Pembuatan Nugget : Laporan Praktikum

Nugget, sumber: pixabay.com

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan komoditi penting dan strategis yang dibutuhkan manusia setiap saat di setiap wilayah perlu tersedia, dalam jumlah yang cukup, dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, kemajuan teknologi pangan saat ini berkembang sangat pesat. Hal ini membuat industri pangan berlomba-lomba untuk memenuhi apa yang sedang dibutuhkan oleh sebagian besar orang yaitu dengan menghadirkan produk pangan yang praktis, cepat saji atau ready to cook. Hal itulah yang dapat menjadikan sebagian besar masyarakat lebih memilih makanan praktis tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Salah satu makanan olahan siap saji yang sering beredar dan dikonsumsi masyarakat saat ini adalah nugget.

Nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang telah diizinkan (BSN, 2002). Proses pembuatan nugget ditambahkan bahan pengisi yang fungsinya dapat meningkatkan daya ikat, meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori dan mengurangi biaya formulasi (Adelita, 2010). Bahan yang ditambahkan ke dalam nugget salah satunya STPP (Sodium Tripolyphosphate) yang digunakan sebagai bahan pengikat air dalam adonan sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras (Thomas dan Atwell, 1997). Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh penambahan STPP pada pembuatan nugget serta pengaruh jenis daging yang digunakan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum pembuatan nugget ayam ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peranan fungsional bahan pengisi terhadap karakteristik nugget.
2. Mengetahui formulasi yang baik digunakan dalam pembuatan nugget.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Deskripsi Produk

Nugget merupakan bentuk olahan yang umumnya terbuat dari daging baik sapi, ayam, maupun ikan yang digiling dan dibumbui. Produk ini merupakan produk frozen food yang dapat dijadikan sediaan lauk pauk pangan. Nugget disajikan dengan cara dilapisi oleh perekat tepung, pelumuran tepung panir kemudian dilakukan penggorengan. Nugget merupakan produk yang sangat praktis karena cepat dan langsung dapat digoreng sehingga sangat mudah untu disajikan. Nugget umumnya mengandung proten tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh (Amaliyah, 2009).

Karakteristik fisik nugget secara umum yaitu berwarna putih atau kuning muda dan tidak berwarna oranye mencolok. Jika ditekan saat sedikit lumer, lapisan tepung roti mudah terkelupas dan agak lengket. Teksturnya rapuh, mudah dipatahkan atau dipotong. Aroma nugget merupakan aroma khas dari bahan utamanya (Suryono et al., 2008).

2.2 Fungsi Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget yaitu daging ikan, daging ayam, jamur tiram, tepung terigu, tepung tapioka, telur, tepung panir, dan bumbu meliputi garam, bawang putih, lada, STPP, air, dan minyak goreng.

2.2.1 Ikan

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah, namun cepat mengalami proses pembusukan. Manfaat mengkonsumsi ikan sudah banyak diketahui orang karena ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan untuk hidup lebih tinggi dari negara yang lain. Pengolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak. Nugget ikan adalah jenis makanan yang terbuat dari ikan yang diberi bumbu dan diolah secara modern (Ali, 2004).

Ali (2004) menyatakan bahwa keunggulan ikan laut terutama bisa dilihat dari komposisi asam lemak Omega-3 yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit jantung. Ada beberapa fungsi asal Omega-3 yaitu pertama dapat menurunkan kadar kolestrol darah yang berakibat terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Kedua, manfaat lain dari lemak Omega-3 adalah berperan dalam proses tumbuh kembang otak.

2.2.2   Ayam

Daging ayam merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Soeparno (2009) menambahkan kualitas daging ayam dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Komposisi kimia terdiri dari air 75%, protein 19%, lemak 2,5%, dan substansi bukan protein telarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin (Lawrie, 1995). 

2.2.3 Jamur Tiram

Jamur tiram sebagai bahan nabati kaya akan asam amino esensial seperti valin, leusin, isoleusin, triptofan, treonin dan fenilalanin. Jamur tiram memiliki tekstur lembut dan kenyal dan kaya akan serat sehingga memiliki potensi sebagai sumber serat pangan dan protein pengganti daging. Jamur tiram memiliki kandungan protein sebesar 13,8 g/100 g, kadar serat 3,5 g, lemak 1,41 g, karbohidrat 61,7 g serta mengandung Vitamin B1 0,12 g,vitamin B2 0,64 mg, vitamin C 5 mg serta mineral kalsium 32,9 mg dan zat besi 4,1 mg (Warisno dan Dahana, 2010).

