebagai anti-inflamasi, antimikroba, antioksi dan antitumor. Selain dimanfaatkan pada bidang kesehatan, polifenol juga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan karena memiliki aktivitas antioksidan.
Adapun mekanisme aktivitas antioksidan polifenol yaitu penghilangan elemen radikal bebas, mengikat senyawa logam, menekan aktivitas enzim yang terkait dengan radikal bebas dan menstimulasi enzim aktioksidan dari dalam (internal).
Polifenol memiliki sifat chelating agent yang dapat mengikat ion logam pada manusia. Ion yang terikat biasanya yaitu Fe2+ dan Cu+ yang memainkan peran vital dalam metabolisme oksigen serta radikal bebas. Selain pengikatan radikal bebas dan logam (Joni, 2018).
2.3 Analisa Polifenol Metode Follin Cicalteo
Metode Follin Cicalteau merupakan metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kandungan polifenol yang ada pada suatu ekstrak uji. Dasar metode ini yaitu penggunaan reagen warna pada fosdomolibdat dan fosfotungstat yang bereaksi dengan tirosin dalam protein.
Metode ini mampu mendeteksi tirosin dalam bahan uji, namun penggunaan metode ini sudah jarang. Pengujian metode ini dilakukan dengan acara adanya reaksi reduksi oksidasi pada gugus hidroksil fenolik. Senyawa fenolik tersebut dioksidasi oleh reaksi redoks serta dikatalisa suatu larutan basa. Hasilnya pun fosfomolibdat dan fosfotungstat menjadi molibdenum yang berwarna biru. Molibdenum berwarna biru tersebut yang menunjukkan adanya kadar polifenol. Kemudian kandungan total polifenol dalam bahan ekstrak dinyatakan dalam GAE (Gallic Acid Equivalent) (Muhammad, 2011).  
2.4 Antioksidan
Antioksidan merupakan bahan yang tindakannya dapat mengendalikan atau bahkan mencegah oksidasi dari radikal bebas. Contoh kerja antioksidan yaitu dengan cara mendonorkan atom hidrogen ke radikal hidroksil sehingga terbentuk air. Gambaran rumusnya sederhana, yaitu H + OH = H2O. Hal tersebut menunjukkan bahwa dua radikal aktif yang berbahaya bergabung menjadi sebuah molekul yang tidak berbahaya.
Pada tubuh manusia terdapat juga antioksidan alami yang paling efektif tocopherol (vitamin E). Vitamin E dapat larut dalam lemak      dan sangat penting karena sebagian besar kerusakan oleh radikal bebas terjadi pada membran sel dan lipoprotein berkepadatan rendah dan semua ini terbuat dari molekul lemak. Hal ini berbeda dengan vitamin C yang tidak larut dalam lemak, melainkan larut dalam air. Antioksidan alami tubuh lainnya mencakup senyawa cystein, glutathion dan D-penicillamin (Robert, 2005).
Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting sebagai sistem imunitas tubuh. Kodisi tersebut untuk menjaga integritas fungsi membran sel, protein sel, asam nukleat dan mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun.
Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation perosidase. Aktivitas antioksidan non-enzimatis terbagi dalam dua kelompok yaitu antioksidan larut lemak dan larut air. Antioksidan larut lemak contohnya seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid. Sedangkan antioksidan larut air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam. Antioksidan enzimatis dan non enzimatis bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh.
2.5 Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Pengujian antioksidan senyawa polifenol yang umum digunakan adalah dengan metode berdasarkan kemampuan menangkap radikal bebas 2,2-dyphenil-1-picrylhidrazil (DPPH). Prinsip pengujian antivitas antioksidan dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan radikal bebas DPPH yang berwarna ungu. Aktivitas antioksidan yang tinggi ditunjukkan oleh banyaknya DPPH yang direduksi menyebabkan semakin pudarnya warna ungu. Warna yang muncul diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.
Pada pengujiannya juga digunakan blanko sebagai kontrol yang tidak berisi sampel. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam % penangkapan radikal bebas (inhibition) dengan rumus:
I (%) = ((Ao-As) / A0) x 100
Dimana Ao merupakan absorbans tanpa adanya penambahan sampel ekstrak (kontrol). Sedangkan As ialah absorbans dengan penambahan sampel ekstrak (Edy, 2019).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum ekstraksi dan pengujian komponen bioaktif polifenol sebagai antioksidan, dibutuhkan penunjang alat dan bahan sebagai berikut:
3.1.1 Alat
1)    Stirer
2)    Batang stirrer
3)    Sentrifus
4)    Tabung sentrifus
5)    Vortex
6)    Spektrofotometer
7)    Beaker glass
8)    Corong
9)    Labu takar
10) Erlenmeyer
11) Pipet
12) Tabung reaksi
13) Kertas saring
3.1.2 Bahan
1)    Teh hijau
2)    Teh hitam
3)    Etanol 95%
4)    Metanol pa
5)    Follin-ciocalteau
6)    Na2CO3
7)    Standar asam galat
8)    DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrasil)

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Ekstraksi sampel dan Evaporasi

Ekstraksi sampel dan Evaporasi

Pada langkah pertama proses ekstraksi dilakukan penimbangan sampel sebanyak 1 gr sampel teh hijau/hitam. Setelah itu dilarutkan pada pelarut etanol/metanol 50 ml. Fungsi etanol / metanol adalah untuk melarutkan bahan sehingga nantinya bahan dapat mudah dilakukan sentrifugasi. Langkah selanjutnya dilakukan pengadukan untuk melarutkan bahan pada etanol / metanol. Setelah itu dilakukan sentrifugasi berkekuatan 5000 rpm selama 15 menit.

Proses sentrifugasi menyebabkan terpisahnya filtrat dengan residu. Setelah itu residu dilarutkan kembali pada pelarut etanol / metanol untuk meningkatkan jumlah filtrat. Langkah selanjutnya khusus untuk kelompok A dan C, filtrat dilakukan proses evaporasi. Langkah pertama filtrat disaring kemudian dievaporasi selama 20 menit. Fungsi dari evaporasi ialah untuk meningkatkan konsentrasi kandungan senyawa bioaktif polifenol pada bahan. Setelah itu dilakukan peneraan dengan 25 ml pelarut dan penyimpanan pada botol. Sedangkan untuk kelompok lainnya tidak perlu dilakukan evaporasi, filtrat yang terkumpul dilakukan penyaringan  dan kemudian dilakukan peneraan dengan 100 ml pelarut serta penyimpanan pada botol.
3.2.2 Pengenceran Sampel (Evaporasi)

Pengenceran sampel

 Langkah pertama sampel yang hasil dari evaporasi diambil sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan penuangan pada labu tera dengan pelarut etanol / metanol sebanyak 10 ml. Proses peneraan berfungsi untuk memudahkan analisa total polifenol serta aktivitas antioksidannya yang berasal dari sampel.                                           


3.2.3 Analisa Total Polifenol

Analisa Total Polifenol

Langkah pertama dilakukan pengambilan sebanyak 50 uI sampel, setelah itu dilakukan penambahan dengan 4,95 aquades. Langkah selanjutnya dilakukan penambahan dengan 0,5 follin ciocalteu. Setelah itu dilakukan pencampuran dengan vortex. Kemudian dilakukan pembiaran selama 5 menit untukt terbentuknya larutan. Langkah selanjutnya dilakukan penambahan senyawa basa sebanyak 1 ml Na2CO3 (7%). Kemudian dilakukan pencampuran untuk membentuk larutan dengan vortex. Langkah selanjutnya dilakukan pendiaman selama 60 menit dengan almunium foil. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi 517 nm untuk dapat dilakukan analisa berdasarkan kurva standar polifenol.

