Ekstraksi dan Pengujian Komponen Bioaktif Polifenol Sebagai Antioksidan
Sumber : pixabay.com |
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan perkembangan zaman, masyarakat sudah mulai mengutamakan pangan yang
bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Khusus dalam menjaga fungsi fisiologis
manusia. Salah satu konsep pangan yang sehat biasa dikenal sebagai pangan
fungsional. Pangan fungsional sendiri merupakan salah satu istilah golongan
produk pangan yang mengandung bahan yang dapat meningkatkan kesehatan
fisiologis tubuh serta dapat mencegah timbulnya penyakit. Istilah lain yang digunakan
ialah health food yang berarti
makanan sehat. Namun karena pada prinsipnya semua bahan pangan menyehatkan
tubuh apabila dikonsumsi secara tepat dan benar maka istilah ini kurang tepat.
Terdapat
banyak istilah yang mengandung arti sama seperti pangan fungsional, seperti
FOSHU (Food for Special Dietary Uses),
designer food dan pharmafoods (Tri, dkk. 2017). Indonesia
merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, sehingga hal ini menjadi
peluang dalam memaksimalkan sumber daya alam khususnya di bidang pertanian dan
pangan untuk pengembangan industri pangan fungsional.
Salah
satu hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional ialah
teh. Teh merupakan minuman yang kaya akan antioksidan. Kandungan yang ada di
teh meliputi polifenol seperi katekin, epigallokatekin, epikatekin; mineral,
seperti flour, kalium, kalsium, zat besa; berbagai vitamin, seperti C, E, K dan
B2; serta komponen lainnya meliputi flavonoid, metilksantin, asam amino,
klorofil dan kafein. Produk teh yang paling banyak dikonsumsi ialah teh hitam
dan teh hijau. Perbedaan antara teh hitam dan teh hijau ialah bahwa teh hijau
memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi karena tidak dilakukan proses
fermentasi yang dapat mengurangi kadar antioksidan (Agus, 2009).
Cara
untuk mengembangkan potensi pangan fungsional di Indonesia ialah dengan
memahami senyawa bioaktif yang ada pada produk pangan lokal Indonesia.
Contohnya seperti teh yang memiliki komponen bioaktif polifenol sebagai
antioksidan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman mendalam mengenai pangan
fungsional yang salah satunya mencakup tentang cara ekstraksi dan pengujian
komponen bioaktif sebagai antioksidan.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ekstraksi dan pengujian komponen bioaktif polifenol
sebagai antioksidan adalah sebagai
berikut:
1.
Mengetahui cara ekstraksi senyawa polifenol
2.
Mengetahui cara analisis kandungan total polifenol
3.
Mengetahui bagaimana cara pengujian antivitas antioksidan
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh
Teh
atau tanaman yang dikenal sebagai Camellia
sinensis merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropis, aslinya
berasal dari China, Tibet dan India bagian utara. Umumnya terdapat dua jenis
varietas berdaun kecil dikenal sebagai Camellia
sinensis, hidup di daerah pengunungan tinggi sejuk. Sedangkan varietas
berdaun lebar, dikenal sebagai Camellia
assamica tumbuh di daerah beriklim tropis dan lembab.
Di
Indonesia, teh pada umumnya varietas Camellia
assamica. Camellia assamica merupakan
teh yang lebih mirip pohon daripada semak dan dapat tumbuh 13-18 meter, daunnya
lebih lebar daripada teh varian sinensis dan bisa berproduksi hingga 100 tahun.
Sedangkan Camellia sinensis berdaun
kecil dengan banyak cabang, sehingga menyerupai semak. Camellia sinensis dapat tumbuh sampai 3-5 meter, tahan terhadap
suhu dingin dan usianya bisa sampai 100 tahun.
Daun
teh berwarna hijau ketuaan, mengilat dengan bulu-bulu halus dan adanya bunga
perwarna putih kecil disertai dengan lima hingga tujuh kelopak. Teh memiliki
buah yang kecil menyerupai buah pala, pada pembuatan teh yang dimanfaatkan
ialah daunnya. Pada pengolahan teh yang membedakan ialah proses pengolahannya
setelah panen. Jenis-jenis teh tersebut ialah teh putih, teh hijau, teh oolong,
teh hitam, teh putih dan teh kuning (Ratna dan Tanti, 2013).
Pertumbuhan
tanaman teh sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik. Faktor-faktor
tersebut meliputi iklim yang berupa curah hujan, suhu udara, tinggi tempat,
sinar matahari dan angin. Kemudian juga tanah yang meliputi sifat-sifat fisik
dan kimia tanah serta tipe tanah (Djoehana, 2000).
Teh
termasuk juga tanaman yang kaya akan antioksidan. Antioksidan kuat di teh ialah
katekin yang lebih kuat daripada vitamin E, C dan Beta karoten. Jenis-jenis
katekin pada teh ialah epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigallokatekin
(EGC), epigalokatekin galat (EGCG), gallokatekin dan katekin (Andi, 2006).
2.1.1
Teh Hijau
Teh
hijau merupakan teh berwarna hijau yang dihasilkan dengan proses pengukusan
cepat untuk memperlambat terjadinya perubahan warna dan mencegah terjadinya
fermentasi. Teh hijau dikenal memiliki sejuta manfaat bagi kesehatan. Beberapa
contoh khasiatnya yaitu sebagai antikanker, mencegah tumor, menurunkan
kolestrol, mencegah tekanan darah tinggi, antibakteri serta jamur, membunuh
virus-virus influenza, dan menjaga napas dari bau busuk.
Kandungan
terbesar dari teh hijau ialah senyawa epigalokatekin galat (EGCG) yang diunggulkan
sebagai senyawa pencegah kanker. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa
kandungan katekin pada teh memberikan efek hambatan karsinogenesis. Penggunaan
1,25% ekstrak air teh hijau (sebanding dengan kadar teh dalam meminum
sehari-hari) dapat menekan pembentukan tumor yang diinduksi oleh 7,12-dimetil-benz-a-antrasena (DMBA)
pada tikus hingga 82%. Kanker yang terbukti dapat dihambat pertumbuhannya oleh
teh, ialah kanker kulit, kanker usur besar, kanker kelenjar, pankreas, kanker
hati, kanker paru, kanker payudara, dan kanker kerongkongan.
Teh
hijau memiliki kandungan EGCG lima kali lebih banyak dibandingkan teh biasa.
Stuktur EGCG pada teh hijau sama dengan stuktur Methotrexate yang dikenal
sebagai obat kanker yang diproduksi dari bahan sintesis. EGCG dapat membunuh
sel kanker, namun EGCG tidak mengikat sekeras Methotrexate, sehingga efek
samping dihasilkan tidak seberapa besar terhadap tubuh (Andi, 2006).
2.1.2 Teh Hitam
Teh
hitam merupakan teh yang pada pengolahannya lebih kompleks dibandingkan dengan
teh hijau. Prosesnya lebih lengkap terdiri dari pelayuan, penggulungan,
fermentasi, pengeringan serta penyimpanan. Saat proses pelayuan terjadi
peningkatan enzim, peruraian protein, peningkatan kandungan kafein sehingga
menghasilkan bau yang sedap. Kemudian saat proses penggulungan, oksidasi
menyebabkan oksidasi yang menimbulkan terbentuknya warna cokelat dan bau
spesifik. Proses fermentasi menyebabkan oksidasi senyawa polifenol dengan
bantuan enzim polifenol oksidase, memunculkan substansi theaflavin dan thearubigin.
Substansi tersebut yang akan mempengaruhi warna, aroma dan rasa teh. Sedangkan
pada proses pengeringan terjadi penghentian proses oksidasi, sehingga terbentuk
rasa, warna dan bau spesifik. Oleh karena itu, kandungan antioksidan pada teh
hitam umum jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan teh hijau.
2.2 Polifenol
Polifenol
adalah suatu kelompok antioksidan yang banyak terkandung di sayur-sayuran dan
buah-buahan. Senyawa polifenol terbagi dalam beberapa subkelas, yaitu flavon,
katekin, flavanon, antosianidin, tanin dan biflavan. Turunan dari senyawa
katekin seperti epikatekin, epigalo-katekin, epigalo-katekin galat dan quercetin
merupakan antioksidan kuat yang banyak di temukan pada teh. Khusus epigalo-katekin galat dan quercetin adalah antioksidan yang 4-5
kali lebih kuat dibandingkan vitamin C dan E (Made, 2008)
Polifenol
merupakan senyawa yang berasal dari metabolisme sekunder dan memiliki beberapa
jenis aktivitas biologis, baik sebagai anti-inflamasi, antimikroba, antioksi
dan antitumor. Selain dimanfaatkan pada bidang kesehatan, polifenol juga dapat
dimanfaatkan sebagai pengawet makanan karena memiliki aktivitas antioksidan.
Adapun
mekanisme aktivitas antioksidan polifenol yaitu penghilangan elemen radikal
bebas, mengikat senyawa logam, menekan aktivitas enzim yang terkait dengan
radikal bebas dan menstimulasi enzim aktioksidan dari dalam (internal).
Polifenol
memiliki sifat chelating agent yang
dapat mengikat ion logam pada manusia. Ion yang terikat biasanya yaitu Fe2+
dan Cu+ yang memainkan peran vital dalam metabolisme oksigen serta
radikal bebas. Selain pengikatan radikal bebas dan logam (Joni, 2018).
2.3 Analisa Polifenol Metode Follin
Cicalteo
Metode
Follin Cicalteau merupakan metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
kandungan polifenol yang ada pada suatu ekstrak uji. Dasar metode ini yaitu
penggunaan reagen warna pada fosdomolibdat dan fosfotungstat yang bereaksi
dengan tirosin dalam protein.
Metode
ini mampu mendeteksi tirosin dalam bahan uji, namun penggunaan metode ini sudah
jarang. Pengujian metode ini dilakukan dengan acara adanya reaksi reduksi
oksidasi pada gugus hidroksil fenolik. Senyawa fenolik tersebut dioksidasi oleh
reaksi redoks serta dikatalisa suatu larutan basa. Hasilnya pun fosfomolibdat
dan fosfotungstat menjadi molibdenum yang berwarna biru. Molibdenum berwarna
biru tersebut yang menunjukkan adanya kadar polifenol. Kemudian kandungan total
polifenol dalam bahan ekstrak dinyatakan dalam GAE (Gallic Acid Equivalent) (Muhammad, 2011).
2.4 Antioksidan
Antioksidan
merupakan bahan yang tindakannya dapat mengendalikan atau bahkan mencegah
oksidasi dari radikal bebas. Contoh kerja antioksidan yaitu dengan cara
mendonorkan atom hidrogen ke radikal hidroksil sehingga terbentuk air. Gambaran
rumusnya sederhana, yaitu H + OH = H2O. Hal tersebut menunjukkan
bahwa dua radikal aktif yang berbahaya bergabung menjadi sebuah molekul yang
tidak berbahaya.
Pada
tubuh manusia terdapat juga antioksidan alami yang paling efektif tocopherol (vitamin E). Vitamin E dapat
larut dalam lemak dan sangat penting
karena sebagian besar kerusakan oleh radikal bebas terjadi pada membran sel dan
lipoprotein berkepadatan rendah dan semua ini terbuat dari molekul lemak. Hal
ini berbeda dengan vitamin C yang tidak larut dalam lemak, melainkan larut
dalam air. Antioksidan alami tubuh lainnya mencakup senyawa cystein, glutathion dan D-penicillamin (Robert, 2005).
Keseimbangan
oksidan dan antioksidan sangat penting sebagai sistem imunitas tubuh. Kodisi
tersebut untuk menjaga integritas fungsi membran sel, protein sel, asam nukleat
dan mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun.
Secara
umum antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan non
enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida dismutase (SOD),
katalase, dan glutation perosidase. Aktivitas antioksidan non-enzimatis terbagi
dalam dua kelompok yaitu antioksidan larut lemak dan larut air. Antioksidan
larut lemak contohnya seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid. Sedangkan antioksidan
larut air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam. Antioksidan
enzimatis dan non enzimatis bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan
dalam tubuh.
2.5 Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Pengujian
antioksidan senyawa polifenol yang umum digunakan adalah dengan metode
berdasarkan kemampuan menangkap radikal bebas 2,2-dyphenil-1-picrylhidrazil (DPPH). Prinsip pengujian antivitas
antioksidan dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan radikal bebas DPPH yang
berwarna ungu. Aktivitas antioksidan yang tinggi ditunjukkan oleh banyaknya
DPPH yang direduksi menyebabkan semakin pudarnya warna ungu. Warna yang muncul
diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.
Pada
pengujiannya juga digunakan blanko sebagai kontrol yang tidak berisi sampel.
Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam % penangkapan radikal bebas (inhibition) dengan rumus:
I
(%) = ((Ao-As) / A0) x 100
Dimana
Ao merupakan absorbans tanpa adanya penambahan sampel ekstrak
(kontrol). Sedangkan As ialah absorbans dengan penambahan sampel
ekstrak (Edy, 2019).
BAB
3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Pada
praktikum ekstraksi dan pengujian komponen bioaktif polifenol sebagai
antioksidan, dibutuhkan penunjang alat dan bahan sebagai berikut:
3.1.1
Alat
1) Stirer
2) Batang stirrer
3) Sentrifus
4) Tabung sentrifus
5) Vortex
6) Spektrofotometer
7) Beaker glass
8) Corong
9) Labu takar
10) Erlenmeyer
11) Pipet
12) Tabung reaksi
13) Kertas saring
3.1.2
Bahan
1) Teh hijau
2) Teh hitam
3) Etanol 95%
4) Metanol pa
5) Follin-ciocalteau
6) Na2CO3
7) Standar asam galat
8) DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrasil)
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1
Ekstraksi sampel dan Evaporasi
Ekstraksi sampel dan Evaporasi |
Pada
langkah pertama proses ekstraksi dilakukan penimbangan sampel sebanyak 1 gr
sampel teh hijau/hitam. Setelah itu dilarutkan pada pelarut etanol/metanol 50 ml.
Fungsi etanol / metanol adalah untuk melarutkan bahan sehingga nantinya bahan
dapat mudah dilakukan sentrifugasi. Langkah selanjutnya dilakukan pengadukan
untuk melarutkan bahan pada etanol / metanol. Setelah itu dilakukan
sentrifugasi berkekuatan 5000 rpm selama 15 menit.
Proses
sentrifugasi menyebabkan terpisahnya filtrat dengan residu. Setelah itu residu
dilarutkan kembali pada pelarut etanol / metanol untuk meningkatkan jumlah
filtrat. Langkah selanjutnya khusus untuk kelompok A dan C, filtrat dilakukan
proses evaporasi. Langkah pertama filtrat disaring kemudian dievaporasi selama
20 menit. Fungsi dari evaporasi ialah untuk meningkatkan konsentrasi kandungan
senyawa bioaktif polifenol pada bahan. Setelah itu dilakukan peneraan dengan 25
ml pelarut dan penyimpanan pada botol. Sedangkan untuk kelompok lainnya tidak
perlu dilakukan evaporasi, filtrat yang terkumpul dilakukan penyaringan dan kemudian dilakukan peneraan dengan 100 ml
pelarut serta penyimpanan pada botol.
3.2.2
Pengenceran Sampel (Evaporasi)
Pengenceran sampel |
Analisa Total Polifenol |
Langkah pertama dilakukan pengambilan
sebanyak 50 uI sampel, setelah itu dilakukan penambahan dengan 4,95 aquades.
Langkah selanjutnya dilakukan penambahan dengan 0,5 follin ciocalteu. Setelah
itu dilakukan pencampuran dengan vortex. Kemudian dilakukan pembiaran selama 5
menit untukt terbentuknya larutan. Langkah selanjutnya dilakukan penambahan
senyawa basa sebanyak 1 ml Na2CO3 (7%). Kemudian
dilakukan pencampuran untuk membentuk larutan dengan vortex. Langkah
selanjutnya dilakukan pendiaman selama 60 menit dengan almunium foil.
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi 517 nm untuk dapat dilakukan
analisa berdasarkan kurva standar polifenol.
3.2.4 Aktivitas Antioksidan (Metode DPPH)
Pengujian Aktivitas Antioksidan |
Langkah
pertama dilakukan pengambilan sampel hasil ekstraksi sebanyak 50 ul. Kemudian
sampel tersebut ditambahkan dengan 0,95 ml etanol. Langkah selanjutnya
dilakukan penambahan 3 ml DPPH. Setelah itu dilakukan pencampuran dengan vortex
serta pendiaman selama 15 menit sampai membentuk larutan yang homogen. Langkah
selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi 517 nm untuk dikemudian dapat
diketahui aktivitas antioksidan polifenol.
3.3 Kurva Standar
3.3.1 Kurva
Standar Polifenol
Konsentrasi
|
Absorbansi 1-Blanko
|
Absorbansi 2-Blanko
|
Rata-Rata
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0,014
|
0,125
|
0,146
|
0,136
|
0,027
|
0,287
|
0,256
|
0,272
|
0,041
|
0,495
|
0,398
|
0,447
|
0,054
|
0,603
|
0,434
|
0,519
|
0,068
|
1,029
|
0,977
|
1,003
|
0,081
|
1,244
|
1,403
|
1,324
|
0,095
|
1,429
|
1,369
|
1,399
|
0,108
|
1,637
|
1,590
|
1,614
|
0,122
|
2,293
|
2,293
|
2,280
|
3.3.2 Kurva Standar Asam
Galat
3.4 Hasil Perhitungan dan Cara
Perhitungan
3.4.1
Hasil Perhitungan
a.
Analisis Polifenol
No
|
Sampel
|
Ulangan
|
Abs -Blanko
|
Rata-Rata
Kandungan Polifenol
(mg GAE/g)
|
Standar
Deviasi
|
Rata-Rata SD
|
3
|
Teh
1 Etanol
+
Evaporasi
|
1
|
0,670
|
132,8943
|
0,3184
|
0,2396
|
2
|
0,662
|
b. Analisis Antioksidan
No
|
Sampel
|
Ulangan
|
Persen Penghambatan (%)
|
Rata-Rata Persen Penghambatan (%)
|
Standar Deviasi
|
Rata-Rata SD
|
3
|
Teh
1 Etanol
+
Evaporasi
|
1
|
32,5879
|
30,5911
|
2,8239
|
9,2312
|
3.4.2 Cara
Perhitungan
a.
Analisis Polifenol
·
Absorbansi
Ulangan 1 – Absorbansi Blanko = 0,674 – 0,004 = 0,670
·
Absorbansi
Ulangan 2 – Absorbansi Blanko = 0,666 – 0,004 = 0,662
·
Jumlah
As.Galat Ulangan 1 =
=
0,1331 mg GAE
·
Jumlah
As.Galat Ulangan 2 =
= 0,1327 mg GAE
·
Konsentrasi
As.Galat Ulangan 1 =
= 2,6624 mg GAE/ml
·
Konsentrasi
As.Galat Ulangan 2 =
= 2,6534 mg GAE/ml
·
Kadar
As.Galat Ulangan 1 = 2,6624
×
×
= 133,1194 mg GAE/g
·
Kadar
As.Galat Ulangan 2 = 2,6534
×
×
= 132,6691 mg GAE/g
·
Rata-Rata
Kadar As.Galat =
= 132,8943
·
Standar
Deviasi =
= 0,3184
·
Rata-Rata
Standar Deviasi =
× 100% = 0,2396
b. Aktivitas
Antioksidan
·
Absorbansi
Blanko – Absorbansi Ulangan 1 = 3,130 – 2,011 = 1,020
·
Absorbansi
Blanko – Absorbansi Ulangan 2 = 3,130 – 2,235 = 0,895
·
Persen
Penghambatan Ulangan 1 =
× 100% = 32,5879 %
·
Persen
Penghambatan Ulangan 2 =
× 100% = 28,5942 %
·
Rata-Rata
% Penghambatan =
= 30,5911 %
·
Standar
Deviasi =
= 2,8239
Rata-Rata Standar
Deviasi =
× 100% =
9,2312
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa
4.1.1
Data Hasil Analisa
No
|
Sampel
|
Ulangan
|
Abs
-Blanko
|
Rata-Rata
Kandungan Polifenol
(mg
GAE/g)
|
Standar
Deviasi
|
Rata-Rata
SD
|
1
|
Teh
1 Metanol + Evaporasi
|
1
|
1,246
|
68,5298
|
15,7612
|
22,9991
|
2
|
0,850
|
|||||
2
|
Teh
1 Metanol
|
1
|
0,426
|
65,9715
|
1,5085
|
2,2865
|
2
|
0,407
|
|||||
3
|
Teh
1 Etanol
+
Evaporasi
|
1
|
0,670
|
47,0280
|
0,3184
|
0,6771
|
2
|
0,662
|
|||||
4
|
Teh
1 Etanol
|
1
|
0,477
|
68,6142
|
5,8906
|
8,5851
|
2
|
0,403
|
|||||
5
|
Teh
2 Etanol
|
1
|
0,467
|
70,4154
|
1,7512
|
2,4870
|
2
|
0,445
|
|||||
6
|
Teh
3 Etanol
|
1
|
0,387
|
63,5484
|
1,2736
|
2,0042
|
2
|
0,403
|
|||||
7
|
Teh
4 Etanol
|
1
|
0,138
|
34,1101
|
0,7164
|
2,1003
|
2
|
0,129
|
|||||
8
|
Teh
5 Etanol
|
1
|
0,084
|
30,4514
|
2,7065
|
8,8878
|
2
|
0,118
|
|||||
9
|
Teh
6 Etanol
|
1
|
0,382
|
56,2310
|
8,2786
|
14,7225
|
2
|
0,278
|
|||||
10
|
Teh
7 Etanol
|
1
|
0,530
|
76,2130
|
3,5821
|
4,7001
|
2
|
0,485
|
|||||
11
|
Teh
8 Etanol
|
1
|
0,401
|
65,4621
|
1,7512
|
2,6752
|
2
|
0,423
|
|||||
12
|
Teh
9 Etanol
|
1
|
0,370
|
58,1448
|
3,6617
|
6,2976
|
2
|
0,324
|
|||||
13
|
Teh
10 Etanol
|
1
|
0,310
|
53,8106
|
0,2388
|
0,4438
|
2
|
0,307
|
|||||
14
|
Teh
11 Etanol
|
1
|
0,202
|
42,7221
|
1,2736
|
2,9812
|
2
|
0,218
|
4.1.2 Data Aktivitas Antioksidan
Aktivitas Antioksidan |
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil
Analisa Polifenol
Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui bahwa masing-masing sampel teh memiliki kadar kandungan polifenol yang
beragam. Pada sampel teh yang dilakukan evaporasi tampak rata-rata kandungan
polifenolnya tidak berbeda jauh dengan sampel teh yang tidak dilakukan
evaporasi. Rata-rata kandungan polifenol teh 1 dengan pelarut metanol yang
dilakukan evaporasi sebesar 68,5289 mg GAE/g. Sedangkan rata-rata kandungan teh
1 etanol yang dilakukan evaporasi sebesar 47,0289 mg GAE/g. Berdasarkan data
tersebut menunjukkan bahwa jenis pelarut dan perlakuan evaporasi dapat
mempengaruhi kandungan polifenol pada sampel teh.
Terdapat
perbedaan antara pelarut etanol (etil alkohol) dengan metanol (metil alkohol).
Salah satu yang membedakan ialah rumus kimianya, etanol memiliki rumus CH2H5OH
sedangkan metanol memiliki rumus CH3OH (Zullies, 2010). Sedangkan
evaporasi yang dilakukan pada sampel teh adalah cara untuk pemisahan secara
fisika antara pelarut dengan filtrat murni sehingga dihasilkan konsentrasi
filtrat polifenol yang lebih tinggi. Sedangkan ekstraksi merupakan reaksi kimia
untuk dilakukan pemisahan secara kimiawi (Elok, dkk. 2017).
Secara
teori seharusnya sampel yang dilakukan evaporasi memiliki kandungan polifenol
lebih tinggi dibandingkan sampel yang tanpa evaporasi. Namun data tersebut
menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata jumlah kandungan polifenol yang
signifikan antara sampel yang dilakukan evaporasi dengan yang tanpa evaporasi.
Hal tersebut disebabkan karena terdapat juga faktor lain yang mempengaruhi
yaitu jenis pelarut, jenis teh dan ketepatan serta ketelitian dalam melakukan praktikum.
Berdasarkan
data tersebut dapat diketahui juga bahwa sampel yang digunakan pelarut metanol
memiliki nilai standar deviasi yang tinggi dibandingkan dengan sampel yang
digunakan pelarut etanol. Standar deviasi merupakan nilai statistik yang menunjukkan
sebaran data dalam sampel, serta seberapa dekat titik data individu dengan
rata-rata. Sebuah nilai deviasi yang besar memberikan makna bahwa titik data
individu jauh dengan rata-rata. Pada sampel teh 1 metanol yang dilakukan
evaporasi menunjukkan bahwa data yang
diperoleh memiliki ketelitian kurang akurat, hal tersebut dapat diketahui dari
nilai abs-blanko yang berjarak jauh.
Data
tersebut menyatakan bahwa pelarut metanol dan etanol dapat berfungsi dengan
baik dalam melarutkan sampel teh untuk dilakukan ekstraksi serta pengujian
senyawa bioaktif polifenol. Sedangkan untuk jenis teh juga mempengaruhi
kandungan senyawa bioaktif polifenol. Jenis teh hijau umumnya memiliki
kandungan bioaktif polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis teh
hitam. Hal tersebut disebabkan karena Teh hijau tidak mengalami fermentasi
sehingga kandungan polifenol jauh lebih banyak. Sedangkan teh hitam mengalami
fermentasi yang menyebabkan penurunan kadar polifenol pada teh (Andi, 2006).
4.2.2 Aktivitas Antioksidan
Berdasarkan
data yang diperoleh, dapat diketahui jika teh yang memilki aktvitas
penghambatan tertinggi ialah teh nomor 12 dengan nilai sebesar 49,98% yang
digunakan pelarut etanol. Sedangkan untuk penghambatan terkecil ialah teh nomor
4 dengan nilai sebesar 1,98% yang digunakan pelarut etanol juga. Data tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan pelarut etanol dapat membuat efek penghambatan
senyawa radikal yang tinggi, tetapi dapat juga efek penghambatan senyawa
radikalnya rendah.
Sampel
dengan penghambatan tertinggi kedua ialah teh no. 1 dengan nilai sebesar 49,17
% yang dilakukan proses evaporasi serta dengan penggunaan pelarut metanol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa proses evaporasi dapat meningkatkan kandungan
polifenol serta aktivitas antioksidannya. Secara teori evaporasi adalah proses
pemisahan secara fisik antara pelarut dengan filtrat (Elok, dkk. 2017). Oleh
karena itu proses evaporasi berpotensi untuk dapat meningkatkan kandungan
polifenol serta aktivitas antioksidannya.
Selain
proses evaporasi, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kandungan
polifenol dan aktivitas antioksidan yaitu jenis teh pada sampel. Teh hijau
umumnya memiliki kandungan polifenol lebih tinggi disebabkan karena tidak
adanya proses fermentasi sehingga kadar polifenol tidak berkurang. Sebaliknya,
teh hitam mengalami proses fermentasi yang menyebabkan berkurangnya kadar
polifenol. Faktor lain yang mempengaruhi ialah ketepatan dan ketelitian selama
melakukan proses ekstraksi, analisis kandungan polifenol dan pengujian
aktivitas antioksidan. Jika ketepatan dan ketelitiannya baik, maka dapat
dihasilkan data yang lebih akurat.
Berdasarkan
data tersebut dapat diketahui juga bahwa tingginya kandungan polifenol tidak
menjamin sampel tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi juga. Contohnya
teh sampel 4 dengan pelarut etanol yang memiliki kandungan polifenol yang
tinggi sebesar 68,81 mg GAE/g. Namun aktivitas antioksidannya rendah yaitu
hanya sebesar 9,1%.
BAB
5. KESIMPULAN
Teh merupakan tanaman yang
kaya akan antioksidan serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Teh mengandung
senyawa bioaktif polifenol yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.
Secara umum terdapat dua jenis teh yang sering dikonsumsi, yaitu teh hijau dan
teh hitam. Teh hijau merupakan teh yang kaya akan antioksidan karena tidak
adanya perlakuan fermentasi. Sedangkan teh hitam memiliki kandungan polifenol
yang lebih rendah, dikarenakan mengalami proses fermentasi yang menyebabkan
penurunan kandungan polifenol. Kandungan polifenol teh tidak selalu berbanding
lurus dengan aktivitas antioksidannya. Hal tersebut disebabkan karena terdapat
faktor lain yang mempengaruhi yaitu sifat dan jenis pelarut, serta ketepatan
dan ketelitian saat praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Astawan,
Made dan Andreas Leomitro K. 2008. Khasiat
Warna-Warni Makanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Elok
Waziroh, Dego Y. A dan Nur Istianah. 2017. Proses
Termal pada Pengolahan Pangan. Malang: UB PRESS.
Firdaus,
Muhammad. 2011. Phlorotanin: Struktur,
Isolasi dan Bioaktivitas. Malang: UB PRESS.
Ikawati,
Zullies. 2010. Cerdas Mengenali Obat.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kusnadi,
Joni. 2018. Pengawet Alami untuk Makanan.
Malang: UB PRESS.
Ratna
Somantri dan Tanti. 2013. Kisah dan
Khasiat Teh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Setyamidjaja,
Djoehana. 2000. Teh Budidaya dan
Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.
Sumanto,
Agus. 2009. Tetap Langsing dan Sehat
dengan Terapi Diet. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Susanto,
Edy. 2019. Peptida Bioaktif Sebagai
Antioksidan Eksplorasi Pada Ceker Ayam. Yogyakarta: Deepublish.
Syah,
Andi Nur Alam. 2006. Taklukan Penyakit
dengan Teh Hijau. Depok: AgroMedia Pustaka.
Tri
Dewanti W, Novita Wijayanti dan Nur. Ida. P. N. 2017. Pangan Fungsional: Aspek Kesehatan, Evaluasi, dan Regulasi. Malang:
UB PRESS.
Winarsi,
Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal
Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
Youngson,
Robert. 2005. Antioksidan Manfaat Vitamin
C dan E bagi Kesehatan. London: Sheldon Press.
0 Response to "Ekstraksi dan Pengujian Komponen Bioaktif Polifenol Sebagai Antioksidan"
Post a Comment