2.2.4   Tepung terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang paling banyak di produksi dan dikonsumsi di dunia. Tepung terigu di peroleh dari proses penepungan gandum sehingga sering disebut tepung gandum (Faridah et al., 2008). Tepung terigu merupakan salah satu pendukung pembuatan bahan-bahan makanan seperti nugget yang sebagian besar merupakan produk impor, sedangkan di dalam negeri masih banyak tepung-tepung lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pendukung yakni bahan pengisi. Bahan pengisi ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan. Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk (Afrisanti, 2010).

2.2.5   Tapioka

Tepung tapioka merupakan salah satu bahan penunjang dalam pembuatan nugget. Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu (Manihot utilissima) merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau. Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon melalui proses pengupasan, pencucian, penggilingan, pemerasan, penyaringan dan pengeringan. Komposisi kimia tepung tapioka cukup baik dibandingkan dengan tepung jagung, kentang dan gandum.

2.2.6   Telur

Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum (1977), protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain, tetapi di samping adanya hal-hal yang menguntungkan tersebut, Winarno (2002) menyebutkan bahwa telur juga memiliki sifat yang mudah rusak.

2.2.7   Bumbu

Bumbu merupakan bahan yang sengaja ditambah dengan maksud meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, memantapkan bentuk atau rupa. Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, bawang putih, merica, dan STPP (Aswar, 2005). Garam berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Garam dapur ditambah 2,5% dari berat daging (Wibowo, 2000). Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003). Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan. Aroma pada bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan yang terdapat pada bawang tersebut (Palungkun dan Budiarti, 1992). STPP merupakan bahan tambahan pangan yang berfungsi meningkatkan daya ikat air, pencegahan pengerasan dan sebagai pengawet makanan. Batas penggunaan alkali fosfat adalah 0,5% pada hasil akhir (Detienne dan Wiecker, 1999).

2.2.8   Air

Fungsi air dalam pembuatan nugget adalah membantu pembentukan adonan, membantu memperbaiki tekstur nugget, menambahkan air agar adonan tidak kering sehingga semua bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget dapat tercampur dengan rata dan dapat digunakan sebagai pengikat, karena air es yang mempunyai suhu rendah akan membantu pembentukan gel sehingga tekstur adonan akan menjadi kompak (Nurul,2009).

2.2.9   Tepung Panir

Tepung panir atau tepung roti ini biasa digunakan pada makanan untuk membuat makanan lebih menarik dengan permukaan yang kasar. Namun pada pembuatan nugget akan lebih menarik apabila memilih tepung roti yang benar- benar kasar atau tidak halus sekali dalam penggilingannya (Nurul, 2009).

2.2.10    Minyak Goreng

Minyak goreng dalam pembuatan nugget berfungsi untuk menggoreng pada tahap penyelesaian. Minyak goreng yang digunakan yaitu jenis minyak goreng yang berkualitas bagus dan tidak berbau, misalnya minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit dengan berm acam-macam merk yang ada dipasaran. Jika menggunakan minyak goreng curah atau minyak goreng yang tidak berkualitas bagus berpengaruh pada kualitas nugget yang dihasilkan, yaitu berpengaruh pada kualitas rasa, aroma, dan tekstur luar nugget (Nurul,2009).

2.3 Proses Pembuatan

Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre- frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut:

1. Penggilingan

Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas (Afrisanti, 2010).
2. Pengukusan

Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997)

3. Batter dan Breading

Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk– produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat.

4. Penggorengan

Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Ketaren, 1986).

2.3 Reaksi yang Terjadi

Adapun reaksi yang terjadi selama proses pembuatan nugget adalah sebagai berikut:

1.       Gelatinisasi Pati

Gelatinisasi terjadi pada saat pengukusan dalam proses pembuatan nugget. Gelatinisasi pati merupakan proses pembengkakan yang terjadi pada granula- granula pati karena adanya air dan pemanasan, dan merupakan peristiwa pembentukan gel yang dimulai dengan hidrasi pati, yaitu penyerapan molekul- molekul aor oleh molekul pati (Winarno, 1997).

2.       Retrogradasi

Pati yang telah mengalami gelatinisasi dan didinginkan, dapat mengalami suatu proses retrogradasi yaitu terjadi pengkristalan kembali. Pada proses pembuatan nugget, retrogradasi terjadi pada saat pendinginan. Bila adonan yang telah mengalami gelatinisasi kemudian didinginkan, energi kinetik tidak akan cukup lagi untuk menarik kecenderungan molekul amilosa untuk bersatu kembali (Winarno, 1997).

3.       Reaksi Pencoklatan

Dalam pembuatan nugget, proses pencoklatam yang mungkin terjadi adalah reaksi maillard. Warna coklat pada saat penggorengan disebabkan karena reaksi maillard. Reaksi Maillard terjadi karena adanya interaksi antara gula reduksi dari karbohidrat dengan gugus amina primer (unsur N) dari protein sehingga terbentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Reaksi Maillard memberikan perubahan besar pada industri makanan, sebab reaksi ini berpengaruh pada aroma, rasa dan warna (Winarno, 2002).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1    Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikku pembuatan nugget ini adalah sebagai berikut.
1.         Timbangan analitis
2.         Food processor
3.         Penggoreng
4.         Panci
5.         Kompor
6.         Pnetrometer
7.         Kamera
8.         Baskom
9.         Sendok
10.     Solet
3.1.2    Bahan
Adapun bahan- bahan yang digunakan pada praktikkum pembuatan nugget ini adalah sebagai berikut.
1.         Daging giling (ikan; ayam; jamur)
2.         Tepung terigu
3.         Tapioka
4.         Garam
5.         Bawang putih
6.         Lada
7.         STPP
8.         Telur utuh
9.         Penyedap
10.     Bahan pelapis: telur, terigu, dan tepung panir.


3.2 Skema Nugget



Proses pembuatan nugget dilakukan dengan cara menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah itu, dilakukan penimbangan pada setiap bahan yang akan digunakan untuk mengetahui berat bahan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan nugget ini terdiri dari daging giling (ikan; ayam; jamur), tepung terigu, tapioka, garam, bawang putih, lada, STPP, telur utuh dan penyedap. Setelah semua
bahan ditimbang, daging digiling untuk memperoleh daging yang lebih halus dan kemudian dilakukan pencampuran semua bahan. Telur ditambahkan ke dalam daging saat proses penggilingan untuk menjaga kestabilan emulsi. Penambahan bahan pengisi harus ditambahkan setelah adonan sudah halus kemudian dilakukan pengadukan hingga homogen. Terakhir bumbu-bumbu ditambahkan ke dalam adonan sebagai peningkat cita rasa nugget. Setelah itu, dilakukan pengadukan hingga daging dan semua bahan tercampur rata. Setelah adonan tercampur rata, adonan nugget dipindahkan ke dalam loyang yang telah dilapisi plastik atau diolesi dengan minyak dengan tujuan untuk mencegah adonan nugget menempel pada loyang. Saat memasukkan adonan nugget harus ditekan-tekan dengan sendok atau solet untuk menghilangkan udara yang terperangkap sehingga didapatkan nugget dengan tampilan yang bagus dan tidak berongga. Selanjutnya adonan yang sudah dicetak didalam loyang, dilakukan pengukusan. Tahap pengukusan ini dilakukan pada  suhu  60-80°C   selama   30   menit.   Menurut   Harris   dan   Karmas (1989) dalam Dhevina (2010) pengukusan berfungsi untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Nugget yang telah matang, kemudian dikeluarkan dari cetakan dan didinginkan sebentar. Selanjutnya, dilakukan pemotongan nugget sesuai selera dengan bentuk yang seragam agar lebih menarik. Setelah itu, nugget yang sudah dipotong- potong diguling-gulingkan dalam kocokan telur yang berfungsi sebagai bahan pengikat kemudian diguling-gulingkan didalam tepung panir. Tujuan dari pemaniran yaitu untuk menjaga nugget dari penguapan berlebihan akibat pembekuan dan untuk melindungi nugget dari penguapan akibat penggorengan sehingga meskipun digoreng namun rasa yang dihasilkan tetap juicy. Tahap selanjutnya, nugget disimpan di dalam kulkas selama
1 jam untuk mendapatkan tekstur nugget yang kompak dan keras kemudian dilakukan penggorengan. Saat menggoreng, minyak harus dapat menutupi seluruh permukaan dari nugget agar seluruh permukaan nugget matang sempurna. Nugget yang sudah matang kemudian diamati berdasarkan tekstur, permukaan irisan dan kenampakan irisannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adelita, H. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Ayam dengan Tepung Kedelai Terhadap Kualitas Kimia dan Mikrostruktur Chicken Nugget. Skripsi. Fakultas Peternakan.Universitas Brawijaya. Malang.
Afrisanti, D. W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe . Skripsi. Surakarta : UNS Press.
Ali Khomsan. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Amaliyah, N. 2009. Perbedaan Kualitas Nugget Kacang Merah (Phaseoulus vulgaris) Sebagai Alternatif Makanan Untuk Vegetarian. Skripsi. Teknologi.
Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Aswar. 2005. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.). Skripsi. Bogor. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor: IPB Press.
Ayu Sukarmi. 2007. Aneka Masakan dari Jamur.Klaten : Cempaka Putih