3.2.4 Aktivitas Antioksidan (Metode DPPH)

Pengujian Aktivitas Antioksidan

Langkah pertama dilakukan pengambilan sampel hasil ekstraksi sebanyak 50 ul. Kemudian sampel tersebut ditambahkan dengan 0,95 ml etanol. Langkah selanjutnya dilakukan penambahan 3 ml DPPH. Setelah itu dilakukan pencampuran dengan vortex serta pendiaman selama 15 menit sampai membentuk larutan yang homogen. Langkah selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi 517 nm untuk dikemudian dapat diketahui aktivitas antioksidan polifenol.
3.3 Kurva Standar
3.3.1 Kurva Standar Polifenol
Konsentrasi
Absorbansi 1-Blanko
Absorbansi 2-Blanko
Rata-Rata
0
0
0
0
0,014
0,125
0,146
0,136
0,027
0,287
0,256
0,272
0,041
0,495
0,398
0,447
0,054
0,603
0,434
0,519
0,068
1,029
0,977
1,003
0,081
1,244
1,403
1,324
0,095
1,429
1,369
1,399
0,108
1,637
1,590
1,614
0,122
2,293
2,293
2,280

3.3.2 Kurva Standar Asam Galat


3.4 Hasil Perhitungan dan Cara Perhitungan
3.4.1 Hasil Perhitungan
a. Analisis Polifenol
No
Sampel
Ulangan
Abs -Blanko
Rata-Rata Kandungan Polifenol
(mg GAE/g)
Standar Deviasi
Rata-Rata SD
3
Teh 1 Etanol
+ Evaporasi
1
0,670
132,8943
0,3184
0,2396
2
0,662

b. Analisis Antioksidan
No
Sampel
Ulangan
Persen Penghambatan (%)
Rata-Rata Persen Penghambatan (%)
Standar Deviasi
Rata-Rata SD
3
Teh 1 Etanol
+ Evaporasi
1
32,5879
30,5911
2,8239
9,2312



3.4.2 Cara Perhitungan
a. Analisis Polifenol             
·      Absorbansi Ulangan 1 – Absorbansi Blanko = 0,674 – 0,004 = 0,670
·      Absorbansi Ulangan 2 – Absorbansi Blanko = 0,666 – 0,004 = 0,662
·      Jumlah As.Galat Ulangan 1 =  = 0,1331 mg GAE
·      Jumlah As.Galat Ulangan 2 =  = 0,1327 mg GAE
·      Konsentrasi As.Galat Ulangan 1 =  = 2,6624 mg GAE/ml
·      Konsentrasi As.Galat Ulangan 2 =  = 2,6534 mg GAE/ml
·      Kadar As.Galat Ulangan 1 = 2,6624 × ×  = 133,1194 mg GAE/g
·      Kadar As.Galat Ulangan 2 = 2,6534 × ×  = 132,6691 mg GAE/g
·      Rata-Rata Kadar As.Galat =  = 132,8943
·      Standar Deviasi =  = 0,3184
·      Rata-Rata Standar Deviasi =  × 100% = 0,2396
b. Aktivitas Antioksidan
·      Absorbansi Blanko – Absorbansi Ulangan 1 = 3,130 – 2,011 = 1,020
·      Absorbansi Blanko – Absorbansi Ulangan 2 = 3,130 – 2,235 = 0,895
·      Persen Penghambatan Ulangan 1 =    × 100% = 32,5879 %
·      Persen Penghambatan Ulangan 2 =  × 100% = 28,5942 %
·      Rata-Rata % Penghambatan =  = 30,5911 %
·      Standar Deviasi =  = 2,8239
Rata-Rata Standar Deviasi =  × 100% = 9,2312


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa
4.1.1 Data Hasil Analisa
No
Sampel
Ulangan
Abs -Blanko
Rata-Rata Kandungan Polifenol
(mg GAE/g)
Standar Deviasi
Rata-Rata SD
1
Teh 1 Metanol + Evaporasi
1
1,246
68,5298
15,7612
22,9991
2
0,850
2
Teh 1 Metanol
1
0,426
65,9715
1,5085
2,2865
2
0,407
3
Teh 1 Etanol
+ Evaporasi
1
0,670
47,0280
0,3184
0,6771
2
0,662
4
Teh 1 Etanol
1
0,477
68,6142
5,8906
8,5851
2
0,403
5
Teh 2 Etanol
1
0,467
70,4154
1,7512
2,4870
2
0,445
6
Teh 3 Etanol
1
0,387
63,5484
1,2736
2,0042
2
0,403
7
Teh 4 Etanol
1
0,138
34,1101
0,7164
2,1003
2
0,129
8
Teh 5 Etanol
1
0,084
30,4514
2,7065
8,8878
2
0,118
9
Teh 6 Etanol
1
0,382
56,2310
8,2786
14,7225
2
0,278
10
Teh 7 Etanol
1
0,530
76,2130
3,5821
4,7001
2
0,485
11
Teh 8 Etanol
1
0,401
65,4621
1,7512
2,6752
2
0,423
12
Teh 9 Etanol
1
0,370
58,1448
3,6617
6,2976
2
0,324
13
Teh 10 Etanol
1
0,310
53,8106
0,2388
0,4438
2
0,307
14
Teh 11 Etanol
1
0,202
42,7221
1,2736
2,9812
2
0,218
 4.1.2 Data Aktivitas Antioksidan

Aktivitas Antioksidan

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Analisa Polifenol
 Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa masing-masing sampel teh memiliki kadar kandungan polifenol yang beragam. Pada sampel teh yang dilakukan evaporasi tampak rata-rata kandungan polifenolnya tidak berbeda jauh dengan sampel teh yang tidak dilakukan evaporasi. Rata-rata kandungan polifenol teh 1 dengan pelarut metanol yang dilakukan evaporasi sebesar 68,5289 mg GAE/g. Sedangkan rata-rata kandungan teh 1 etanol yang dilakukan evaporasi sebesar 47,0289 mg GAE/g. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa jenis pelarut dan perlakuan evaporasi dapat mempengaruhi kandungan polifenol pada sampel teh.
Terdapat perbedaan antara pelarut etanol (etil alkohol) dengan metanol (metil alkohol). Salah satu yang membedakan ialah rumus kimianya, etanol memiliki rumus CH2H5OH sedangkan metanol memiliki rumus CH3OH (Zullies, 2010). Sedangkan evaporasi yang dilakukan pada sampel teh adalah cara untuk pemisahan secara fisika antara pelarut dengan filtrat murni sehingga dihasilkan konsentrasi filtrat polifenol yang lebih tinggi. Sedangkan ekstraksi merupakan reaksi kimia untuk dilakukan pemisahan secara kimiawi (Elok, dkk. 2017).
Secara teori seharusnya sampel yang dilakukan evaporasi memiliki kandungan polifenol lebih tinggi dibandingkan sampel yang tanpa evaporasi. Namun data tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata jumlah kandungan polifenol yang signifikan antara sampel yang dilakukan evaporasi dengan yang tanpa evaporasi. Hal tersebut disebabkan karena terdapat juga faktor lain yang mempengaruhi yaitu jenis pelarut, jenis teh dan ketepatan serta ketelitian dalam melakukan praktikum.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui juga bahwa sampel yang digunakan pelarut metanol memiliki nilai standar deviasi yang tinggi dibandingkan dengan sampel yang digunakan pelarut etanol. Standar deviasi merupakan nilai statistik yang menunjukkan sebaran data dalam sampel, serta seberapa dekat titik data individu dengan rata-rata. Sebuah nilai deviasi yang besar memberikan makna bahwa titik data individu jauh dengan rata-rata. Pada sampel teh 1 metanol yang dilakukan evaporasi menunjukkan  bahwa data yang diperoleh memiliki ketelitian kurang akurat, hal tersebut dapat diketahui dari nilai abs-blanko yang berjarak jauh.
Data tersebut menyatakan bahwa pelarut metanol dan etanol dapat berfungsi dengan baik dalam melarutkan sampel teh untuk dilakukan ekstraksi serta pengujian senyawa bioaktif polifenol. Sedangkan untuk jenis teh juga mempengaruhi kandungan senyawa bioaktif polifenol. Jenis teh hijau umumnya memiliki kandungan bioaktif polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis teh hitam. Hal tersebut disebabkan karena Teh hijau tidak mengalami fermentasi sehingga kandungan polifenol jauh lebih banyak. Sedangkan teh hitam mengalami fermentasi yang menyebabkan penurunan kadar polifenol pada teh (Andi, 2006).
4.2.2 Aktivitas Antioksidan                                                                                                  
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui jika teh yang memilki aktvitas penghambatan tertinggi ialah teh nomor 12 dengan nilai sebesar 49,98% yang digunakan pelarut etanol. Sedangkan untuk penghambatan terkecil ialah teh nomor 4 dengan nilai sebesar 1,98% yang digunakan pelarut etanol juga. Data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pelarut etanol dapat membuat efek penghambatan senyawa radikal yang tinggi, tetapi dapat juga efek penghambatan senyawa radikalnya rendah.
Sampel dengan penghambatan tertinggi kedua ialah teh no. 1 dengan nilai sebesar 49,17 % yang dilakukan proses evaporasi serta dengan penggunaan pelarut metanol. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses evaporasi dapat meningkatkan kandungan polifenol serta aktivitas antioksidannya. Secara teori evaporasi adalah proses pemisahan secara fisik antara pelarut dengan filtrat (Elok, dkk. 2017). Oleh karena itu proses evaporasi berpotensi untuk dapat meningkatkan kandungan polifenol serta aktivitas antioksidannya.
Selain proses evaporasi, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan yaitu jenis teh pada sampel. Teh hijau umumnya memiliki kandungan polifenol lebih tinggi disebabkan karena tidak adanya proses fermentasi sehingga kadar polifenol tidak berkurang. Sebaliknya, teh hitam mengalami proses fermentasi yang menyebabkan berkurangnya kadar polifenol. Faktor lain yang mempengaruhi ialah ketepatan dan ketelitian selama melakukan proses ekstraksi, analisis kandungan polifenol dan pengujian aktivitas antioksidan. Jika ketepatan dan ketelitiannya baik, maka dapat dihasilkan data yang lebih akurat.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui juga bahwa tingginya kandungan polifenol tidak menjamin sampel tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi juga. Contohnya teh sampel 4 dengan pelarut etanol yang memiliki kandungan polifenol yang tinggi sebesar 68,81 mg GAE/g. Namun aktivitas antioksidannya rendah yaitu hanya sebesar 9,1%.

BAB 5. KESIMPULAN

Teh merupakan tanaman yang kaya akan antioksidan serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Teh mengandung senyawa bioaktif polifenol yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional. Secara umum terdapat dua jenis teh yang sering dikonsumsi, yaitu teh hijau dan teh hitam. Teh hijau merupakan teh yang kaya akan antioksidan karena tidak adanya perlakuan fermentasi. Sedangkan teh hitam memiliki kandungan polifenol yang lebih rendah, dikarenakan mengalami proses fermentasi yang menyebabkan penurunan kandungan polifenol. Kandungan polifenol teh tidak selalu berbanding lurus dengan aktivitas antioksidannya. Hal tersebut disebabkan karena terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu sifat dan jenis pelarut, serta ketepatan dan ketelitian saat praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made dan Andreas Leomitro K. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Elok Waziroh, Dego Y. A dan Nur Istianah. 2017. Proses Termal pada Pengolahan Pangan. Malang: UB PRESS.

Firdaus, Muhammad. 2011. Phlorotanin: Struktur, Isolasi dan Bioaktivitas. Malang: UB PRESS.

Ikawati, Zullies. 2010. Cerdas Mengenali Obat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kusnadi, Joni. 2018. Pengawet Alami untuk Makanan. Malang: UB PRESS.

Ratna Somantri dan Tanti. 2013. Kisah dan Khasiat Teh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Setyamidjaja, Djoehana. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.

Sumanto, Agus. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Susanto, Edy. 2019. Peptida Bioaktif Sebagai Antioksidan Eksplorasi Pada Ceker Ayam. Yogyakarta: Deepublish.

Syah, Andi Nur Alam. 2006. Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau. Depok: AgroMedia Pustaka.

Tri Dewanti W, Novita Wijayanti dan Nur. Ida. P. N. 2017. Pangan Fungsional: Aspek Kesehatan, Evaluasi, dan Regulasi. Malang: UB PRESS.

Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Youngson, Robert. 2005. Antioksidan Manfaat Vitamin C dan E bagi Kesehatan. London: Sheldon Press.


0 Response to "Ekstraksi dan Pengujian Komponen Bioaktif Polifenol Sebagai Antioksidan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel