SORGUM, POTENSINYA SEBAGAI PENGGANTI NASI DAN SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN
Indonesia adalah negara agraris yang dapat mensejahterakan rakyatnya dengan cara memanfaatkan sumber daya alam semaksimal mungkin. Menurut Hana Panggabean (2014), salah satu mata pencaharian utama masyarakat Indonesia adalah sektor pertanian. Oleh karena itu untuk dapat mewujudkan Indonesia maju dan sejahtera, patut dilakukan diversifikasi pangan dan pengoptimalan pengolahan hasil pertanian hingga menjadi produk hilir yang unggul.
Berdasarkan
Undang-Undang nomor 18 Tahun 2012, diversifikasi pangan adalah upaya untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia mencakup ketahanan, kemandirian serta kedaulatan
pangan. Diversifikasi pangan dapat terwujud jika masyarakat sadar untuk
mengembangkan potensi pangan lokal, serta mengedukasi masyarakat bahwa sumber
pangan pokok yang dapat dimanfaatkan tidak hanya berasal dari beras padi.
Sorgum
(Sorghum vulgare) adalah serealia
yang belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Nilai gizi sorgum cukup memadai
sebagai sumber energi, sehingga sorgum dapat dimanfaatkan sebagai makanan pokok
alternatif pengganti beras padi. kandungannya terdiri dari 83% karbohidrat,
3,5% lemak dan 10% protein (basis kering) (Mardawati, 2010).
Mayoritas masyarakat Indonesia menjadikan beras padi sebagai makanan pokok utama untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Padahal perlu adanya makanan pokok alternatif lainnya seperti sorgum untuk mengantisipasi resiko krisis kekurangan stok beras padi serta mengurangi impor bahan pangan pokok. Pengolahan sorgum menjadi nasi instan atau produk pangan lainnya adalah upaya untuk mewujudkan diversifikasi pangan lokal, sehingga ekonomi masyarakat dapat tumbuh serta tercapainya ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
PERMASALAHAN YANG ADA
Sorgum, sumber : pixabay.com |
Masalah
yang dihadapi jika kebutuhan pangan masih bergantung pada beras padi adalah
adanya potensi kelaparan besar jika panen gagal, impor beras padi dapat
meningkat jika tidak ada makanan pokok alternatif pengganti dan diversifikasi
pangan lokal sulit terwujud, disebabkan kurangnya upaya mengembangkan potensi
pangan lokal. Oleh karena itu, perlu adanya makanan pokok alternatif lainnya
yang layak dikonsumsi untuk mengurangi ketergantungan beras padi.
Sorgum
(Sorghum vulgare) adalah tanaman serealia
yang dapat dibudidayakan di lahan marginal karena memiliki daya adaptasi yang
tinggi. Sorgum lebih toleran terhadap kekeringan, produktivitas tinggi, dan
lebih tahan terhadap hama (Tri, dkk. 2019). Sorgum dapat tumbuh di daerah yang
hanya memiliki curah hujan 400 mm/th dan lebih tahan terhadap kekeringan jika
dibandingkan dengan tanaman lain. Angka kebutuhan air relatif menunjukan sorgum
membutuhkan air hingga 90 persen, lebih rendah jika dibandingkan dengan padi
190 persen, jagung 100 persen, kedelai 180 persen dan kentang 170 persen.
Tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang berat hingga tanah yang mengandung pasir
(Widowati, 2010).
lahan sorgum, sumber : pixabay.com |
Komposisi gizi sorgum yang tinggi protein, karbohidrat dan lemak menjadikannya cocok sebagai makanan pokok. Berikut adalah komposisi gizi sorgum dibandingkan dengan serealia lainnya (per 100 gram, kadar air 12%):
Tabel
1. Komposisi
gizi sorgum dan serealia lain (per 100g, kadar air 12%)
Sorgum
dapat dimanfaatkan sebagai makanan pokok disebabkan karena kandungan gizi
karbohidrat, lemak dan proteinnya yang tinggi. Selain sebagai makanan pokok,
sorgum juga dapat dimanfaatkan sebagai kue kering contohnya seperti cookies (Onggo, dkk. 2012).
Pengelolaan
sorgum menjadi nasi adalah upaya mewujudkan diversifikasi pangan serta sebagai
makanan pokok alternatif pengganti beras padi. Permasalahan yang ada pada biji
sorgum adalah kadar taninnya yang bersifat antigizi. Tanin adalah senyawa
polifenolik yang dapat larut dalam air dan membentuk senyawa kompleks dengan
protein albumin, sehingga terjadi penurunan mutu dan daya cerna protein
(Wulandari, dkk. 2019).
Kadar
tanin pada biji sorgum dapat direduksi hingga 78% dengan cara dilakukan
pengeringan sampai kadar air 20%, kemudian disosoh terlebih dahulu dengan
derajat sosoh 100% dan direndam dalam larutan 0,3% Na2CO3
selama 8 jam (Widowati, 2010). Proses perendaman dapat melarutkan komponen
tanin yang ditandai dengan perubahan warna pada air perendaman dan adanya buih
pada permukaan. Mekanismenya berupa terjadi proses imhibisi yaitu air masuk
dalam sel biji dan kemudian air dapat merombak struktur tanin karena banyak
mengandung fenol yang memiliki gugus OH dan berikatan dengan air yang bersifat
polar, tanin larut dan terbawa oleh air (Wulandari, dkk. 2019). Selain itu
kadar tanin pada sorgum juga dapat dikurangi dengan perkecambahan, fermentasi
dan perebusan. Perkecambahan pada biji sorgum yang setelah dilakukan perendaman
dapat menyebabkan kadar tanin menurun, hal tersebut disebabkan karena senyawa
tanin digunakan sebagai sumber energi untuk perkecambahan (Suarni, 2012). Perkecambahan
dapat meningkatkan daya cerna protein disebabkan aktivitas proteolisis oleh
enzim protease yang akan memecah ikatan peptida protein sehingga struktur
protein menjadi asam amino (Wulandari, 2019).
Proses
pembuatan nasi sorgum instan dimulai dengan perendaman biji sorgum yang telah
disosoh dalam larutan 0,3% Na2CO3 selama 8 jam,
selanjutnya dilakukan perendaman dalam larutan Na-Sitrat 1% dan Na2HPO4
0,2% dengan rasio beras sorgum : perendam = 1:3. Perendaman dilakukan pada suhu
30-50 C. Perendaman bertujuan membuat struktur fisik beras sorgum menjadi lebih
porous, sehingga penyerapan air
menjadi lebih cepat. Setelah itu dilakukan pencucian untuk membersihkan beras
sorgum dari bahan perendam, kemudian dilakukan penanakan menggunakan rice cooker. Perbandingan air dengan
beras sorgum saat proses penanakan adalah 3 : 1. Pengolahan lanjut hingga menjadi
nasi sorgum instan, perlu dilakukan pembekuan pada suhu - 4 C selama 24 jam, setelah itu dipanaskan (thawing) pada suhu 50 C selama 5-10
menit, selanjutnya dipanaskan pada oven pada suhu 100 C selama 2 jam hingga
menjadi kering, keras dan berbentuk kristal bening. Nasi sorgum instan yang
telah jadi dapat dikonsumsi dengan cara diseduh menggunakan air mendidih di
dalam wadah tertutup (Widowati, 2010).
Penelitian
yang dilakukan oleh Wulandari (2019), menunjukkan bahwa nasi sorgum yang
dilakukan substitusi kacang komak dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar protein dan daya cernanya. Oleh karena itu, terdapat banyak potensi
mengenai cara pengolahan untuk meningkatkan kualitas mutu gizi, sensorik hingga
masa simpan nasi sorgum sehingga nasi
sorgum lebih banyak diminati oleh masyarakat.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan/Sintesis
Sorgum
merupakan serealia yang berpotensi sebagai makanan pokok pengganti beras padi.
Sorgum lebih mudah dibudidayakan, lebih tahan terhadap kekeringan dan hama.
Salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan
adalah dengan memberdayakan hasil pertanian lokal contohnya seperti sorgum.
Sorgum dapat diolah menjadi nasi instan sebagai makanan pokok alternatif
pengganti beras padi. Pemanfaatan sorgum sebagai makanan pokok adalah upaya
untuk mengantisipasi krisis stok beras padi serta mengurangi impor beras padi.
Terdapat potensi besar pada sorgum untuk diolah menjadi berbagai produk makanan
yang unggul sehingga ekonomi masyarakat dapat tumbuh serta tercapainya
ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
3.2
Rekomendasi Penulis
Pengolahan sorgum menjadi makanan pokok seperti nasi perlu dilakukan secara maksimal, kreatif dan inovatif. Apabila pengolahan sorgum tidak dilakukan secara maksimal seperti contohnya tidak dilakukan penurunan kadar tanin pada sorgum, maka masyarakat menjadi kurang minat mengkonsumsi makanan dari hasil pengolahan sorgum. Selain itu, pengolahan sorgum skala industri perlu dilakukan dengan alat dan mesin yang canggih, manajemen industri yang optimal dan inovasi pengolahan sorgum secara berkelanjutan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan
RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta: Bhrata.
Endah Wulandari, dkk. 2019. Kajian
Substitusi Kacang Komak (Lablab Purpureus
(L.) Sweet) Terhadap Nasi Kecambah Sorgum Merah. Jurnal UNPAD. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas
Padjajaran. Vol 7, No. 3 : 108-113.
Onggo. T.M., Tjahjadi. C. dan Marta. H.
2012. Sosialisasi Penanaman dan Pengolahan Biji Sorgum Menjadi Panganan Sebagai
Upaya Diversifikasi Pangan Di Dua Desa Di Lingkungan Arjasari. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat.
Fakultas Teknologi Industri Pertanian, UNPAD. Vol 1, No. 1 : 33-40.
Panggabean, Hana. 2014. Kearifan Lokal Keunggulan Global.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Sri Widowati, Rahmawati N., dan Wiwit
Amrinola. 2010. Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional.
Institut Pertanian Bogor.
Suarni. 2012. Potensi Sorgum Sebagai
Bahan Pangan Fungsional. IPTEK Tanaman
Pangan. 7(1): 58-66.
Tri Lestari, dkk. 2019. Teknologi Pengelolaan Lahan Pasca Tambang
Timah. Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.
Widowati, Sri. 2010. Karakteristik Mutu
Gizi dan Diversifikasi Pangan Berbasis Sorgum (Sorgum vulgare). Artikel
Ilmiah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.
0 Response to "SORGUM, POTENSINYA SEBAGAI PENGGANTI NASI DAN SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN"
Post a Comment