BSN. 2002. SNI 6683-2002 “Nugget Ayam”. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional De Man. J. M. 1999. Principles of Food Chemistry Third edition. Gaithersburg: An Aspen Publication.
Detienne, N.A., L. Wicker. 1999. Sodium Chloride and Tripolyphospate Effects on Physical and Quality Characteristics of Injected Pork Loins. J. Food. Sci, 64 (6).
Ditha Novi A, Lilik E.R dan Purwadi. 2016. Penambahan Carboxymethyle Cellulose (CMC) pada Minuman Madu Sari Apel Ditinjau Dari Rasa, Roma, Warna, pH, Viskositas, dan Kekeruhan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 11(1) : 59-68.
Faridah, A, Kasmita S. P, Asmar Y, dan Liswarti Y. 2008. Patiseri Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise 2nd ed. Cambridge: Woodread.Pub.Lim.
Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufactering. (http://www. Labplusinternational.com.). [Diakses tanggal 16 Oktober 2019].
Hutching, J.B. 1999. Food Color and Apearance. Maryland :Aspen publisher Inc. Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: UI Press.
Lawrie, RA. 1995. Meat Science (4th Ed). Oxford: Pergamon Press.
Lebas. 1997. Nutritional recommendations and feeding managment of Angora Rabbits. in C. de Blas & J. Wisemann, The Nutrition of the Rabbit, Wallingford: CABI Publishing éditeur Oxon (GB).
Nurul. 2009. Perbedaan Kualitas Nugget Kacang Merah (Phaseoulus Vulgaris) Sebagai Alternatif Makanan untuk Vegetarian. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Owusu, R. K. 2004. Introduction to Food Chemistry. USA: CRC Press.
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Cetakan ke VIII. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahayu, D. 2012. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi Disubstitusi Daging Itik Talang Benih. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 7 (2):93-100.
Ranken, M.D. 2000. Handbook of Meat Product Technology. Oxford: Blackwell Science Ltd.
Rismunandar. 2003. Lada Budidaya dan Tata Niaga. Edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soeparno, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gadjah Mada University Perss. Yogyakarta.
Suryono. 2008. Sosialisasi Pembuatan Nugget Ayam pada Ibu- Ibu Kelompok PKK di Kelurahan Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat 46 : 1410- 0770.
Thomas, D. J. dan Attwell, W. A. 1997. Starches. Minnesota: Eagan Press. Warisno, dan Dahana, K. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta: PT.
Agro Media Pustaka.
Whitaker, J.R. and S.R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. USA: AVI Publishing Company, Inc.
Wibowo, Singgih. 2000. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: Penebar Swadaya.
Winarno, F. G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Yuanita (2014). Pengaruh Diabetes Self Menegement Educations (DSME) Terhadap resiko terjadinya ulkus Diabetik Pada Pasien Rawat Jalan dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSD dr.Soebandi Jember. E-jurnal Pustaka Kesehatan. Vol 2 No 1.


Baca Juga : Pembuatan Cake

0 Response to "Pembuatan Nugget : Laporan Praktikum"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel